[30]

77.9K 5K 180
                                    

Aku sudah lama mengetahui bagaimana perasaan Kirana kepada Mas Bian. Walau dia tidak menyatakannya secara langsung, dari pandangan mata dan perilaku sudah menunjukkan bahwa Kirana menaruh hati pada suamiku. Aku hanya tidak menyangka jika dia menggunakan berbagai macam cara untuk bisa menggantikan tempatku di sisi Mas Bian.

Secara lengkap Tante Winda menceritakan keterlibatan Kirana dalam masalah rumah tanggaku. Mulanya, Tante Winda mengenal Kirana sebagai anak Bu Sekar--teman arisannya. Mereka memang beberapa kali bertemu dan saling menyapa, tetapi tidak pernah berbincang dalam hal apa pun. Hingga suatu waktu Bu Sekar ditemani Kirana datang menjenguk Kevan ke rumah sakit. Satu kebetulan yang mengantarkan Kirana pada keputusan memanfaatkan Kevan untuk mengganggu rumah tanggaku dengan Mas Bian setelah melihat fotoku dan Kevan semasa SMA dulu.

"Tante juga bingung waktu Kirana datang ke rumah sakit sendirian," Tante Winda melanjutkan ceritanya. "Apalagi waktu menanyakan soal foto yang dipajang Kevan. Tante ceritalah kalau yang di foto itu Kevan sama mantan pacarnya dan Tante lagi mencari mantannya Kevan itu."

Aku ingat betul foto yang dimaksud Tante Winda. Foto yang juga disebutkan perawat yang menemuiku di masa kritis Kevan. Mengingat wajahku tidak berubah terlalu banyak, pantas saja Kirana mengenali perempuan yang berfoto bersama Kevan adalah diriku.

"Kirana bilang dia mengenal kamu. Jadi, dia berbaik hati memberikan kontakmu ke Tante, Lis. Termasuk nomor baru kamu. Dia juga yang memberi tahu ke Tante."

Pantas saja Tante Winda masih bisa menghubungiku meski sudah berganti nomor, ternyata itu juga ulah Kirana. Aku memang memberikan nomor baruku agar dia bisa mudah menghubungiku jika terjadi sesuatu pada Reka di sekolah. Ternyata malah dimanfaatkan olehnya dengan sangat baik. Pintar sekaligus licik.

"Jadi ...." Secara bergantian aku melemparkan pandangan pada Mas Bian dan Tante Winda. "Yang waktu aku lihat di rumah sakit memang Kirana?"

"Iya," jawab Mas Bian sembari menggenggam telapak tanganku. "Awalnya aku nggak percaya. Tapi begitu Mama cerita kalau Tante Winda itu teman arisannya Mami, aku mencoba cari tahu. Dan ternyata memang Kirana sama Tante Winda saling kenal. Mereka bahkan merencanakan sesuatu yang jahat untuk rumah tangga kita," lanjutnya sembari melemparkan tatapan penuh intimidasi ke arah Tante Winda.

Jelas lah sudah mengapa Tante Winda begitu terintimidasi oleh Mas Bian. Rupanya dia mempunyai rencana buruk yang akhirnya diketahui suamiku. "Kalian merencanakan apa?"

"Lis ...." Kevan menyela sebelum ibunya menjawab pertanyaan dariku. "Yang Mama lakukan adalah untukku. Aku harap kamu jangan membencinya."

"Sudah saya bilang, ini urusan ibu anda Tuan Kevan Wiratama."

"Tapi saya lah yang menjadi akar permasalahan. Saya berhak ikut campur Bapak Abyan Bagaskara."

Sepertinya bukan gagasan yang bagus membiarkan Kevan dan Mas Bian berada dalam satu ruangan. Mereka terus saja menyela dengan perdebatan tidak penting. Kalau begini, cerita mengenai rencana Kirana dan Tante Winda tidak akan selesai karena mereka terus saja berperang melalui kata-kata.

"Seperti yang dibilang Kevan, ini demi kebaikan dia. Tante akan melakukan apa pun, meski menghancurkan kehidupan orang lain," Tante Winda melanjutkan penjelasannya sembari menundukkan kepala. Aku merasakan penyesalannya yang begitu besar. "Maka waktu Kirana menawarkan sebuah kerja sama untuk memisahkan kalian, Tante menerimanya. Karena Tante merasa itu menguntungkan. Tante bisa mendapatkan kamu untuk Kevan dan Kirana mendapatkan Bian."

Sebuah simbiosis mutualisme yang luar biasa. Aku mengerti mengapa selama ini Tante Winda menyembunyikan statusku sebagai seorang wanita yang sudah menikah, kerap meninggalkanku berdua saja dengan Kevan, dan kerap mengomporiku agar terus bertemu dengan Kevan. Inilah tujuannnya. Dan aku benar-benar nyaris terjebak karena rasa simpati menyebalkan ini.

A Kiss for MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang