Hujan kembali turun mengingat hari ini berarti dipenghujung tahun. Udara pun mulai berubah dingin. Sedingin keadaan dimobil lamborghini yang kami naiki. Yang satu sibuk dengan fikirannya sendiri dan yang satunya lagi memang enggan memulai bertanya. Namun mobil tetap melaju kencang membelah hujan deras disore hari.Hpku baru saja lowbat, jadi aku hanya bisa mengamati jalan-jalan yang kami lewati. Baru beberapa hari lalu aku mengenal seorang cowok tapi aku sudah menaiki mobilnya berkali-kali. Aku bahkan sudah pernah ketempat kerjanya, tidak hanya itu aku bahkan sudah pernah ia gendong dan hal itu semua terjadi dalam 1 hari. Secepat itukah aku percaya padanya. Bahkan sekarang kami dalam perjalanan menuju apartemennya entah untuk apa ia tidak bilang. Aish kepalaku bisa pecah jika memikirkan hal bodoh yang ku lakukan sekarang.
"Apa masih sakit?"
"Apa? " apa yang ia katakan tadi aku benar-benar tidak mendengar nya?
"Masih sakit? " tanyanya sekali lagi.
"sakit? " aku mengernyitkan keningku.
"Kaki Lian."
Ah ya tentu saja kaki memang apa lagi? "Hmm masih."
"Kita obati dulu lukamu, kita Keapatment miliku." Aku hanya menganggukkan kepala.
Aku mengernyitkan dahiku menatap sekitar. Lagi-lagi aku melamun, ternyata kami sudah sampai tempat parkir. Liam segera keluar dan berjalan kearah ku. Ia membuka pintu mobil dan kembali menggendongku dengan ala bridal style.
"Maaf aku selalu merepotkan mu. " aku menunduk tak berani menatapnya.
"Kau minta maaf terus dari tadi, berhenti mengucapkan kata maaf atau aku cium sekarang."
Tubuhku menegang sekarang. Aku mengangkat wajahku untuk menatap dibalik mata biru itu.
"Aku bercanda, atau jangan bilang kau memang berharap dicium seorang Arka William hem?" ucapnya menarik turunkan halis tebalnya.
Shit! Aku kena tipu!
"Kalo iya kenapa?" balasku tak kalah menggoda, bahkan aku memajukan wajahku ke wajahnya. Padahal jelas sekali jantungku mulai marathon.
Namun diluar dugaanku ia memundurkan wajahnya. "Aku tidak akan menyentuh mu sedikitpun."
kata-kata itu memang tak salah. tapi, kenapa ada rasa nyilu yang timbul didalam dadaku. Aku hanya tersenyum masam.
Tanpa ku sadari, yang menggendongnya sekarang tengah tersenyum melihat gadis yang ia gedong berubah wajahnya menjadi masam.
"Aku tidak akan menyentuhmu sebelum aku menikahimu." lanjut Liam setelah jeda lama.
Ide jail melintas dibenakku. "Kalo gitu nikahi aku. Karena Aku mulai tidak tahan untuk menciummu sekarang." jariku lentiku mulai menyentuh rahang kokohnya.
"Jangan lakukan hal seperti itu ke orang lain!"
Ceklek! Pintu apartemen ia buka. Aku dibawanya masuk ke sebuah kamar yang bernuansa abu-abu. Sepertinya ini kamar milik Liam.
"Kenapa? " balasku menyambung percakapan kami tadi.
"Karna siapapun yang digoda sama cewek cantik seperti kamu pasti gak ada yang tahan." cantik dia bilang?
Ia menurunkanku diranjang nya.
"Kuambilkan kotak p3k sebentar. "
Aku mengangguk. Dan mengamatinya berjalan keluar. Tak lama ia kembali dengan kotak p3k ditangannya.
"Jadi kapan kau menikahiku?" entahlah kata-kata itu tiba-tiba saja keluar difikiranku. Oke fix aku dah mirip dengan jalang.
Ia mendongkrakkan kepalanya dan menatapku lekat-lekat, karna sekarang ia dibawahku sedang menggobati luka karena tabrakan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Roses Blue
Teen FictionRintih air membasahi, Beribu nafas.. beribu jiwa.. Rintik air menggenangi, Seluruh ruas yang ada.. Mengalir.. tuk sucikan kesalahan.. Turun dengan damai.. Dihentak gemuruh badai, Mengalunkan ketenangan.. Menggoyahkan kedamaian, Ada sunyi.. tatkal...