Setelah lama menunggu kelulusan, akhirnya seluruh siswa mendapatkan surat kelulusan. Hal itu cukup membuat mereka deg degan.
Dengan penasaran mereka membuka sebuah surat yang berisi nilai ujian nasional yang telah mereka lakukan beberapa waktu lalu, beberapa siswa banyak yang terkejut tak percaya, bahkan reaksi mereka banyak yang berlebihan.
Ara, sosok yang selama ini jauh dari kata sempurna tak menyangka dengan kejutan nilai yang memuaskan dirinya tersenyum binar sambil menatapi lembaran nilai.
"Bila, gue senang banget!" ucap Ara penuh suka cita.
"Gue juga Raaa! gak nyangka kalau gue bisa dapet nem segini.." Bila terharu sambil menangis.
"Kita udah mau pisah lagi Bil, gue pengen bareng lo terus."
"Gue juga, tapi mau gimana lagi gue bakalan daftar kuliah di Semarang."
Ara sedih, takut, takut sendiri. Karena hanya Bila yang bisa ia sebut Real Bestfriend not fakefriend.
Sudah pasti itu bakalan sakit ketika ditinggal orang yang disayangi, tapi Ara gak mau egois. Jika Bila bahagia iapun turut bahagia.
"Gue gamau jauh dari sahabat kesayangan gue!"
"Gue juga..."
Tidak ada kata yang pas untuk memdeskripsikan perasaannya didalamnya..
Ara berjalan menelusuri koridor sekolah yang sebentar lagi akan ditinggalinya, rasa sedih menyelimuti langkahnya. Seperti baru kemarin ia masuk SMA tapi sekarang sudah lulus lagi, beberapa kenangan telah ia dapatkan disuasana sekolah ini sampai akhirnya ia tersenyum.
Diarah yang berlawanan Daniel berjalan sambil memasukan tangannya kesaku celana, membuat tarikan garis dibibirnya.
"Aku cari-cari kamu, eh ketemu disini."
"Aku habis dari toilet, congrats ya sayang!" balas Daniel sambil mencubit pipi Ara, gemas.
"Makasih banyak. Kamu ajarin aku sampe aku bisa dapat nem yang bagus dan selamat buat kamu yang jadi peringkat ke-3 seangkatan!"
"Iya sama-sama, aku seneng kalau liat kamu seneng." ucapnya sambil memainkan pipi Ara.
"Hari ini kamu main kerumah aku ya, Bunda bilang dia kangen sama kamu." Ucapnya dengan antusias.
"Siap, pulang sekolah langsung meluncur!" balas Daniel dengan senyum lebarnya, sambil merangkul gadisnya dan berjalan bersama.
.
"Daniel, selamat ya sayang. Kamu memang pinter banget! Bunda salut sama kamu." Bunda tersenyum sambil memeluk Daniel, yang sudah ia anggap sebagai anaknya.
"Bunda, makasih banyak ucapannya. Ini juga berkat motivasi dari Bunda." Daniel membalas pelukan Bunda, hatinya sangat senang.
"Nanti ajarin Ara loh, diakan sukanya mainin laptop terus. Belajarannya entaran aja, marahin aja." Bunda tak segan membuka kedok Ara dalam belajar, membuat gadis itu naik darah.
"Oke Bun, Daniel bakal marahin kalau Ara gak fokus belajar." Daniel menyipitkan matanya sambil memandang Ara.
"Bunda-Daniel kan aku udah lulus entaran aja belajarnya."
"Ra, bentar lagi ini pendaftaran kuliah. Kita harus makin giat, biar testnya lebih mudah." sahut Daniel, benar juga.
"Iya iya. Aku nurut saja."
"Iya dong, sama calon suami harus nurut." ucap Bunda.
"Bundaaaaa.." tanpa sadar pipinya telah berubah warna karena malu---errrr.
"Berhubung semua udah ada disini, ayo kita makan makan. Syukuran Ara dan Daniel lulus!"
"Bundaa, aku terharu" Ara memeluk Bundanya, ia bahagia atas keluarganya, keluarga yang perhatian, keluarga yang peduli, keluarga yang mampu membuatnya bahagia.
"Anak bunda memang hebat, bunda bangga sama kamu. Terima kasih udah buat Bunda sama Ayah bangga." Ara semakin sedih, mendengar penuturan Bunda, rasanya benar benar sedih.
"Nah acara galaunya udah selesai, sekarang makan yuk!" Ucap Arvi memecahkan suasana ke-galau-an.
Hanya suara dentingan alat makan yang bersahutan, namun ada mengobrolnya.
"Ayah.. Ara udah putusin kalau aku bakal ambil Jurnalistik."
"Ayah enggak maksa kamu buat ngambil itu, tapi ayah hanya saranin."
"Enggak sama sekali yah, aku fikir saran yang ayah kasih memang terbaik."
"Alhamdulillah, Ayah seneng anak ayah sudah dewasa." Ara merasa lega, ia terseyum seraya menatap kebahagian terpancar dari wajah Ayahnya.
Kebahagian orangtua tak akan pernah bisa diungkapkan hanya melalui kata- kata.
.
Mereka duduk di balkon kamar Ara, seraya menatapi hamaparan bintang yang terbentang dilangit.
Kemanapun Bintang pergi, selalu banyak orang yang bertanya "Dimana kau?"
Seperti bintang walau ia jauh, namun keberadaannya selalu dirindukan banyak orang.
Semua orang ingin diingat, semua orang ingin dibanggakan, namun tak ada orang yang ingin dilupakan.
"Aku seneng bisa hadir dikeluarga kamu, aku ngerasa bahagia-"
"Makasih udah bantu aku ngerasain sebuah ruang lingkup keluarga, kebersamaan, dan rasa sayang."
"Aku bersyukur, waktu kenal kamu yang lagi jutek. Tapi pada akhirnya skenario tuhanlah sebagai pemersatu kita." Lanjut Daniel.
"Aku suka baper kalau kamu ngomong gini,"
"Aku ngomong gini kan biar kamu baper." Daniel tersenyum.
"Tapi aku seneng saat kamu seneng. Aku juga sedih saat kamu sedih. Kita sama sama punya peran dikehidupan kita masing masing." balas Ara.
"Aku bangga sama diri aku, bisa hadir menjadi peran dikehidupan kamu, I love you." Daniel mengeratkan pelukannya.
"I Love me too." Balas Ara, membuat Daniel memasang wajah datarnya.
"Bisa serius gak?" Nada suaranya berubah, ia hanya tersenyum kikuk.
"Aku cinta kamu."
Tuhan mempertemukan kita pada sebuah perkenalan singkat, hingga sekarang mencoba menjadi seseorang yang mampu menjaga hati dan berusaha menyatukan dua hati menjadi satu hati diantara ribuan hati.
. . .
Aku mau minta maaf sebesar-besarnya, aku hampir 2 bulan hiatus dalam nulis semua cerita, maaf waktu itu sibuk bgt dan sama sekali gaada ide.ಥ﹏ಥ
Maafin aku tidak? ಢ_ಢ
Doain supaya aku update tiap hari ya, jangan tiap jam. Aku gak sanggup ಥ_ʖಥ
+Terakhir.
Terima kasih untuk yang membaca teenfiction ini dukungannya juga. I love you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Closer ✔
Teen FictionAku mencintai kamu lebih daripada yang aku rasakan kemarin dan pasti aku akan mencintai kamu lagi besok dan seterusnya, selalu. Aku akan mencintai kamu dan berdiri untuk kamu bahkan untuk hal terburuk yang mungkin terjadi. 2017, radaffa.