[17]

70.8K 5.7K 107
                                    

~Italic: Flash back

Namanya Kevan Wiratama. Cinta pertama yang berhasil merangkap status sebagai kekasihku.

Mendapatkan Kevan sebagai kekasih serasa mendapatkan jackpot. Bagaimana tidak? Lelaki yang juga menjabat sebagai kapten tim basket sekolah ini adalah salah satu incaran para gadis seantero sekolah. Tidak hanya jabatannya yang membuat Kevan terlihat keren, tetapi paras rupawannya juga menjadi kelebihan tersendiri bagi Kevan.

Kevan memiliki lekukan wajah yang sempurna. Hidung lancip, rahang tegas, bibir tipis, serta kulit putih bersih yang melengkapinya. Ditambah dengan tubuh tinggi tegap menjulang, membuat sosoknya semakin sempurna. Layak dijadikan rebutan di kalangan para siswi. Beruntung aku lah yang mampu menarik perhatian Kevan, bahkan meraih hatinya.

"Lis, ayam sama sawinya nggak kamu habisin?" tanyanya ketika kami tengah menikmati santap siang di kantin sekolah. Aku menggeleng untuk menjawab pertanyaannya.

"Kebiasaan deh buang-buang makanan," keluhnya sembari mengambil alih mangkukku yang di dalamnya masih terdapat potongan ayam dan sawi hijau.

Ini memang kebiasaanku ketika memakan mie ayam. Menyantap habis mienya lantas menyisakan potongan ayam dan sawi hijaunya. Kadang kuahnya juga masih tersisa. Kevan selalu mengomeliku karenanya, akan tetapi dia tetap dengan senang hati menghabiskan sisa makananku.

"Van, entar aku mau ke toko buku. Mau nemenin nggak?"

Kevan yang tengah menghabiskan potongan ayam dan sawi hijau yang ku sisakan mengernyit sebentar. Lelaki itu tampak mengingat-ingat jadwalnya hari ini sebelum mendesah penuh penyesalan. Sepertinya aku akan mendapatkan jawaban yang tidak diinginkan darinya.

"Maaf, Lis. Aku disuruh Mama jemput dia di bandara."

Aku tidak mampu menyembunyikan kekecewaanku. Dibuktikan dengan dengusan kecewa yang mudah sekali ku loloskan. Namun, apa mau dikata. Aku juga tidak mungkin egois dengan meminta Kevan untuk lebih memprioritaskanku ketimbang Mamanya. Memangnya aku mau punya pacar yang durhaka kepada ibunya?

"Ya udah. Nanti aku minta Aya buat nemenin ke toko buku."

"Jangan marah dong cantik!"

Dia me-nowel pipiku dengan jari telunjuknya. Membuatku menggulum bibir guna menahan senyum. Aku tengah merajuk, yah masa sudah senyum hanya karena Kevan menyebutku cantik.

"Tapi, inget kita ada janji nonton hari Sabtu besok!"

"Siap, Nyonya Besar!" Kevan meletakkan telapak tangannya di sebelah pelipis bertingakah seolah tengah hormat kepadaku. Mau tidak mau aku terkekeh melihat tingkahnya.

Kevan yang seperti ini adalah Kevan yang ku sukai. Satu-satunya milikku.

.
.
.

Sorry, cintaaaa.... Aku harus nemenin Mama ke Bogor ini 😣 Nontonnya ditunda yah... 😥

Aku mendengus ketika membaca pesan yang baru saja Kevan kirimkan kepadaku. Dia membatalkan janjinya lagi, dan ini bukan untuk yang pertama kali.

Beberapa bulan belakangan ini Kevan sering sekali membatalkan janjinya denganku. Terkadang dia juga absen mengantarku pulang. Selalu saja beralasan. Yang paling sering dia menggunakan Tante Winda---Mamanya sebagai alasan. Mau tidak mau aku yang mengalah. Yah, masa mau berebut Kevan dengan calon mertua.

"Lho, nggak jadi pergi? Katanya nonton?" tanya Mas Rey ketika aku malah menempatkan diri duduk di sebelahnya.

"Kevan nggak bisa. Katanya mau nganter Mamanya, Mas," jawabku dengan muka masam. Pandanganku lurus ke arah televisi yang tengah menyala. Sedang sebelah tanganku sudah sibuk merogoh kacang atom di bungkusan yang sedang dipegang Mas Rey. Aku sedang kesal, jadi melampiasakannya dengan kacang atom yang sekarang ku makan dengan ganas.

A Kiss for MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang