5 'Pindah Bangku

3.2K 194 5
                                    

Suasana di SMA Nusa Bangsa sangat ramai, termasuk lapangan olahraga yang sedang dipakai oleh kelas 11 IPA 2 dan 11 IPS 3 untuk bertanding basket, pemain terus mendrible bolanya menuju ring untuk mendapatkan skor tertinggi.

"Ayo semangat ayey!" sorak suporter menyemangati tim kelasnya masing masing.

Wajar saja karena dasarnya anak IPA dan IPS kurang dekat meskipun mereka satu sekolah.

"Ya Allah itu Daniel cogan banget!"

"Ganteng banget"

"Plis jadi pacar gue omg"

Ara sedikit terkekeh dengan para siswi yang mengagumi Daniel, memang harus diakui kalau Daniel beneran cogan yang jatuh dari surga.

"Daniel! semangat...." teriak Ara membuat perhatian mengarah padanya.

"Cie Ara nyemangatin doi!" goda bila dengan senyum jahil.

"Apasih Bil, biasa aja."Ara menyernyitkan dahinya.

Pada akhirnya skor tertinggi diraih oleh kelas 11 IPA 2, membuat mereka senang bukan kepalang, setelah itu mereka berjalan ramai ramai menuju kantin untuk nongkrong dan minum.

"Sumpah tadi lo hebat banget pas nge-shootnya. Keren masbro!" puji Ara, dengan nada terpukau.

"Oh iya? Makasih, lo juga yang ajakin gue masuk basket." balasnya ramah.

"Iya sama sama Anil!" ucapnya dengan nada lucu, membuat Daniel bertatap heran.

"So imut lo!" decak Gilang, dengan perasaan sedikit cemburu.

"Biarin Dan, itu panggilan kesayangan...Cie Ara!" celetuk Alan.

"Oh so cute! Anil dan Ara.." Devan jahil.

"Lo tuh ngeselin banget Van, Pengen rasanya gue tabok muka lo!" Ara berdecak kesal.

"Padahal Anilnya biasa aja, kok lo yang sewot?"

.

"Jis sekarang ulangan enggak sih?" tanya Ara menghampiri bangku Aziz.

"Gatau gue, tadi gue cari Bu Ida engga ada."

"Tapi suka datang tiba tiba. Asli gue belum belajar."

"Terus kata lo gue udah belajar? Belum samsek."

"Gimana dong, kalau ketauan nyonyek ntar mati gue."

"Hm, liat tuh Daniel, doi tuh rajin banget tau ga? anak baru tapi pinternya luar biasa."

"Iya banget. Gue fikir dia tuh badboy, tapi nyatanya enggak atau mungkin iya juga, gue gak tau. Aduhai cowo idaman banget!" ucap Ara tak sadar.

"Jadi lo ngeceng Daniel?"

"Hah? Apa? enggak!" sarkas Ara.

"Cie Ara udah move on.. Cie...Cie.." Aziz tersenyum jahil.

"Enggak, apaan sih lo!"

"Kalau lo sama dia gue bakal setuju banget, kalian cocok. Ya, siapa tau si Daniel bisa ngebawa lo kejalan yang lurus sih."

"Jadi, maksud lo gue orang sesat gitu?" jawabnya dengan nada sarkastik.

"Ih lo baperan banget jadi orang, oke. Gue harap lo jadian sama dia."

what the hell.

Ara berjalan menuju bangkunya, dan membuka buku sekedar baca baca karena siapa yang tahu guru itu masuk. Matanya melirik ke arah Daniel yang serius memahami pelajaran, sedangkan teman temannya nol besar. Mereka malah nge-gosip dibandingkan belajar, niat Ara bulat untuk menghampiri Daniel sekedar untuk belajar bersama.

"Nil, lo lagi ngapain?" sapa Ara.

"Eh Ra, gue lagi belajar. Kan ada ulangan dadakan."

"Kok lo bisa sih dikeadaan kacau gini, masih belajar. Enggak kaya mereka?" tanya Ara heran.

"Menurut gue belajar itu gimana niat kita. Mau seberisik apapun kalau niat kita belajar ya bakalan masuk. kalau udah gaada niat ya pasti buyar." jedanya untuk beberapa sekon.

"Karena ada saatnya kita bakalan serius, bercanda, bahkan berbuat nakal. Dan kalau udah kaya gini gue harus belajar." sambungnya.

Ara ber-oh ria, menanggapi penuturan Daniel.

"Kalau gitu, boleh ga gue belajar bareng lo? soalnya gue kurang fokus kalau lagi belajar."

"Boleh, boleh banget. Malah gue seneng, jadi ilmu yang gue punya bisa dibagiin tapi bukan dengan mencontek."

"Lo tuh bener bener baik, thankyou Anil..."

"Sama sama. Bagian mana yang lo ga ngerti?"

"Ini." Tunjuk Ara pada sebuah cerita melayu beserta strukturnya. Pada akhirnya mereka belajar bersama, bukannya melihat dan memahami pelajarannya. Tetapi Ara malah memfokuskan pandangannya pada wajah lawannya.

"Ra? lo liatin gue?"

"Hah? Apa? Enggak ih!" pekik Ara.

"Fokus sama ini, bukan sama gue kali." ujar Daniel.

"Ah ya. Maaf." Wajahnya memerah tanda ia malu dengan perbuatannya.

Sial sial sial, ketangkep basah gue. Batinnya menggerutu.

Sekitar 30 menitan, guru Bahasa Indonesia, Bu Ida. Datang ke kelas yang asalnya ribut seketika hening. membuat kedua remaja itu duduk sebangku.

"Ra pindah sini.. Gue gamau kalau enggak sama lo!"

"Tunggu dulu, nanti dimarahin."

"Itu kalian kenapa mengobrol?" Bu Ida berdeham, melihat Bila yang mengajak ngobrol Ara.

"Ibu setuju kalian duduknya seperti Ara dan Daniel. Ibu tunjuk ya untuk chairmate kalian." Bu Ida menunjuk kedua remaja itu, sedangkan murid lain berdecak kesal.

"Jangan dong bu..." sarkas semua murid kecewa.

"Biar tidak mengobrol, kalian itu harus bersosialisasi." balas Bu Ida dengan nada cemoohnya.

Setelah itu mereka duduk dengan chairmate nya masing masing. Banyak dari mereka berdecak kesal akibat ulah guru ini. Pada akhirnya juga Alan bisa duduk dengan sang pujaan hati, Bila.

Dengan adanya perpindahan kursi ini, semuanya akan berubah.

...

vote dan komen ya, sayang😙

Closer ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang