Bab 7 (Maaf)

91 20 4
                                    

Hari ini sudah kembali normal. Embun sudah duduk manis di bangku tengah paling depan. Dia tidak ingin berhenti sekolah, hanya karena dia tidak bisa masuk di jurusan yang ia inginkan.

Terkadang ketika kita menginginkan sesuatu, hal tersebut tidak tercapai. Karena kita terlalu berharap, karena kita terlalu percaya diri dengan kemampuan kita sehingga kita menyombongkan diri.

Embun duduk bersama Dede.

Nama lengkapnya Zastia Maulia Permata Putri akrab dede. Dia sama seperti Embun, mempunyai kembar. Kembarnya akrab dipanggil Dea. Embun merasa memiliki banyak kecocokan dengan Dede. Sehingga belum satu hari kenal, mereka seperti adik kakak yang tidak dapat dipisahkan.

Bunyi bel terdengar, pertanda pelajaran pertama akan dimulai.

***

"Bye"ucap Embun ke dede dan Fira. Embun baru saja kenalan dengan Fira, menurutnya fira itu Humor, yang dapat membuat beban Embun hilang seketika. Mungkin mereka bertiga dapat menjadi teman akrab.

Embun menuju ke Rizhi dan Feyi. Sahabat mereka sejak SMP. Mereka bertiga memang selalu bersama.

"Eh Ichi, loe sudah kembaliin gak formulir PMRnya?"tanya Feyi di tengah-tengah perjalanan mereka menuju tempat parkir.

"Rencana sih besok. Gue sudah isi formulirnya. Tapi gue lupa di meja makan tadi pagi."jelas Rizhi sambil membuka pintu mobilnya.

"Kalo loe Embun?"tanya Feyi ke Embun. Sejak tadi Embun tidak banyak bicara seperti biasanya.

"Oh itu. Gue sebenarnya bingung. Gue mau masuk PMR tapi gue juga mau masuk MB."ucap Embun frustasi.

Ia bingung pilih yang mana. Hatinya masih belum pasti untuk saat ini.

"Yah loe bisa pilih dua-duanya kan"Ucap Feyi.

"Tapi gue takut capek. Belum lagi gue aktif di sanggar. Mana ada waktu, nanti tidak sempat belajar lagi."jelas Embun dengan mata yang ia sipitkan.

Tiba-tiba matanya membulat. Tubuhnya tegap dan kaku saat ini. Darahnya seketika berhenti mengalir.

Embun melihat Ezo menghampirinya dengan tas hitam yang ia gendongkan di pundak kanannya. Kini mereka tepat berhadapan. Nafas Embun mulai tidak beraturan. Jantungnya juga.

"Hai"sapa Ezo dengan senyum paling manisnya. Tentu tampan. Apalagi Ezo memiliki lesung pipi di pipi kanannya.

Embun menatapnya heran. Saat ini badannya kaku.

"Hmm soal kemarin, gue minta maaf. Gue minta maaf karena telah meneriaki loe. Dan gue nyesal."ucap Ezo dengan penyesalan mendalam.

"Ha?gak papa kak. Gue baik baik aja. Santailah. Tidak masalah kok."

"Hmm oke. Btw gue senang loe kayak gini."ucap Ezo yang masih menatap mata milik Embun.

"Maksudnya?"ucap Embun dengan segala kepolosannya.

"Gue senang loe memperlihatkan senyummu itu ke gue. Sangat imut."ucap Ezo tanpa basa-basi lagi. Embun kaget dan rasanya ia ingin terbang lagi ke udara. Jantungnya berdetak lebih kencang.

"Kalo saat ini lu memberikan senyummu itu, mungkin besok atau lusa loe akan memberikan hatimu."

Derr

Kata-kata itu membuat Embun mati kaku seketika. Ezo selalu berhasil membuatnya bahagia. Entah karena apa, yang jelas Ezo lah yang selalu membuatnya berbeda dengan wanita lain.

"Sebentar malam gue line loe. Jangan lupa dibalas yah."cengir Ezo lalu berlarian meninggalkan Embun.

Rizhi dan Feyi yang melihat kejadian ini hanya menatap bingung satu sama lain. Kejadian hari ini tidak akan mereka lupakan.

Embun masuk ke dalam mobil milik Rizhi dan memikirkan semua yang diucapkan Ezo.

Jika aku diizinkan untuk merasakan jatuh cinta lagi, kali ini akhirnya apa? Aku tidak ingin jatuh hati terlalu mendalam, aku ingin tuhan merencanakan yang terbaik buat aku-Embun

**************************

Hae readers sejati gue. Sorry yah telat postnya. Kemarin gue sibuk lomba palang merah dan minggu ini gue juga sibuk karena latihan. Bagaimana dengan cerita ini?absturd kah atau abalkah?commentnya sangat di perlukan. Please like dong. Jangan jadi sider readers kan gue sedih. Tetap nikmati kelanjutannya yah. Jangan lupa sebarkan. Bye

EMBUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang