Semua tak seperti dulu, saat kau masih di sini bersamaku, memelukku di kalaku merasa dinginnya malam, membuat aku tersenyum di saat aku sedang bersedih dan berkata, "Semua akan baik-baik saja." Aku senang kau pernah hadir dihidupku. Aku senang kau pernah mewarnai hariku, walau kini hanya hitam putih saja yang tersisa. Entahlah, semuanya terasa hampa saat kau tiada.
Percuma aku menangisimu tak akan membuatmu kembali lagi kepadaku. Kalau boleh aku meminta, aku ingin Tuhan membuatmu kembali dan sebagai gantinya ambillah nyawaku. Aku tahu itu tak akan mungkin terjadi dan aku berharap, Tuhan agar cepat mengambil nyawaku agar dapat bersamamu kembali di atas sana. Ketahuilah aku sangat mencintaimu.
-Crisyella Charolitta Mashanda
Malam yang cerah dengan taburan bintang di langit yang terlihat sangat indah. Namun tak secerah hati seorang gadis yang sedang duduk di balkon rumahnya dengan sebuah binder berada di genggamannya.
Crisyella.
Orang-orang biasa memanggilnya dengan sebutan itu. Gadis yang mempunyai paras cantik dengan bola mata yang sangat indah berwarna coklat terang.
Crisyella merupakan gadis yang periang, selalu tersenyum, jarang bersedih karena sangatlah pantang baginya untuk meneteskan airmata. Namun, itu dulu saat orang yang menjadi alasannya tersenyum masih berada di sisinya. Kini hanyalah ada Crisyella yang pendiam, wajahnya yang datar, dan irit bicara. Itulah Crisyella Charolitta Marshanda yang sekarang.
Hanya satu yang sama pada dirinya sampai sekarang 'jarang menangis'. Dia sudah berjanji pada seseorang untuk tidak meneteskan air mata lagi setelah 'dirinya' tak ada dan Crisyella menepatinya. Crisyella hanya menangis saat dia benar-benar pergi. Bahkan saat orang itu di kebumikan saja Crisyella tak menangis.
"Cisyella.." suara lembut penuh kasih sayang itu berasal dari mulut Lauren -mamanya Crisyella- yang membuyarkan lamunan gadis itu yang tengah menatap lurus ke depan.
"Eh? Eh iya mah?" jawabnya terkaget. Begitulah Crisyella selalu melamun entah apa yang dilamuni.
"Melamun lagi kamu La?" Lauren duduk di sebelah Crisyella seraya mengelus-ngelus rambut hitam pekat milik anaknya itu. Sementara Crisyella terdiam mendengar ucapan mamanya.
"Mama tahu kamu sedih, tapi mau sampai kapan kamu terus-terusan terpuruk kaya gini sayang? Dia sudah pergi, ikhlaskanlah dia biar dia tenang di sana. Dia pasti sedih di sana melihat kamu yang terus-terusan kaya gini.
Mama tahu kamu sayang sama dia, tapi apa salahnya kalau kamu mencoba untuk mengikhlaskan kepergiannya? Dia pasti tenang di sana dan tugas kamu di sini hanya mendo'akannya agar mendapat tempat yang terbaik di sana." Tak ada jawaban dari Crisyella dia hanya diam dengan pikirannya sendiri.
"Yaudah mama ke dalem dulu, jangan terlalu lama di sini udah malem, besok kamu harus sekolah, good night sayang." Lauren mengusap puncak kepala anak gadis satu-satunya itu kemudian berlalu ke kamarnya sendiri.
Crisyella menghela napas.
Terlalu berat rasanya untuk mengikhlaskan orang yang kita sayangi. Hanya untuk berpura-pura pun rasanya sangat sulit. Ah, mungkin memang benar. Crisyella sepertinya butuh waktu istirahat agar esoknya dia kembali berharap, bahwa semua yang dialaminya hanyalah sebuah mimpi, bunga tidur yang tidak akan menjadi kenyataan.
"Jangan tinggalin aku, engga-engga GERALDD.." teriakan Crisyella dengan peluh yang membanjiri wajahnya.
Sial, mimpi itu lagi.
"Crisyella, kenapa sayang?" Tanya Lauren dengan nada khawatir di balik pintu sana.
"Gapapa Ma, aku Cuma mimpi buruk," Jawabnya seraya membuka pintu kamar dengan wajah datarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CellaGar
Teen FictionKlise. Tentang kisah percintaan remaja yang penuh drama dan keegoisan. Tentang kisah masa lalu yang menjadi bayang-bayang keseharian dan menghancurkan masa depan. Tentang keegoisan seseorang yang tidak dapat menerima kenyataan yang begitu menyaki...