Bentang 9: Reason? (Part 1)

43 3 4
                                    

Semua hal pasti ada alasan, katanya...

Itu mengapa semuanya mempertanyakan segala sesuatu.

Bahkan perasaan pun dituntut untuk mempunyai alasan, kenapa harus begitu rumit?

Kadang kita bisa saja merasa tidak menyukai seseorang, namun kita sulit mendeskripsikan kenapa kita sampai membenci orang itu, kadang orang berpikir, karena sikap, atau wajah, namun jika saja tidak usah dipertanyakan rasa benci itu, maka semuanya menjadi lebih sederhana.

Sama dengan rasa suka,

Kenapa semua orang ngotot mencari alasan untuk menyukai sesuatu, kenapa tidak biarkan saja rasa itu mengalir.

-------

-------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Windy sampai ke kosan sekitar pukul 17.13. Dia sudah mampir sholat ashar di masjid kampus. Bergegas mengeluarkan isi tas, baru dia sadar. Saking exitednya dia, dia lupa memberitahu Heri kalau ada pengumuman lomba desain lagi tahun ini. Lomba desain Rumah sehat dari Award Desain yang sama yang diikuti Heri tahun sebelumnya. Tahun lalu dia masuk 50 besar lomba merancang rumah tropis. Gagal nembus 20 besar. Mungkin saja dia mau ikut lagi di tahun ini. Pikir Windy.

Windy segera meraih hapenya. "Mas bro, ada lomba desain lagi. Mas bro minat ikut lagi?" Send... Oke. Windy tersenyum.

"Lomba apa?" Eeeh? Cepat responnya. Pikir Windy.

"Lomba Desain Rumah sehat. Sama dengan yang mas bro ikuti tahun sebelumnya."

"Kapan deadlinenya?"

"Masih lama kok Mas bro. Februari tahun depan. Masih ada sekitar 6 bulan lagi. Bisa individu, bisa juga satu tim."

"Kamu ga ikut?"

"Aku pass... aku ga ada pengalaman. Ilmuku juga masih cetek. Lagian tugas semester ini banyak banget.hahaha..."

"Kenapa kita ga satu tim aja?"

Sebentar... Kita?  Windy melongo. "Maksudnya? Aku berdua sama mas bro gitu mendesain?"

"Iya. Sekalian nambah pengalaman buat kamu. Aku memperbaiki kesalahanku tahun lalu. Win-win solution kan?"

Astagaaa... Ini ga di duga sama sekali oleh Windy. "Yakin mas bro setim sama aku?"

"Kamu gamau?"

"Mau mas bro."

"Yaudah fix. Kita ikut."

"Anuuu... Aku bingung mulai dari mana?hehe"

"Kamu cari saja dulu referensi tentang rumah sehat itu sebanyak-banyaknya. Nanti kita ketemu ngediskusikan ini."

"Siap Ketua."

"Kok ketua? ^^"

"Kan mas bro lebih pengalaman. Otomatis jadi ketua."

"Iya dah."

"Ganbaru zoooo!!!"

"Yosh ganbarimasu!"

Smsan berakhir. Windy tersenyum senang, Dia masih ga percaya dia bisa satu tim dengan orang yang dikaguminya. Jika semua berpikir kedekatannya dengan seorang Heri karena keberuntungan. Semua orang salah. Dia berusaha sangat keras agar bisa 'dianggap' oleh Heri.

Kadang kita berada di posisi seperti pungguk yang merindukan bulan. Orang yang kita harapkan sangatlah bersinar. Dengan semua kelebihannya, kita merasa kita hanya setitik pasir di pantai, dan dia adalah samudera yang luas. Dengan segala talentanya kita merasa seperti memandang dan berusaha menggapai bintang yang jauh di angkasa, padahal kita hanya titik kecil manusia yang berpijak dibumi. Dengan segala keistimewaannya, kita hanya mengenal kata 'MUSTAHIL' saat mengharapkan hal indah bersamanya. Itu pula yang dirasakan Windy dulu kepada Heri.

Windy berada di posisi sebuah titik di bumi yang mengharapkan bintang di langit. Kadang memang dia sendiri bertanya pada hatinya sendiri, alasan kenapa dia mesti mengagumi orang itu habis-habisan... menyukai orang itu? Namun sepanjang waktu berlalu, terus berpikir, namun hal-hal rumit itu malah tidak bisa menjelaskan segala yang dia rasakan. Kadang Windy merasa Heri sangat jauh dan mustahil untuk digapai, namun ada saat dimana dia begitu dekat dan hangat.

Perlahan memori awal-awal kuliah dulu kembali muncul ke permukaan ingatan Windy.

Bridge of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang