Chapter 14

350 39 6
                                    

Kabut dan malam, menyelubungi dedaunan emas hutan Lothlorien. Wangi manis menguar di udara. Bayangan Yavannamire; pohon tinggi berdaun hijau satin dan buah semerah rubi, terkenang di benak Galadriel, bersama masa-masa yang indah. Kala dunia masih muda, vitalitas memancar dari titik debu terkecil hingga tetes hujan terakhir, dan pepohonan kudus anugerah Valar belum jadi barang langka di Arda.

Sang Lady berpaling.

Halimun diembus bayu, melukiskan sebuah sosok. Bagaikan wraith, ia mengambang di atas puspa Niphredil, namun tiada kekejian memancar darinya. Karena ia adalah penampakan gaib Elrond dari Imladris, penyandang Cincin Angin Vilya, menantu Galadriel sendiri.

Bisikan merdu, kata-kata dalam Quenya, melayang selembut sutra jatuh di keheningan. Mungkin sebagai penyeimbang, karena berita yang disampaikan sang Penguasa Rivendell bukanlah kabar yang menyenangkan untuk didengar. Lord Cirdan menginginkan Majelis Putih berkumpul. Walau alasannya tak diutarakan, Galadriel bisa menerawang penyebabnya.

Dan Mithrandir ... meskipun Elrond menyampaikan kesaksian Cirdan akan keadaan si Istar Kelabu, yang sehat-sehat saja tanpa kekurangan suatu apa, Galadriel tak dapat mengenyahkan kegelisahannya. Mimpi buruknya mengenai Olorin bukanlah buah khayal, melainkan peringatan.

Keharuman Yavannamire pelan-pelan susut. Sosok gaib Elrond pun memudar, meninggalkan Lady Dwimordene dalam pertimbangan-pertimbangan.

Sejak memimpikan peristiwa terbunuhnya Gandalf, Galadriel didesak keinginan untuk melihat Cermin Airnya. Namun terus ia abaikan rasa hatinya itu, lantaran takut pada visi yang akan ditampakkan Cermin. 'Sepertinya kini, tak boleh ada lagi penundaan.'

Tanah Lothlorien terasa sejuk dan gembur di telapak kakinya. Rumput dan lumut menebar bak permadani. Galadriel menuruni undakan-undakan yang mengantarkannya ke lahan terbuka di kedalaman belantara, di mana sebuah altar batu bundar berdiri tersendiri. Mata air memancar tak jauh, merembesi lilitan akar-akar pohon raksasa dan terkumpul pada sebuah kolam kecil. Ia mengambil air dengan bejana, lalu menumpahkannya ke dalam pinggan perak yang tergeletak di atas altar.

'Di mana kau, Olorin?' Dengan hati berguncang Galadriel menunduk, menatap permukaan Cermin Airnya.

Dari bening, air dalam wadah perak itu berubah putih. Putih nan menyilaukan. Galadriel mengernyit tak mengerti, sampai akhirnya warna itu mulai mewujudkan tak hanya satu sesuatu tetapi ribuan.

Lily putih Valinor.

Galadriel menekap mulutnya, menahan isak tangis yang seketika meluap di tenggorokan. Ia memalingkan muka, gemetar. Bulir-bulir airmata berjatuhan di pipinya.

Olorin, sahabatnya tersayang, sudah tiada lagi di Arda.

Ia terengah-engah, berjuang mengendalikan diri, kendati rasa sakit di dadanya tak tertawarkan.

Pertanyaan mendadak muncul. Bila Istar Kelabu telah berpulang ke Tanah Para Valar, lantas siapa 'Mithrandir' yang dijumpai Cirdan?

Sedih dan bingung, Galadriel kembali menengok ke dalam Cermin. "Mithrandir ..." ujarnya dengan suara menggeligis, "perlihatkan padaku di mana si Pengelana Kelabu!"

Air di Cerminnya bergelombang, memperlihatkan Rhosgobel di perbatasan barat daya Mirkwood. Galadriel tercengang melihat Thranduil dan para Perinya, juga Lord Glorfindel di pondok Si Tua Radagast. Bahkan Haldir dan regu yang ia utus pun ada di sana.

Galadriel resah. Ia merasa sesuatu yang buruk telah terjadi.

Setitik nur mendadak berpijar, dan sesaat setelahnya kupu-kupu cahaya dalam jumlah tak terkira mengudara mengelilingi kediaman si Jubah Coklat Aiwendil. Kehangatan tak cuma tersiar dalam pandangan, ia bahkan memancar menembus Cermin Galadriel. Sihir Putih yang kuat, tetapi asing ... dan di pusat cahaya terang, Galadriel menemukan yang ia cari.

The Grey MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang