BAB 14 "Buku Pertama"

7 0 0
                                    

Satu minggu berlalu dari hari itu. Semua berjalan seperti bagaiamana mestinya. Sekolah, sekolah, dan sekolah.
Hanya saja, Aila melihat potensi Ran dalam bidang musiknya semakin pesat, sedangkan Ia sendiri semakin tertinggal di belakangnya. Tak ada yang berubah, dari hari pertama sampai saat ini dimana Ia akan menghadapi ujian kenaikan di beberapa bulan kedepan.

Saat itu Aila sedang berdiam diri di atap sekolah dengan sebuah buku dan pulpen. Ia merasa atap sekolah adalah tempat dimana ia bisa tak terlihat. Selalu tak terlihat sampai seseorang membuka pintu dan mengagetkan Aila.

"Oh Aila sedang apa kau disini?"

Aila berharap yang datang itu adalah Ran, tapi dari suaranyapun jelas itu bukan dia.

"Umm? Mayu? Aku berharap orang lain yang datang, hahaha" Ucap Aila pada teman wanitanya dan kembali fokus pada bukunya.

"Kau sedang menulis? Di tempat seperti ini?" Tanya Mayu pada Aila.

Aila hanya tersenyum kecil pada Mayu, Aila sangat fokus pada tulisannya yang membuat Mayu penasaran dan duduk di sampingnya serta mencontek tulisan Aila.

"Kau menulis sebuah novel? Wah aku baru tahu kau punya potensi hebat seperti itu" puji Mayu dambil menepuk-nepuk punggung Aila.

"Aku bahkan belum pernah membuat novel. Ini coretan pertamaku" Jawab Aila merendah.

Aila menatap langit cerah musim gugur saat itu, khayalannya mulai melambung entah kemana meninggalkan Mayu yang ada di sampingnya. Dalah hatinya, Aila ingin sekali membuat kisah tentang harapan masa depannya. Tapi semua inspirasi itu tidak datang begitu mudah, bahkan satu judul pun belum ia temukan.

"Aila? Hei..." Tanya Mayu sambil melambaikan tangannya di depan wajah Aila.

"Oh maaf, ada apa?" tanya Aila polos.

"Mungkin aku bisa membantumu menentukan judul. Kulihat coretan-coretanmu belum berjudul" Tawar Mayu sambil terus melihat buku Aila yang kini ia pegang.

"Heiii, sejak kapan buku itu ada padamu??? Umm, baiklah, beri aku satu judul dengan tema impian" Jelas Aila.

Mereka berdua berfikir sambil menatap buku itu, hingga sebuah judul sederhana muncul dari pikiran Mayu.

"Bagaimana jika Value Word? Ku kira itu cukup simple" Jawab Mayu sambil menepukkan kedua tangannya.

"Hah? Value apa? Hei kalian sedang apa disini?"

Suara itu mengagetkan Aila dan Mayu sampai mereka sontak berdiri dan merapikan buku milik Aila.

"Ran... Kau membuat kami terkejut!!!" Teriak Mayu marah.

Ran hanya tersenyum mendengar celotehan Mayu dan pandangannya terfokus pada buku yang di pegang Aila, tapi belum sempat ia bertanya, seperti biasanya Aila sudab dapat menebak pertanyaannya dan menjawabnya lebih dulu.

"Ini hanya sebuah coretan-coretan tidak berarti" Ucap Aila tersenyum dan pergi meninggalkan Ran sambil menggandeng tangan Mayu.

***

Bel pulang sudah berbunyi, Ran membereskan buku-bukunya dan melihat ke arah Aila, ia melihat buku yang tadi saat jam istirahat Aila bawa. Rasa penasarannya semakin muncul saat mereka kaget dengan kedatangan Ran tadi.

"Hei Aila, tunggu..." Teriak Ran sambil berlari mendekati Aila.

Aila menengok ke arah belakang dan berhenti berjalan saat Ran memanggilnya.

"Ada apa Ran?" Jawab Aila saat Ran telah berada di sampingnya.

"Bagaimana jika sebelum pulang kita makan dulu di kantin?" Saran Ran sambil menggaruk belakang kepalanya.

"Baiklah..." Ujar Aila dengan senyum hangat.

Langit musim gugur yang terlihat cerah walau udara semakin dingin menemani Ran dan Aila yang sedang berada di bangku kantin. Mereka tidak banyak berbicara saat itu, hingga sampai mereka menghabiskan makan siangnya pun belum ada satu patah katapun yang terucap.
Hanya suara dedaunan tertiup angin yang mereka dengar. Hingga Aila mulai membuka mulutnya.

"Umm Ran, apakah mungkin aku dapat menjadi penulis dan menggapai semua hal yang aku inginkan?" Tanya Aila sambil menatap langit.

Ran tersenyum cerah dan ikut menatap langit yang sama dengan Aila.

"Apapun yang di inginkan, pasti akan terkabul"

Suara itu terasa damai dan hanyut bersama angin musim gugur. Suara pria yang selama ini selalu bersamanya. Suara pria yang selalu menjadi inspirasinya, semua inspirasi yang diharapkan tidak pernah hilang.

***

Suara alarm ponselnya membuat ia tersontak kaget.

"Oh dear, aku tertidur saat menulis lagi. Aku harap tidak terlambat hari ini"

Aila menutup bukunya dan merapikan semua barang sekolahnya yang berserakan di atas meja belajarnya. Hingga matanya tertuju pada kata-kata terakhir yang ia tulis di bukunya.

__________

Hati akan tetap memilih untuk jatuh cinta walaupun tahu jika berujung pedih.
Karena hati bukanlah kaca yang rapuh.

__________

Aila tersenyum dan berharap jika suatu saat cintanya terhadap Ran mengalami kepedihan, ia akan tetap bersamanya.
Aila terus memikirkan hal itu mulai dari saat ia mandi, sarapan, bahkan hingga bercermin pun matanya melamun.

"Apakah cerita ku ini akan jadi kenyataan?" Keluhnya sambil menghembuskan nafas panjang.

Setelah rasanya seragam dan tasnya sudah lengkap, Aila turun dari kamarnya dan mengenakan sepatu di depan pintu keluar dan tak sadar sedari tadi ada yang mengetuk pintu rumahnya.

"Permisi..." Suara seseorang di luar sambil mengetuk pintu.

Senyum Aila langsung merekah saat mendengar suara itu. Dia yakin itu pasti Ran, ia pun langsung bangkit dan membuka pintu. Dan benar saja itu adalah Ran.

"Hai Aila, selamat pagi. Ayo kita berangkat bersama" Sapa Ran sambil berjalan ke trotoar jalan.

Aila hanya mengangguk dan berjalan mengikuti Ran yang menaiki sepedanya. Seperti biasanya Aila duduk di belakang Ran sambil memeluknya.

Tapi setengah jalan berlalu kayuhan Ran terasa berat dan terasa ia menarik nafas panjang membuat Aila bertanya-tanya mengapa.

"Ran ada apa? Apa kau sakit?"

"Tidak, aku tidak apa-apa. Hanya ada hal yang mengganjal di hatiku membuatku tidak fokus" Ujar Ran singkat dan menghembuskan nafas panjang.

Value WordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang