-25 First Snow

1.2K 149 55
                                    

"Ya! Jangan mengada-ada!" omel Sooyoung yang kini tetap asik menonton televisi. Sementara di sisi lain, Sungjae malah sibuk merajuk—menampakkan sisi kekanakannya sekali lagi.

"Aku bosan! Ayo keluar, bukannya tadi kau mengiyakan?" Sungjae kali ini tak hanya merajuk, ia bahkan merebut remote televisi—yang menarik perhatian Sooyoung beberapa jam ini— dan mematikannya, membuat dirinya sendiri mendapatkan masalah baru selain omelan.

"Ya!!" Sooyoung mendengus lalu mengacak poninya frustrasi, "apa kau tidak lihat berita? Malam ini akan sangat dingin dan lebih baik kau tidak kemana-mana. Lagian kapan aku mengiyakan, bodoh!"

"Tadi kau diam, dan itu artinya 'IYA'. Lagian yang di tv itu hanya ramalan. Kita tidak pernah tahu apa-apa jika tidak mencobanya langsung!" ia kembali bersikeras, berusaha mempertahankan keinginannya.

Sooyoung berhenti sejenak lalu memasang glare ke arah Sungjae, "sebenarnya apa alasan kau ingin sekali keluar malam ini? Kau pasti sedang merencanakan hal busuk lainnya, kan?"

Jangan salahkan jika ia menaruh curiga pada tingkah aneh lelaki itu. Sungjae sudah terlalu familiar dengan sikap tak terduganya, yang terlampau sering menjadikannya korban. Jika hal itu di-blend dengan sikap manjanya yang seperti ini, maka bisa jadi ia akan menjadi lebih kacau.

Apa lagi yang ia inginkan? Apa dia sedang merencanakan sesuatu?

Sungjae manyun, namun balik sinis menatap Sooyoung. Seperti biasa, ia akan berpihak pada harga dirinya, dan terus sesumbar dengan dirinya yang penuh kuasa, "mau apa kau tahu?! Suka-suka ku mau ke mana."

"Ya, sudah. Pergi saja sendiri, kenapa malah memaksaku?!" balas Sooyoung sambil memelet.

Sepertinya, Sungjae sudah kalah debat kali ini. Bukan prioritas baginya untuk berjalan-jalan keluar—apalagi jika ia harus menyiksa dirinya sendiri yang benci dengan udara dingin. Namun ia memiliki intensi yang kuat terhadap dengan siapa ia akan keluar pada malam ini.

Sejak Sooyoung muncul di hadapannya siang tadi, Sungjae sudah memikirkan bagaimana cara mengganti hari bahagia Sooyoung yang dirusaknya pada waktu itu. Ia ingin mengembalikan senyum itu, sehingga ia tak akan punya utang.

Jadi, buat apa ia pergi jika tak bersama dengan Sooyoung?

Sudah terjawab sebenarnya apa yang akan ia timpali pada pernyataan Sooyoung terakhir kali. Namun lagi-lagi, harga diri bangsat itu menahannya untuk menjawab 'aku hanya ingin pergi denganmu', dan mendorongnya berkata yang lain, "bagaimana bisa kau tega menyuruh orang sakit sepertiku pergi seorang diri? Kau harus menemaniku!"

"Ya!" Sooyoung mendekat, membuat jarak spasi antara mereka semakin berkurang. Tak ayal, Sungjae sempat mundur sejenak merespon tindakan tiba-tiba Sooyoung, "kau tahu kalau kau sakit, lalu kenapa kau bersikeras mau pergi? Bodoh!"

Sooyoung menoel dahi Sungjae dan bangkit dari posisinya. Ia sebenarnya tak ingin melakukan hal itu, namun ia malu-malu saat menyadari bahwa wajah tampan itu berada tak jauh dari wajahnya sendiri. Ia berakhir semerah kepiting rebus dalam hitungan detik. Sayangnya, Sungjae tak cukup peka untuk menyadari itu.

"Kalau kau bersikeras untuk pergi, maka aku akan pulang," ancamnya yang sepertinya harus ia sesali kemudian.

Mengapa ia menyarankan dirinya sendiri untuk tinggal? Bukankah itu adalah opsi yang sangat bodoh? Salahkan dirinya yang salah tingkah saat itu. Mulut dan otaknya jadi tak berkordinasi dengan baik—dan itu pertanda buruk.

Author-nim • 「 sungjoy 」 (hiatus for a moment)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang