8. [Moment awkward]

32 29 0
                                    


Angin berhembus lembut melalui kisi-kisi jendela yang menghantarkan hawa dingin udara pagi. Gorden abu-abu berpadu warna putih yang membingkainya bergerak lembut, meliuk-liuk, membentuk tarian . Cahaya Mentari mulai menelusup masuk seolah membangunkan penghuninya.

Aku meringis kedinginan saat udara pagi menyergapi tubuhku. Aku kembali mengeratkan pelukanku pada bantal guling seolah mencari kehangatan disana.

"Bangun Putri tidur." seseorang menyentuh ujung hidungku .

"Bangun sayang." kali ini orang itu mencubit pipiku.

"Iya ma, lian udah bangun." gumamku serak khas orang bangun tidur. Aku kembali mendekati bantal gulingku yang semakin menjauh untuk mencari kehangatan lagi.

"Enak aja gue dibilang mama."

Masih dengan mata tertutup aku mengerutkan keningku. Sejak kapan suara mama berubah jadi suara cowo?

"Bangun Putri tidur. Atau aku cium lagi kalo gak bangun."

Refleks aku bangun dari tidur dan langsung duduk. Aku mengerjapkan mata ku untuk mengamati keadaan sekitar.

"Kapan kamar gue berubah jadi abu-abu? " gumamku lirih dengan nyawa yang masih belum terkumpul.

"Ini apartemen aku sayang."

Aku menoleh asal suara yang ternyata dari Liam.

"Oh." aku kembali menidurkan tubuhku. Namun sejurus kemudian mataku membulat. 'Apa? Jadi Gue di apartemennya Liam? '

"Aaaaaaaaaaa." aku menjerit keras. Tapi Liam langsung membekapku dengan tangannya .

"Pufftgh."

"Diem atau gue gak akan lepasin bekapannya? "

Terpakasa aku mengangguk. Liam melepaskan bekapannya membuat ku bernafas lega. Namun belum selang 1 menit aku kembali menjerit. Liam kembali membekapku namun aku sempat menghindar. Alhasil aku turun dari ranjang dengan membawa selimut yang mengelilingi tubuhku dan menatap horor kearah Liam.

"Ke-ke ma-man-na baju-baju lo! " ucapku terputus. Melihat liam yang banyak memakai celana pendek tanpa baju. Mataku membulat saat baju yang kupakai bukan baju sekolah. Tapi kemeja putih kedodoran yang menutupiku hingga atas lutut. Bahkan dalamanku sudah tidak ada.

Aku mengamati Liam yang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal seolah tahu maksudku.

"Semalem lo demam jadi gue terpaksa ganti baju sama daleman lo, tapi gue gak liat apa-apa kok."

"Oh ya? "

"Hehehe dikit. "

Aku langsung menerkam Liam tanpa ampun. "Ih nyebelin. Jahat jahat jahat jahat. " aku terus memukulinya bertubi-tubi.

"Iya iya ampun. Aku tanggung jawab. Aku tanggung jawab"

"Lo emang harus tanggung jawab. Setelah gue lulus lo harus nikahin gue. Titik gak pake koma. Karna sekarang keperawanan gue dipertaruhkan! " ucapku dengan menyilangkan tanganku menatap horor kearahnya. Apa lagi mengingat dia yang tiba-tiba saja menciumku membabi buta. Dasar mesum.

"Apa nikah? Jangankan nunggu kamu lulus. Sekarang juga aku bisa nikahin kamu. " ucapnya dengan mata berbinar.

Aku sukses melongo di buatnya.

"Jadi mulai sekarang Liana Alicia milik Liam William, dan inget jangan panggil 'Lo Gue' lagi. Panggil 'Aku Kamu' atau gak 'sayang' tunggu gimana kalo 'mamah papah' eh jangan deh itu alay banget! Terus apa ya?? Oh honey aj-"

"STOP!!! Iya iya deh terserah kamu aja oke!!. Sekarang gue laper. Ada makanan?"

Perutku mulai keroncong mengingat semalam tidak ada satupun makanan yang masuk ke perutku karena ketiduran.
Ia menggelengkan kepalanya "kita cari diluar aja ya? "

The Roses BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang