HEART: Boy x Girl

78 7 0
                                    

  "Gue udah lurus. Berarti sekarang gue tinggal belok...kiri." kutunjuk sebelah kiriku. Memang benar kata si "sesuatu" itu tak perlu waktu lama. Sekitar 10 langkah dari tempat berdiriku.
  Tok..tok..!
  "Excus... eh salah. Permisi bu.." maklum.. baru pulang dari New York. Azeeekk....! Dan pintu ku buka perlahan.
  "Iya masuk." Ucap salah satu guru. Ku langkahkan kakiku perlahan.
  "Wah,nyentrik banget murid ini." Ucap guru yang memakai pakaian olah raga.
  "Jangan hiraukan dia,nak. Duduklah!" Seorang guru yang cantik,anggun dan suaranya sangat lembut. Kemudian aku pun duduk di hadapannya. "Apa kamu murid baru pindahan dari New York itu?" Katanya.
  "I..iya bu." Jawabku gugup.
Entah kenapa seketika ruang guru serasa seperti kuburan tua yang telah lama tak diziarahi. Hening. Dan keringatku mulai bercucuran.
  "Tenanglah jangan gugup. Ibu akan menjadi wali kelasmu. Jadi wajar kalau ibu akan memberi pertanyaan." Bersikap sok baik. 
   Bukannya semua guru boleh bertanya ya sama muridnya. Nih guru aneh. Mukanya aja cantik,tapi sifatnya... batinku.
   Aku hanya menjawab dengan anggukan.
  "Oiya. Begini,sekolah di Indonesia sangat berbeda dengan sekolahmu dulu. Dan kamu tidak boleh mengabaikan tata tertib di sekolah. Contohnya seragammu itu." Kata guru itu memangdangiku.
  "Tapi bu saya sudah memakai seragam denan benar bukan? Saya juga memakai topi dan sepatu saya juga untuk sekolah. Apa ada yang salah?" Jawabku heran.
  "Memang benar,tetapi bagi para siswi diwajibkan menggunakan rok yang sudah disesuaikan oleh sekolah. Dan kenapa kamu malah menggunakan celana untuk siswa laki-laki?" Guru itu menjelaskan secara perlahan. Juga sedikit tertawa. Jelas sekali pada waktu itu aku sangat merasa malu. Aku baru menyadari guru yang tadi menyindirku itu karena ini.
  "O..oh iya bu maaf." Jawabku singkat kemudian menundukkan kepalaku karena malu.
  "Tenang saja,tidak apa-apa kok. Pasti kamu belum terbiasa. Ya kan?" Kata guru itu lagi.
   Setelah berbincang, akhirnya aku pun kelar dari ruang guru itu. Ku helakan nafasku panjang. Dan mulai berjalan meliahat pertandingan basket sambil menunggu kakak meneleponku.
   Aku berjalan menuju lapangan basket dan tubuhku bertabrakkan dengan seseorang.
  "Hei, santai bro..." kata orang itu yang berada dihadapanku sekarang. Dia begitu tinggi sehingga aku malu untuk melihat ke atas. "Hey!" Katanya lagi. "Kayaknya gue kenal deh."  Dia melihatiku dari segala arah. Kemudian aku menyadari sesuatu.
  "Eh yan. Ini kan si anak baru tadi." Kata salah seorang temannya.
  "Hah?" Dia masih memerhatikanku. Lalu dia menaikkan daguku. "Eh iya, si anak baru ternyata. Udah ketemu ruang gurunya?" Dengan nada mengejek dia juga menaikkan alisnya.
  "Lo gak perlu tau." Aku menepis tangannya yang masih memegang daguku.
  "Wez.. nih anak belagu banget ya?" Katanya lagi sambil memerlihatkan senyum liciknya.
  "Emang kenapa kalo gue belagu? Apa urusan elo?" Kataku dan memberikan half smile milikku.
  Wajahnya mulai memerah. "Apa lo kata? Eh gue di sini senior ya. Jadi lo jangan macem-macem. Gue tuh..." belum sempat dia selesai berbicara, aku langsung menyela.
  "Ooo..." ku tinggikan suaraku. "Jadi lo senior di sini. Trus lo mau apa kalo gue junior lo? Mau lo bully? Iya?" Tantangku dengan penekanan di bagian junior. Wajahnya tambah memerah. Mungkin karena dia mulai marah dan ditambah malu karena menjadi tontonan semua murid di sana.
"Ah. Buat apa gue lama-lama di sini. Lo juga gak penting." Ku pamerkan telunjukku seraya meremehkannya. Kemudian aku berbalik dan pergi meninggalkan mereka. Baru saja aku berjalan 4 langkah, ia pun menarik tangan ku hingga topi yang ku pakai terlempar di udara dan rambutku terhempas oleh hembusan angin.
  "Tung...gu." katanya. Matanya melotot heran saat melihatku seperti ini. Dan topiku di tangkap oleh salah satu temannya yang berdiri tepat di belakangnya.
  "Lo..lo cewek?" Mereka mengatakan bersamaan.
  "Iya lah. Lo kira apaan, banci?" Kataku malu.
  "Tapi kok lo? Ah tau lah. Pokoknya lo harus minta maaf ke gue. Sekarang.!" Dia berlaga layaknya bos.
  "Hah? Sudi banget. Ogah ya."
Ejekku. Wajahnya makin memerah. Lalu tangan mulai terangkat seperti ingin memukulku.
  "Lo.... bocah paling...." katanya dengan sedikit tekanan. Kemudian ia mengarahkan tangannya ke arahku. Tiba-tiba.
  "Stop!" Kata seseorang yang berada di sampingku. "Udah aksi pamernya?" Tambah orang itu.
  "B.... bang.. bang Juan. Anu itu bang gue cuman.." ia tergagap saat melihat orang di sampingku.
  "Turunin tangan lo sekarang. Gue heran padahal sedari tadi ada pengurus osis di sini. Tapi gak ada yang hentiin lo?" Bentak orang itu.
   "Kami minta maaf kap." Kata mereka semua dengan membungkukkan badan mereka.
   "Buahahhahhahaha...." tawaku memecahkan suasana tegang itu. Kemudian di susul orang di sampingku.
  "Kalo lo semua tau wajah lo tadi pasti lo semua juga ketawa. Ngakak abis." Kataku.
  "Ah udah jangan ejek mereka lagi." Kata orang itu lalu merangkulku. "Hei kalian sini. Jangan jauh-jauh dong." Merekapun mendekat.
   "Kenalin ini adik gue. Namanya Sania Sophie Libiansyah. Dia lebih muda dari kita. Tapi cuma satu tahun." Orang itu tersenyum lebar.
  "Adik?" Kata mereka bersamaan.
  "Kenapa? Gak percaya. Oya, tadi kayaknya ada yang mau nonjok gue deh. Mana orangnya ya?" Kataku dengan tatapan usil.
  "Itu pasti Rian, Soph. Memang dia rada sangar sih orangnya." Kata kakak tertawa geli. Si Rian itu hanya tertunduk malu.
  "Oya, biar kakak kenalin. Yang ini jelas Sophie udah tau kan?" Kakak menunjuk Rian. Aku hanya membalas dengan anggukan.
  "Trus, yang tingginya hampir sama kayak Rian itu namanya Alza. Banyak cewek yang suka ama dia. Tapi sayangnya dianya enggak." Kakak menunjuk orang yang di samping kiri dari Rian. "Yang ini, namanya Kevin. Dia sekretaris osis. Memang dia yang paling polos wajahnya." Telunjuk kakak mengarah ke orang yang berdiri di samping Alza.
  "Dan yang terakhir. Sang ketos boncel kita... Jun.... emm sebaiknya sophie gk perlu tau nama panjangnya ya." Kakak tertawa geli. Dan orang yang bernama Jun itu memasang wajah poker face.
  "Oh ok." Jawabku singkat.
  "Bang, lo boleh aja ya hina gue. Tapi bang lo gak sadar apa, dari tadi yang malu-maluin itu elo. Masa iya kapten tim basket yang di juluki singa putih pake... rok." Kata Jun sambil menahan tawa. Semua pun juga ikut menahan tawa, begitu juga aku.
  "Iya bang. Dari tadi tuh, gue mau bilang masalah itu ke elo. Tapi lo masang wajah serem sih jadi kita gak ada yang berani." Lanjut Rian memanyunkan bibirnya.
  Pose kakak yang awalnya cool, sekarang menjadi ya... terserah yang kalian pikirkan aja lah.
  "I..ini tuh lagi trend. Yang celana kayak rok itu lho." Kakak masih bersikap cool.
  "Bang. Sepolos-polosnya gue, gue tu juga bisa bedain mana yang bermodel dan mana yang beneran rok. Sumpah bang, gak tau kenapa, gue kok ngerasa enek ya ngeliat elo." Kata Kevin sambil menggaruk kepala.
  "Udahlah An. Kalo lo malu tuh bilang aja. Gue bakal bantu nutupin itu kok." Alza menambah ejekan.
  "Ya kan Soph. Kalo pikun tuh jangan kelewatan dong. Masa iya kamu tuker celana kakak sama rok kamu." Wajah kakak memerah.
  "Lho, Sophie gak salah kok kak. Salah sendiri ngasi tumpukan seragam kakak di atas seragam punya Sophie. Kan Sophie belum hafal mana punya Sophie, mana punya kakak." Aku terus berdebat.
   "Ah masa iya cewek pake celana Soph?" Gerutu kakak.
  "Lah, bukan salah Sophie dong. Orang di NY aja Sophie gak pernah pake rok kok. Weeeekk.." ejekku.
  "Udah- udah. Sekarang kalian mending ganti seagam deh. Sekolah 10 menit lagi masuk. cepet kalian ganti di kamar mandi." Kata Alza dengan bijak.

~~~~ di toilet cewek

   "Ih... gak enak banget pake nih rok. Bagus nggak ya? Gue gak PD banget." Kataku. Ku pegang rok yang telah kupakai.

~~~~~~di toilet cowok.

   "Ah... akhirnya gue gak kedinginan lagi." Kakak menghela nafas. "Yes akhirnya kaki gue gak bakal item. Yehet... wohu.... ups." Kakak loncat kegirangan.

~~~~di depan batas antara toilet cewek & cowok.

  Aku keluar perlahan dari pintu toilet. Semua mata tertuju padaku seketika.
  "Woy matanya." Kataku sambil memakai topi.
  "Udahkan sekarang kalian minta maaf." Alza mengatakan dengan senyuman manis. Dan kami pun berdamai. Tapi tidak dengan Rian.
   "Ah bang. Kok lo mau maafin nih cebol sih?" Kata Rian.
  "Eh. Nyantai aja kali." Kataku.
  "Heh. Napa? Mau nonjok? Silakan kali lo bisa nyentuh pipi gu.." sebelum dia selesai berbicara satu hadiah tonjokan mendarat di pipinya.
  "Akh. Akhirnya lega juga gue. Udah gak gatel lagi ni tangan." Kataku sambil mengelus tanganku.
  Semua orang terpenganga kecuali kakak.
  "Sorry ya yan. Dia itu emang kayak gitu. Sekali dia bilang bakal balas dendam ya bakal ia lakuin." Kata kakak.
  "Iya bang gak apa. Tapi gue pengen minta ijin bileh gak? Sumpah gue pengen mukul ni anak." Rian geregetan.
   "Hush... yan. Dia kan abangnya lo gimana sih?" Kata kevin menarik tangan Rian yang sudah bersiap memukulku.
  "Beneran lo mau bales? Lo gak bakal nyesel? Nanti malu lho. Yaudah deh gue ijinin. Silakan." Tantang kakak.
  "Ok.!" Kata Rian tidaķ sabar.
Semua hanya terpenganga kecuali kakak.
   Kemudian ia mengayinkan pukulan yang mengarah tepat ke wajahku.
  "Cuma segini kekuatan elo?" Tanganku telah menangkap pukulan yang diarahkan Rian padaku. Semua terheran dan hanya kakak yang tersenyum. Kemudian ku remas tangan Rian. Hingga ia berteriak.
  "Lepasin! Woy lepasin. Ini sakit a...aaaa.....aa." katanya.
  "Kan udah di jelasin sama kakak tadi. Salah sendiri gak mau dengerin." Kulepaskan genggamanku tadi.
   "Awas aja lo. Gue bakal bales elo nanti." Kata Rian menunjukku.
  "Oke. Gue tunggu. Gue siap lo kalahin. Mulai sekarang kita RIVAL!" Kataku menunjuk dia juga.
  "Oke siapa takut." Ia menjawab singkat. Kemudian kami meninggalikan kakak dan temanya itu bersamaan.

~~~~~kelas 2-4.

  "Jadi anak-anak dia akan menjadi teman baru kalian. Jaa sikap kalian dan bantu dia untuk beradaptasi ya. Sekian pelajarang ibu. Dan minggu depan ulangan kalian ibu bakal bagi." Kata wali kelasku tadi. Semua murid ternyata merespon sangat baik padaku. Kemudian aku duduk di barisan 2 dari depan.
   "Hei. Kenalin gue Nia, ini Rosa, dan yang rada gendut ini namanya Viandiva. Panggil aja dia Vivi. Kita boleh jadi temen lo?" Ajak anak yang berada di depanku. Aku hanya menjawab dengan anggukan. Dan sejak itu kami berteman baik. Mereka mengajarkanku banyak hal. Dan aku bahagia dengan mereka.
 
~~~~~di kantin.

   "Gue bakal pesenin ya." Kata Vivi beranjak dari bangku meja kami.
Aku,Nia dan Rosa tengah berbincang sambil menunggu Vivi dan pesanan kami sampai. Tiba-tiba ada yang merangkulku.
  "Hei. Makan ya?" Kata kakak.
  "Hehe. Iya kak. Oya guys, kenalin ini kakak gue. Pasti kalian kenallah." Kataku memlerkenalkan kakak pada teman-temanku.
   "Kak Juan kakak lo?" Nia dan Rosa menjawab bersamaan.
  "Iya hehe. Kalian pasti Rosa sam Nia. Sophie udah cerita banyak tentang kalian. Yaudah kakak balik dulu. Masih ada urusan." Kata kakak kemudian pergi.
  "Wah curang lo Soph. Kok lo gk bilang sih kalo kak Juan kakak lo?" Kata Nia.
   "Iya maaf-maaf. Gue lupa." Kataki singkat kemudian Vivi pun tiba dengan beberapa pesanan kami. Kemudian kami berbincang sambil menghabiskan pesanan kami.
   Tak terasa sudah hampir 3 bulan aku menjadi murid di sekolah ini. Dan juga sudah berjalan 3 bulan aku menjadi rival Rian. Setiap kali kami bertemu. Pasti kami bertengkar layaknya tom dan jerry.

   Tapi entah kenapa, aku justru bahagia dengan sikap kami yang seperti ini. 'Ada apa denganku? Adakah yang salah?'

______________________________
Woke readers nih udah chapter 2 bab 1. Dan tokonya pun udah mulai banyak. Tambahan: maaf kalo ceritanya aneh. Kurang bagus? Kurang ngeh di otak? Maaf ya kalo jelek. Ini juga masih dalam tahap belajar. Jangan lupa Kritik + saran. vote? Terserah kalia aja. Oke hari ini cukup sekian. Wassalamualaikum.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
ÑÕŤĚ:
NY= New York.

Salam hangat author
         😊❄

PROMISE               heart,memories,and you✔ [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang