10. [Marah Dan Terabaikan]

30 30 3
                                    


"Dika Diki? " aku membenarkan rambutku yang acak-acakan begitu pula dengan Liam.

"Lo siapa? " tanya Dika datar.

Dejavu itulah kata yang terlintas di otakku. Dulu saat pacaran sama Arga, arga juga diintrogasi sama kembar kunyuk ini. Walaupun umur kami hanya terpaut beberapa Bulan saja, terkadang mereka menjadi sosok kakak yang selalu melindungi adiknya. Mereka juga bisa menjadi sahabat yang selalu memberikan nasihat saat aku down, seperti saat kematian papaku.

Ok Kembali ke sekarang.

Liam mengangkat tangannya menghadap Dika dan Diki untuk menyalami mereka.  "Gue Arka William pacarnya Lian."

Dika membalas uluran tangan Liam "Dika Aditya sahabatnya Lian."

Kali ini Liam menyalami Diki "Arka William."

"Diki Praditya. Lo sekolah dimana? "

Liam tersenyum sesaat "gue kerja."

"Kerja? Kerja apa?  Dimana?  Dan sebagai apa?"

"Udah deh Ka introgasinya."

"Gue CEO di perusahaan Will's Group, perusahaan Batu bara."

Aku sukses melongo dibuatnya, Wow pacar gue orang kaya Raya ternyata. Dan parahnya lagi gue gak tau apa-apa.

"Gue gak perduli sekaya apapun lo, kalo lo melukai Lian SECUILPUN  lo berhadapan sama kita!" ucap Dika dan Diki kompak.

"Tenang saja aku akan menjaganya semampuku."

"Sayang sampai kapan sih introgasi pacarnya Lian.  Kan kasian. Katanya mau naik roller coaster?  Ayo dong" rengek Keila pada Dika.

"Baiklah sayang, as you want." Dika dan Keila berjalan mendahului kami sedangkan aku dan Liam memilih dibelakang sendiri.

"Maaf ya, mereka emang pertamanya cerewet. Tapi tenang saja mereka baik kok sebenarnya." ucapku pada Liam khawatir.

"Aku tau sayang.  Mereka melakukan ini semua karena mereka sayang dan perduli sama kamu." ucap Liam menenangkan.

Aku mengangguk mengerti. Kami berbaris seperti yang lain untuk menganti. Setelah menunggu lama kini giliran kami.  Aku duduk disebelah Liam depanku Dika dan Keila,  dan belakangku Diki dan Dita. Aku sempat nervous, namun setelah kulafalkan bismillahirahmanirahim rasa nervous sedikit hilang. Aku menegang tangan Liam erat.

"Kau takut?"

Aku menggeleng pelan "cuma sedikit nervous."

Liam mengusap rambut ku pelan. "Tenanglah, ada aku disini."

Aku hanya mengangguk. Tempat yang kami duduki mulai berjalan pelan, namun semakin lama semakin cepat dan melikuk-likuk.

"Aaaaaa." aku menjerit kencang diikut yang lain.

Kalian pasti tau bukan seberapa panjang roller coaster itu, sepanjang itu pulalah aku menjerit,  bisa kalian fikirkan sendiri bagaimana keadaan tenggorokan ku sekarang saat selesai turun dari roller coaster.

"Aku ingin minum."

"Ya ampun lian baru aja naik roller coaster undah pucet gitu muka lo. belum histeria, kora-kora, tornado, arum jeram dan bianglala, yang ada mati berdiri mungkin." dengus kei.

Aku hanya mengerucutkan bibirku. "Lagian ini kan udah jam makan siang. Apa salahnya coba." ucapku tak mau kalah. Lagipula aku kan belum sempat makan pagi tadi.

"BAIKLAH."

Kami berjalan ke cafe yang berada tak jauh dari tempat kami.

"Kau tidak apa-apa honey?"

The Roses BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang