6 'Jangan Sakit

5.5K 247 4
                                    

Kita tidak akan pernah bisa bangun, karena ini semua realita, bukan mimpi.
🍃

Daniel mengerjapkan matanya berkali kali. Kepalanya terasa berat. Badannya juga terasa lemas dan ngilu ketika digerakan seperti tak bertenaga. Ia memaksaan diri untuk bersiap siap untuk kesekolah meskipun badannya merasa tak sehat.

Ia meminum beberapa pil obat, untuk membuatnya merasa lebih baik.

Udara di pagi ini sangat cerah, tapi lain halnya dengan cowok berjambul itu yang merasa sangat kedinginan sekujur tubuh.

Ia menuruni anak tangga satu persatu, langsung disuguhkan dengan pemandangan meja makan yang disana sudah ada satu satunya keluarga yang dimilikinya, Papa.

"Den sarapan dulu, takut sakit dari kemarin belum makan loh."

"Engga bi, ga laper." bohongnya.

"Syukur udah ditawarin, ga butuh makan lagi?" sinis Papanya.

"Kenapa sih papa ngomel ngomel terus? emang apa salahnya aku sih?"

"Masih belum nyadar apa yang kamu buat?"

"Tapi itu bukan kemauan aku Pah, aku juga gamau kalau mama pergi."

"Tapi semuanya salah kamu! kalau kamu gaada mungkin dia enggak bakal pergi!"

"Tapi, bukan kehendak Daniel untuk lahir di keluarga ini.." lirihnya.

Diam.

"Assalamualaikum." salamnya sambil melenggang pergi meninggalkan papanya yang terdiam.

"Gue kangen papa.." lirihnya.

Ia menaiki motornya, kepalanya terasa semakin berdenyut nyeri. Apalagi perutnya yang belum terisi dari pulang sekolah kemarin. Ia menjalani motornya dengan kecepatan sedang, hingga akhirnya ia sampai disekolah.

Ia berjalan gontai menuju kelas, wajahnya tampak sangat pucat dan langsung tertuju pada bangku miliknya tanpa menghiraukan orang lain. Ia merasa sangat lemas dan kedinginan.

"Nil, lo kenapa sakit?" sapa Ara, sambil menyeimbangkan tubuhnya.

"Gue baik baik aja."

"Tapi muka lo pucet banget!" jedanya sambil menyentuh dahi cowok itu "badan lo panas.. uks ya?"

Belum sempat menjawab ia berlari menuju toilet yang letaknya tak jauh dari kelasnya. Asam lambungnya naik membuat cowok itu memuntahkan cairan lambungnya itu dibalik tirai kamar mandi.

Ara menunggu di dekat toilet pria. Karena hanya dia satu satunya yang tahu, tak lama dari itu Daniel keluar dari toilet itu wajahnya tampak lebih pucat dan rambutnya tak tertata rapi.

"Mending lo ke uks deh.. Gue tau lo lagi sakit."

"Gue gapapa, bahkan belum nerap satu pelajaran."

"Lo jangan batu dong! kesehatan nomer satu." sarkasnya, dengan geram.

Tak bisa membantah lagi akhirnya ia setuju untuk ke uks.
Cowok itu menenggelamkan kepalanya di kasur uks, ditemani Ara.

"Lo kalau lagi sakit istirahat, jangan dulu sekolah."

"Gapapa.."

"Tau ah, lo mah batu banget dibilangin dari tadi. Kan gue gasuka!"

"Masih pagi, jangan cemberut."

"Gue tuh khawatir tau ga?"

"Eh? Cie perhatian cie."

"Plis, lo masih sakit tapi kenapa nyebelin? ih dasar kudanil."

"Arabelek." sindirnya.

"Auh ah gelap, nih minum dulu air teh spesial buatan Bu Dina yang diam diam ngeceng lo."

"Ya biarin aja... Udah dibuktiin kok kalau gue emang ganteng."

"Idih pede banget lo."

"Kemarin lo yang bilang kalau gue cogan, mendadak amnesia bu?"

"Bodo. Buru minum obatnya, gue gamau lo mati sekarang. OKE." gelagat Ara berlebihan.

"Gaenak, pahit. Apalagi liat muka lo."

"Allahuakbar, lo kaya bocah banget ngerengek mulu." pasrahnya.

"Mending lo ke kelas deh, bel nya udah bunyi."

"Gue pengen nemenin lo disini!" bantahnya.

"Jangan, nanti lo ketinggalan pelajaran."

"Tapi kan..."

"Udah gue gapapa, bentar lagi juga enakan. Mending lo belajar nanti lo ajarin gue."

"Gue takut gabisa, lo tau kan nilai gue gimana?"

"Setidaknya lo udah mencoba."

"Oke! atau jangan jangan lo nyuruh gue pergi biar bisa berduaan ya sama Bu Dina? jawab!" bisiknya dengan nada curiga.

"Lo tau enggak, orang yang suudzon itu minimal menjilat api neraka, mau lo?"

"Gue bercanda woi! amit amit deh. Oke, kalau gitu gue ke kelas dulu ya."

.

"Udah enakan? kalau gitu gantian gue ngantuk, tau."

"Gaboleh, lo kan enggak sakit!"

"Tapi ngantuk plis, bentar aja lima belas menit."

"Bentar lagi juga pulang, udah ah."

"Tapi nanti anter gue pulang, gaada tebengan."

"Makanya belajar motor dong."

"Ya tetep gue gabisa! kalau gue jatuh, lo mau tanggung jawab?"

"Biasa aja, ngegas mba?"

"Ra, udah balik tas masih dikelas."

"Yaudah gue mau bobo, lo sekalian bawain tas gue ya, oke? Oke"

"Yaudah gue kekelas, gue cuma baru tau kalau disebelah lo ada yang nemenin rambutnya panjang!"

"HAH, APA? MAMA TAKUTTTTTTT!" teriaknya penuh nada takut.

"Peenakut, tau ga orang penakut itu rentan didatengi setan." cibirnya ketika melihat ekspresi Ara.

"LO TAU GAK GOLOK?" balasnya sarkastik.

"Tau, emangnya kenapa?"

"YA ENGGA KENAPA KENAPA, GUE TAKUT BOLOT!" balasnya ngotot.

"Toa diem bisa ga? bawel banget tau."

"Kan gue takut Anil! lo jahat nakutin gue mulu, kalau gue jantungan gimana? plis gue masih muda. Masa depan gue masih panjang kal---" cerocosnya panjang lebar, bisa dikata juga lebay.

"Udah kali, kejauhan pikiran lo, yuk sekarang kita pulang."

"Anil, Ara laper." Ujar Ara tiba tiba, ketika cacing diperutnya sudah meminta jatah.

"Ya terus? harusnya makan, bukan curhat." Balasnya, seakan tidak mengerti kode.

"Cuma ngomong." balasnya singkat.

"Kode? dibilangin gue peka."

"Kasihani hamba Anil ganteng, duit gue tinggal dua ribu lagi." pintanya sambil menunjukan muka lucunya.

"Gue tambahin seribu ya, jadi lo bisa beli cilok, kan?" cowok itu tertawa melihat ekpresi Ara yang cemberut bete.

...

Tinggalkan jejak kalian dengan vote dan komen ya.

Kalau enggak, berarti kalian jejak setan.🙅

Closer ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang