Chapter 3: Showtime

5.6K 998 677
                                    


Tiger

Tiger

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pukul 19.00. Lima belas menit lagi pertunjukan dimulai. Tidak seperti siang dan sore hari yang biasa diisi dengan live music, malam akhir pekan adalah waktu paling tepat untuk pertunjukan Hexcode. Manusia menyebutnya magic show, illusion show, atau lighting trick. Terserahlah. Yang dilakukan Tiger sebetulnya hanya main-main dengan energi Halimun.

Mata Tiger menyapu ruang utama. Full house, pikirnya senang. Entah Lavender menyadari atau tidak, sebagian besar mereka adalah tamu yang baru datang. Tiger hanya mengembalikan lima jalan ke jalur semula. Sisanya masih mengarah ke kafe. Bagaimana mungkin ia tampil di panggung tanpa penonton? Apa gunanya? Lagipula, bagaimana mereka akan menemukan manusia yang memenuhi syarat kalau saringannya begitu ketat sejak awal? Tapi siapa dapat membantah Lavender? Tukang ngatur numero uno di HC. Lihat saja elemen RGB-nya, mendekati sang Ratu sendiri. Tiger tidak pernah membantahnya. Hanya diam-diam tidak menurut. Itu beda.

Tepuk tangan bergema saat lampu-lampu di lantai satu dipadamkan. "Wish me luck, Lavender." Tiger memberi hormat ke arah kantor manajer di lantai dua. Tampak Lavender berdiri mengawasi dari balik jendela kaca, hanya diterangi satu lampu uplight. Gadis itu Membalas hormatnya dengan acungan jempol. Tiger pun menyalakan tubuhnya. Pendar keemasannya melintas di antara penonton menuju panggung di tengah ruangan.

Salam, sapa, dan senyum ... disambut jeritan histeris dari beberapa meja.

Whoaa, fangirls-mu tambah banyak. Yakin, kamu sedang cari manusia pilihan? Atau menikmati jadi pusat perhatian?

Suara tajam Cloudie tiba-tiba menerobos telinganya.

Tiger menggeleng. Cloudie, keluar dari kepalaku.

Terdengar tawa mengejek sebagai balasan. Tiger mendengkus. Bayang-bayang menyembunyikan Cloudie dengan sempurna. Tapi ia yakin anak itu ada di antara penonton. Kemampuan telepatinya tak lebih dari lima meter. Dan jelas masih marah semarah-marahnya gara-gara ia menjadikan warna abu-abu sebagai lelucon Hexcode Show dua minggu lalu. Sejauh ini, mereka berdua dapat merahasiakan ketegangan di antara mereka. Sepakat tanpa kata, bahwa yang lain tidak perlu tahu. Tapi kalau Cloudie mulai mengganggunya seperti ini, berarti level baru pertengkaran sudah dimulai. Tak lama lagi si mata elang Aegean akan menangkap ketidakwajaran sikap Cloudie. Dan itu berarti ... Ah, tak ada waktu untuk itu, pikir Tiger. Fokus.

Ia menghadap penonton. "Ada berapa warna di dunia ini?" tanyanya, yang dijawab macam-macam. Tiga, empat, tujuh, delapan, banyak, tak berhingga. "Sebutkan!" Tiger lalu mengembuskan bola-bola kabut yang berpendar dengan warna sesuai seruan penonton. Bola-bola itu mengapung di udara, lalu menyebar oleh kibasan tangannya. Tepuk tangan dan pekik kekaguman pun pecah.

"Ada warna yang hilang?" tanyanya lagi.

"BIRU!" Penonton menjawab sambil berusaha menangkap bola terdekat, namun meletus begitu tersentuh dan menghamburkan serpihan salju. Mereka tertawa-tawa.

Hexotic CaféTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang