"Kamu terlalu betah jadi pembantu sukarela di sini," komentar seorang pria yang tahu-tahu sudah duduk di meja makan.
Aku menoleh ke belakang dan mendapati manik hazelnya tengah menatapku dengan tatapan mengejek. Aku memutar kran air dan kucurannya semakin deras. "Tuan putri di kamarmu sebentar lagi akan berteriak minta dibuatkan susu," kataku sambil menjentikkan jari-jariku yang basah.
Aku membuka laci di bawah kompor. Ada sekaleng susu coklat di sana, sengaja kusimpan untuk stok di tempat Ken. Aku membuka kaleng tersebut, sengaja dengan suara yang dibuat berisik.
"Kamu harus bayar mahal untuk jasa ini," kataku sambil menaruh tiga cangkir di atas meja dengan suara ketuk yang keras.
"Cangkir itu bisa pecah, dan kamu harus ganti dengan yang lebih mahal," kata Ren dan disusul dengan tawa kecilnya yang renyah.
Beberapa detik kemudian, terdengar pekikan yang dibuat-buat agar terdengar manja dari balik pintu dengan stiker-stiker musik EDM. Aku menyimak dengan baik suara itu, juga menangkap dengan baik ekspresi Ren yang mengernyit.
"Aku harus dibayar mahal untuk service Tuan Putrimu," kataku sambil menyodorkan cangkir berwarna maroon.
"Upik abu selalu tahu apa yang harus dia lakukan," sindir Ren sambil menyambut cangkir tersebut. Aku sempat memperhatikan tatto ombak di pergelangan tangannya yang putih. Aku tidak pernah bilang padanya, bahwa aku sangat suka lukisan ombak bertinta hitam itu.
"Ugh, masih panas! Kamu tidak bilang kalau susunya masih panas. Tanganku bisa melepuh. Ini aset paling berharga," ceracaunya, seperti biasa.
Aku tertawa sumbang. "Aset untuk memainkan CD decks atau tubuh perempuan?"
Ren pura-pura tidak mendengar kalimatku dan malah bergegas ke kamarnya.
Setelah Ren pergi, aku menyeka keringat di dahiku sambil menatap pojok-pojok ruangan yang terlihat dari pintu dapur yang terbuka lebar. Tempat macam apa ini? Kurasa tempat ini memang ditakdirkan untuk pria-pria yang hidupnya berantakan.
Dan yang paling hancur adalah dua pria yang paling kukenal. Kandela Purwa dan Ranggawuni Mahadri.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAD WIND [completed]
RomanceAku membuka mataku pelan-pelan. Kutemukan sepasang manik hazel mensejajari manik coklat gelapku. Pelan-pelan ia tersenyum. Matanya masih menatapku sedangkan aku sudah mengerjap beberapa kali. "Apa kamu bahagia?" tanyanya setengah berbisik. Pert...