#27 Cringey

1.4K 152 68
                                    

Digandeng oleh lelaki tampan yang wajahnya berwara-wiri di layar kaca dan majalah, tentu saja jadi mimpi setiap wanita normal di luar sana. Tapi, sepertinya hukum itu tidak berlaku untukku.

Lagian ini bukan digandeng layaknya adegan-adegan romantis di dalam drama picisan. Aku digiring. Lebih tepatnya ditarik paksa untuk mengikuti lelaki tampan yang kusebutkan tadi.

"Ya! Lepas, bodoh!" runtukku setengah berbisik. Sepertinya aku akan dihina mati-matian oleh fans fanatik lelaki tampan gila nan sombong ini, jika mereka tahu aku menghardik lelaki kesayangan mereka. Tapi sayangnya, aku tidak peduli. Siapa suruh dia brengsek.

"Oppa," lagi, dia mengingatkan. Seolah-olah aku ini penderita alzheimer, yang perlu diingatkan berulang-ulang untuk memanggilnya 'oppa' sampai telingaku panas.

"Oppa..." suaraku makin kupelankan, dan dengan terpaksa kupanggil dia seperti keinginannya. Kalau tidak begitu, dia akan ngambek padaku—dan itu lebih mengerikan, "kuingatkan padamu. Ini mall, dan kau aktor. Apa kau tidak menyadarinya sikonnya?"

"Aku tahu," dia tersenyum. Singkat benar jawabannya itu, "tapi aku hanya ingin mewujudkan khayalan-khayalanmu itu."

Seenteng kapas ia berkata, seakan-akan tidak ada yang salah dengan apa yang telah ia lakukan. Apa dia gila? Atau aku yang gila? Dan.. khayalan apa?—jangan tanya, aku sendiri bingung.

"Huh? Khayalan? Lalu kenapa kau menyeretku seperti ini?!" aku berusaha berhenti. Hal itu kulakukan sebagai aksi protes karena digiring seperti sapi.

Aku Sooyoung. Bukan sapi—dan aku lebih cantik tentu saja, maka dari itu aku protes!

Sungjae masih berusaha menarik, tapi kalah dengan kegigihanku. Dia berbalik, menatapku dan menghela nafasnya pelan, "kau ini.." dengan sekali pergerakan ia memindahkan tangannya ke bahuku, merangkul badanku agar mendekat padanya. Di posisi ini dia kembali berbisik, "jangan ribut, nanti semua orang malah berpikir aku macam-macam padamu."

Ingin kukatakan bahwa itu benar, dia memang macam-macam padaku. Bukan hanya satu macam, dia sudah berulang kali membuatku terlihat seperti gadis bodoh yang begitu patuh di bawah ketiaknya.

Namun sayangnya dia benar. Aku patuh seperti gadis yang bodoh. Dan herannya, aku baik-baik saja dengan itu—palingan aku hanya mengomel dan dongkol beserta kawan-kawannya.

Sebelum aku sempat protes lagi, ia sudah membawaku masuk ke dalam salah satu brand store terkenal di mall itu—namanya susah disebut jadi kuabaikan saja.

Sungjae lantas melepaskan rangkulannya dariku, dan dengan santai duduk di salah satu kursi tamu. Dengan lihai ia memanggil pramuniaga dan menunjuk ke arahku, menunjukkan kedudukan kastanya dihadapanku.

Dengan perintahnya, salah satu pramuniaga pun menghampiriku. Ia mengarahkanku ke etalase-etalase mereka untuk menunjukkan pakaian trend mereka pada musim ini.

Hampir jatuh rahangku ketika melihat price tag yang terpasang di pakaian yang aku lihat. Bahkan nominal penulisannya saja tidak menggunakan mata uang Won, melainkan USD.

Kalau kuhitung kasar, satu dress tartan print di tempat itu bisa mencapai ₩3500000—cukup untuk hidupku selama sebulan, tanpa menghemat jatah makan akhir bulan. Sebuah nominal yang fantastis hanya untuk kain yang bisa dijadikan perca kapan-kapan.

Apa Sungjae beranak duit? Ataukah dia bos sindikat bisnis ganda uang, seperti yang biasanya aku lihat di televisi? Jika tidak, maka aku tidak tahu lagi mengapa nominal harga seperti itu terasa sangat mudah baginya.

Author-nim • 「 sungjoy 」 (hiatus for a moment)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang