Jangan lupa Vote dan coment ya!!
Seorang gadis dengan seragam olahraga sedang mengintip ke dalam ruang kelas --yang bukan kelasnya-- dan menengok kanan kiri saat akan memasuki kelas tersebut untuk memastikan tidak ada yang melihatnya.
Gadis tersebut menuju sebuah bangku yang sudah dihafalnya. Ia membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah surat yang hampir setiap hari dibuatnya. Tangannya memasukkan surat tersebut ke laci meja yang lumayan dalam agar tidak dilihat ataupun diambil orang lain.
Saat tangannya masuk ke laci, tak sengaja disentuhnya sebuah kertas lain. Ia mengambilnya dan memasukkannya ke dalam tas untuk dibacanya nanti.Gadis tersebut bergegas keluar dari ruang kelas tadi agar tidak ketahuan oleh orang lain.
∆∆∆∆∆
Kelas 10-2 sedang melakukan pemanasan di lapangan voli dengan dipimpin oleh seorang laki - laki dengan tubuh atletis yang merupakan anak kelas 10-2 juga saat sang ketua kelas datang dari tempat guru piket.
"Oi, kita disuruh nyelesaiin pemanasan abis itu olahraga sendiri. Soalnya pak Diki ngurusin anak basket yang lagi lomba. Tapi dilarang ninggalin lapangan sebelum jam olahraga selesai." ucap Ginza, sang ketua kelas yang membuat anak - anak perempuan bersorak senang.
"Yeyy. Gak usah capek olahraga."
"Horee. Gue nggak jadi item."
"Yah. Kok nggak boleh ninggalin lapangan sih."
"Gapapa deh. Yang penting bebas."
Seruan - seruan kebahagian juga kekecawaan terdengar dari beberapa anak perempuan yang berdiri berdekatan.
"Ngobrolnya nanti lagi!" teriakan dari Ginza menghentikan seruan - seruan tersebut.
Akhirnya mereka melanjutkan pemanasan hingga selesai, kemudian para anak cowok mengambil beberapa bola untuk mereka gunakan berolahraga, beda halnya dengan anak perempuan yang memilih berjalan ke pinggir lapangan, duduk dibawah pohon besar, ada juga yang izin ke kelas sebentar untuk mengambil handphone. Mumpung nggak ada pak Diki katanya.
Lana dan Vie duduk bersebelahan sambil memegang handphone masing - masing.
"Eh Lan, kemarin kak Alan tuh ngajak gue ngobrol terus tau. Coba aja itu lo, pasti deh lo seneng banget." Vie duduk menyamping menghadap Lana yang tadinya fokus melihat layar handphonenya, namun begitu mendengar satu nama yang 'sakral' baginya langsung saja ia mematikan handphonenya.
"Ngomongin apa aja?" tanya Lana singkat meski didalam hatinya banyak yang ingin ditanyakannya.
"Yaelah. Gue kira lo bakal heboh kayak waktu gue bilang dia udah putus. Eh malah biasa aja." Vie membenarkan lagi posisi duduknya menjadi menghadap depan saat mendengar pertanyaan Lana yang singkat.
"Gue kan nggak kayak lo. Apa - apa heboh gitu. Buruan mau ngasih tahu nggak? "
"Yee. Ngatain malah. Dia cuma nanyain hal - hal biasa sih. Yang kayak 'gimana di Bumi Pertiwi? Seru?' tapi ada satu pertanyaan yang gue sukain nih." ucap Vie dengan tersenyum sambil menaik turunkan alisnya diakhir ucapannya.
"Apaan emang?"
"Si An.." belum selesai Vie berbicara, seorang cowok berdiri kemudian berjongkok didepannya.
" Vi, lo mau nggak jadi pacar gue?" ungkap seseorang tadi sambil menggenggam tangan Vie.
"Hah?" Vie hanya bisa melongo mendengar ungkapan cowok tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not the Same
Teen FictionSatu detik. Satu menit. Satu jam. Satu hari. Nggak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, kecuali Sang Maha Tahu. Akan ada perubahan yang terjadi dalam setiap kehidupan makhluk-Nya termasuk juga... perasaan? Hati? Sakit? Sedih? Tentu semua...