Bentang 18: Just Respect

29 2 0
                                    

Heri merebahkan badannya di kasur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Heri merebahkan badannya di kasur. Meraba ke samping kanan, tangannya mencari-cari hape yang dilemparkannya tadi. Sms... Engga... Sms... Engga... Heri Bimbang. Dia menutup mukanya dengan lengan berusaha membuang pikiran yang macam-macam. Mungkin aku memang sedikit keterlaluan mengabaikannya. Kejadian tadi pagi benar-benar tidak diduganya.

Hari ini bertepatan dengan tanggal jadiannya dengan Revi beberapa tahun yang lalu. Entah kenapa ada perasaan di hatinya untuk mengenang kembali momen itu. Revi suka sekali wisata sungai. Momen yang manis saat itu tiba-tiba saja muncul lagi. Heri menyatakan perasaannya ke Revi saat mereka sedang wisata susur sungai Martapura. Dari destinasi depan PEMKOT kota Banjarmasin, hingga pasar terapung Lok Baintan. Saat di sungai itulah momen mengungkapkan perasaan itu terjadi.

Perasaan dan pikiran Heri yang sedang bernostalgia hari ini membawanya menyusur daerah martapura Lama menuju Sungai Tabuk hingga ke Lok Baintan tadi pagi.

Sengaja dia memilih waktu sebelum adzan sholat subuh dan berniat sholat di mushola manapun yang dia lewati selama perjalanan. Dia tidak benar-benar ingin menuju satu tempat. Hanya ingin sekadar membebaskan perasaannya yang tiba-tiba dijangkiti kenangan bersama Revi.

Selesai mampir di salah satu mushola kecil di daerah Martapura Lama, melaksanakan sholat subuh yang sedikit telat. "Sudah hampir pukul 06.00 WITA." Heri mencek jam digital di hapenya. Tiba-tiba saja dia teringat kalau dia belum membalas sms Windy.

"Iya silakan. Mau tanya apa?" Heri membalas sms Windy yang sebelumnya bilang ingin menanyakan sesuatu padanya.

Tentang Windy, sejujurnya di hatinya ada sedikit perasaan tertarik dengannya, tapi bukan rasa tertarik seperti laki-laki kepada perempuan. Murni hanya kekaguman sesama pencinta arsitektur. Dia melihat potensi yang ada pada gadis itu tentang Arsitektur. Menikmati berdiskusi panjang dengannya. Windy benar-benar mampu mengimbangi Heri dalam segi Arsitektur, dia bisa melihat celah-celah yang kadang bagi yang lain samar. Dia sangat detail mengulik semua ilmu yang Heri miliki. Dengan tegasnya dia bisa bilang "tidak setuju" dengan konsep yang sudah dipikirkannya dengan sangat matang, dan ketidaksetujuannya beralasan. Heri benar-benar resfect dengan kemampuan Windy. Hanya saja Windy tidak menyadari potensi dirinya yang sangat besar dan malah sering tenggelam dalam pesimisme. Karena itulah dia sangat ingin membantu Windy mengimprove kemampuannya dengan beberapa pengalamannya. Itilah yang Heri rasakan.

Setelah membalas sms Windy, Heri segera bersiap-siap melanjutkan perjalanan. Hanya terus berjalan dan tanpa terasa dia malah sampai di Pasar Lok Baintan. Destinasi akhir yang dilaluinya bersama Revi.

"Sial... Kenapa aku ga bawa kamera." Rutuk heri. Dia menyesali ketidaksiapannya.

Beberapa sudut benar-benar indah untuk di foto. Matahari yang terbit merayap sedikit demi sedikit. Bayang-bayang Jukung yang rapat berlalu lalang benar-benar komposisi yang pas untuk dibidik. Majestic. Heri terpukau. Sebelumnya aku tidak terlalu menikmati pemandangan ini, mungkin karena saat itu pikiranku hanya terfokus pada Revi dan rencanaku untuk mengungkapkan perasaanku padanya. Heri tersenyum mengingat momen itu.

Bridge of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang