Memulai hari di hari Senin ini sangatlah menyebalkan. Bagaimana tidak? Lihat di luar sana baru saja Crisyella sampai di kelasnya hujan mengguyur ibu kota begitu deras tanpa permisi.
Sebenarnya hujan itu anugerah terindah dari Tuhan yang harus kita syukuri tapi sebagian manusia sering kali malah mengeluh dan menghina hujan, menurut mereka hujan itu membawa musibah karena menghambat aktivitas mereka. Padahal sebaliknya anugerah itu nikmat yang sangat besar bagi kita. Coba kalian pikir, tanpa adanya hujan takkan ada yang namanya air di bumi, tanpa air apa kalian bisa hidup? Jawabannya tidak bukan.
No drink no life, so water is your best friend.
Bagi siswa Tunas Bangsa mungkin hujan ini membawa berkah, Kenapa? Itu artinya tidak akan ada yang namanya upacara bendera di pagi hari ini. Anak sekolah mana yang tidak senang jika tak ada upacara di sekolahnya? pasti semua senangkan. Sudahlah tak usah muna. Begitu pun Crisyella dia senang jika tak upacara, tapi dia tidak suka melihat hujan karena begitu banyak kenangannya bersama hujan.
"La, ngelamunin apa sih lo?"
"Ha? Eh engga ko,"
Gracia mengangguk-nganggukan kepalanya entah mengerti entah tidak tak pedulilah. Crisyella dan Gracia memang duduk sebangku eh ralat-- yekali sebangku bedua maksudnya satu meja. Nah itu lebih tepat. Semua anak kelas XI IPA 3 berada di dalam kelas mereka, bel tanda masuk memang telah berbunyi sejak lima menit yang lalu namun belum ada guru yang memasuki kelas padahal pelajaran pertama kelas mereka adalah matematika dan gurunya on time. Tapi entah mengapa ia menjadi ngaret seperti ini.
Mungkin hujan jadi dia malas untuk mengajar.
Riuh-piuh kelas ini terdengar sampai keluar kelas. Biasalah masa putih abu itu masa di mana anak-anak sedang nakal-nakalnya karena SMA hanya sekali dalam seumur hidup, kalau kita lulus pasti kita akan rindu dengan suasana sekolah. Right? Dan masa sekolah kita juga yang nantinya akan kita ceritakan pada anak cucu kita nanti.
"Ah kutil lu ya Tor, balikin handphone gue sini!"
"Ogah!" dua biang kerok kelas ini siapa lagi kalau bukan Victor dan Ramol.
Ramoela Putra, termasuk the most wanted Tunas Bangsa. Anak basket kece parah, ganteng, ya namanya juga most wanted sekolah mana ada sih yang jelek, anaknya sebenernya biasa aja tapi karena dia berteman dengan Victor entah bagaimana dia jadi seperti sekarang.
Victor Graldi Anjay, ya itu nama panjangnya. Memang aneh sih nama akhirnya 'anjay' ah? Mungkin orangtuanya keabisan stock nama. sama halnya dengan Ramol tak beda jauhlah. Kalian bisa membayangkannya bukan?
Berlari terus menghindari kejaran Ramol itulah yang sedang dilakukan Victor, riuh-piuh yang makin terdengar bising semakin membuat atmosfer di ruangan itu terasa panas. Tanpa mereka semua sadari dua orang sejak tadi sudah berdiri di depan kelas mereka memperhatikan apa yang sedang mereka lakukan. Victor berlari dengan gaya mundur menghandap Ramol dan berlari menuju pintu keluar.
Jleb.
Saat ia berbalik badan, betapa terkejutnya Victor mengetahui sesosok, bukan? Dua sosok maksudnya. Namun lebih utama sosok yang pertama ini. Senyum itu terukir di wajah tampannya.
"Eh Bapa," ucapnya yang membuat anak kelas diam seketika dan berbondong-bondong balik ke tempat duduknya termasuk Ramol dan Victor, terkecuali Crisyella dan Gracia tentunya karena mereka berdua hanyalah menjadi penonton tanpa bayaran.
Pak Avtar selaku kepala sekolah Tunas Bangsa hanya menggelang-gelengkan kepalanya melihat kelakuan anak muridnya. Pak Avtar masuk ke dalam kelas bersama dengan seorang murid laki-laki. Ah? Seperti anak baru dan mungkin akan menjadi bagian dari mereka juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
CellaGar
Teen FictionKlise. Tentang kisah percintaan remaja yang penuh drama dan keegoisan. Tentang kisah masa lalu yang menjadi bayang-bayang keseharian dan menghancurkan masa depan. Tentang keegoisan seseorang yang tidak dapat menerima kenyataan yang begitu menyaki...