Sekat

72 1 0
                                    

Malam kembali menghadirkan rapuh,
Membisik dengan
Ntah siapa pendiri benteng pemisah,
Semakin terasa ketika bantal ini basah,
Bukan ompol seperti candamu kala itu.

Matamu kini mengisyaratkan dendam,
Ntah siapa pembakar bara api dalam jiwamu,
Namun ku mulai sadarkan sesuatu,
Kita memang tak pernah satu,
Hati dan fikiran kita tak berada dalam satu garis lurus.
Kita berbeda.
Kau ke sana
Dan aku ke sini
Nestapa.

Dulu bagai kutub min dan plus magnet,
Kau tau?
Suatu hal sudah merubahmu. Ntahlah. Ntah karenaku atau memang karenamu sendiri,
Yang aku tau
Matamu mengisyaratkan kenyaman yang mungkin kau rasa tak kau dapatkan dariku.

Maaf.

Aku tak sesempurna dia yang kini terus berada didekatmu,
Tak ada jiwa-jiwa saling berbagipun tak apa,
Nyatanya kau memang berbeda saat di awal jumpa,

Maaf aku malah mengungkit suatu bangkai.
Namun ntahlah aku merasa,
Habis manis sepah dibuang,
Aku tidak menyalahkanmu,
Aki hanya butuh penjelasanmu,
Tentang apa dan bagaimana kau bisa berubah?
Ataukan sejak awal berjumpa jalan kita memang tak sama?
Tolong.
Aku butuh penjelasan.
Namun, jangan biarkan bibir ingin melontar tanya.
Karena yang kubutuhka  hanya kepekaan.

HUJAN (KUMPULAN PUISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang