Seorang cowok berpakaian seragam putih abu - abu -dengan badge name-nya yang bertuliskan Aidan Alano A.A yang merupakan nama lengkapnya- sedang berjalan sendirian menuju toilet cowok yang berada di lantai satu sekolahnya.
Ketika sedang berjalan, tak jauh dari tempatnya, ia melihat seorang cowok dan cewek yang familiar baginya sedang mengobrol tidak jauh dari pintu kelas X-2, tak lama sang cowok yang tadi dilihatnya masuk ke ruang kelas X-2.
Alan berjalan menghampiri si cewek yang sedang duduk sendirian. Ia melihat si cewek tadi menundukkan kepalanya.
"Hei. Lo kenapa nggak masuk kelas?" Sebuah sapaan dan pertanyaan keluar dari mulut Alan ketika dirinya sudah duduk di sebelah cewek tadi yang biasa dipanggilnya Ana.
"Eh. Kakak ngapain disini?" Lana atau Ana mendongakkan kepalanya begitu ia mendengar seseorang menyapanya.
"Jawab dulu pertanyaan gue!"
Cklek
"Lana, eh lo ngapain disini Lan?" Seseorang yang baru saja menutup pintu kelas X-2 tadi kaget melihat Alan berada di sana bersama Lana.
"Gue mau ke toilet tadi. Lo bukannya X-3 Vit?" Jawab dan tanya Alan pada Vito.
"Iya. Gue ada urusan sama Lana. Oh iya Lan, gue ngurus izin lo sama gue ke BK dulu ya."
Lana hanya menganggukkan kepalanya.
"Lo belum jawab pertanyaan gue." Ucap Alan setelah Vito pergi.
"Mau pulang." Jawab Lana singkat, yang kembali menundukkan kepalanya.
"Kenapa pulang? Sakit? Lo kok kalo ngomong sama gue bawaannya nunduk mulu sih?" Tanya Alan beruntun.
Lana hanya menjawabnya dengan gelengan kepala.
"Gue nanya capek - capek, lo cuma gelengin kepala." Ucap Alan sedikit jengkel.
"Maaf." Ucap Lana meminta maaf.
"Lo kenapa pulang?" Tanya Alan, lagi.
"Papa meninggal." Ucap Lana singkat dan mengalirlah kembali air matanya yang baru saja kering.
Alan langsung memeluk Lana ketika mendengar jawaban Lana. Ia ikut merasakan kesedihan yang dialami Lana begitu ia melihat air mata Lana yang terus mengalir.
"Jangan nangis, yang sabar ya." Ujar Alan sambil tangannya mengusap bahu Lana yang masih menangis.
"Lan, gue udah dapat izin nih. Pulang sekarang?" Vito berbicara sedikit pelan begitu melihat Lana kembali menjatuhkan air matanya.
"Iya." Lana melepaskan pelukannya dengan Alan.
"Gue anterin?" Tanya Alan pada Lana.
"Nggak usah. Makasih. Sama Vito aja." Jawab Lana.
"Nggak papa, gue ikut nganterin."
"Nggak..."
"Nggak boleh nolak!!" Sela Alan sebelum Lana menolaknya.
¤¤¤¤¤
15 menit kemudian Lana, Alan dan Vito sampai di rumah Lana yang sudah ramai para pelayat.
Melihat itu, seketika Lana kembali menangis. Alan dan Vito yang yang melihat Lana menangispun kembali merasa iba."Lan, jangan nangis terus! Kasihan bokap lo." Ucap Vito.
Lana tidak menjawab ucapan Vito, tapi ia langsung berlari masuk ke dalam rumahnya.
Sampai di dalam ia melihat ayahnya sudah ditutupi kain putih dan dingajikan oleh para saudara dan tetangga.
Di dekat ayahnya, ia melihat mama dan adiknya yang juga sedang menangis. Ia langsung menghampiri sang mama.
"Ma, maafin Ana. Gara - gara Ana papa jadi kayak gini." Ucap Lana sambil menangis.
Di depan pintu, Adit, Alan dan Vito melihat Lana yang sedang memeluk mamanya.
"Bang gue turut berduka cita ya." Ucap Vito pada Adit.
"Iya Vit, makasih lo udah anter Ana pulang." Ucap Adit.
"Lo siapa? Temen Ana?" Tanta Adit pada Alan yang berada di samping Vito.
"Gue Alan. Kakak kelasnya Vito sama Alana." Jawab Alan sambil mengulurkan tangannya bermaksud untuk menjabat tangan Adit.
"Oh. Gue Adit. Kakaknya Alana." Aditpun membalas uluran tangan Alan.
¤¤¤¤¤
"Bu, saya mau nanya." Ucap Vie setelah waktu pelajaran guru yang tadi mengajar selesai.
"Iya Vi, ada apa?" Tanya sang guru yang biasa dipanggil Bu Diah.
"Tadi Vito kenapa ngajak Lana pulang ya bu?" Tanya Vie tanpa basa - basi.
"Papa Lana meninggal." Jawab Bu Diah singkat.
"Sumpah demi apa bu?" Teriak Vie.
"Zaviera, ada orang meninggal itu ucap Innalillahi bukan malah teriak." Tegur Bu Diah mendengar teriakan Vie.
"Maaf bu. Reflek. Yaudah bu makasih." Ucap Vie yang kemudian mencium tangan Bu Diah dan kembali ke tempat duduknya.
¤¤¤¤¤
Rombongan dengan pakaian yang didominasi warna hitam telah sampai di Tempat Pemakaman Umum yang dekat dengan gang rumah Lana.
Hampir semua anggota keluarga Lana menitihkan air matanya terutama Lana dan mamanya.
"Mah, jangan nangis terus." Ucap Adit lembut pada mamanya yang berada di pelukannya.
"Papa nggak ada mas." Ucap sang mama pada Adit.
"Usah ma jangan nangis. Masih ada aku, Ana sama dek Ara." Ucap Adit.
Tak ada sahutan dari sang mama.
Sementara Lana masih diam saja memandangi proses pemakaman sang papa.
"Pa, mbak Na minta maaf. Gara - gara mbak Na papa jadi gini. Mbak juga belum bisa banggain papa. Maaf pa. Makasih papa udah jadi papa terbaik bagi kami." Ucap Lana dalam hati.
¤¤¤¤¤
Bersambung
20 Maret 2017
Vote and Coment, please!!!
Sorry kalo makin nggak jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not the Same
Teen FictionSatu detik. Satu menit. Satu jam. Satu hari. Nggak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, kecuali Sang Maha Tahu. Akan ada perubahan yang terjadi dalam setiap kehidupan makhluk-Nya termasuk juga... perasaan? Hati? Sakit? Sedih? Tentu semua...