Hari pertama aku menjadi babu Tate, sebenarnya aku sudah malas sekali masuk sekolah. Andaikan saja aku bisa membolos sampai masa baktiku pada Tate habis… Ahh rasanya aku tidak punya muka untuk bertemu dengannya sekarang. Huaaaaaaaaa gimana ini?
“Pa, aku bolos ya?”
“Ya.” Sial! Bukan itu jawaban yang aku inginkan sebenernya, tapi Papa memang selalu begitu. Dia tidak akan perduli aku mau masuk sekolah atau tidak, yang penting nilai raportku harus mendapat rata-rata minimal 85. Dan menurut kalian gimana caranya aku dapet nilai bagus kalau nggak masuk sekolah?
“Pa, Hani serius” Aku mengambil duduk disebelah Papa, yang sedang sibuk membaca Koran. Beliau melipat Koran-nya, kemudian menoleh padaku.
“Kenapa kok pengen bolos?” tanya Papa akhirnya. Nah, ini lho jawaban yang aku mau!
“Hani dipaksa ikut lomba debat, Pa.” Dan mengalirlah seluruh cerita menyedihkanku, dimulai dari pengejaran Bu Nela, sampai hari ini dihari pertama aku menjadi babu. Minus ciuman dari Tate, tentu saja. Aku belum mau mati muda.
Dan tau reaksi Papaku? Beliau malah tertawa dengan sangat puas. Menyebalkan? Sangat!
“Papaaaa, Hani serius tauuu” Aku mencebikan bibir sambil bersidekap.
“Ya habisnya kamu ini lucu banget,” Papa berkomentar sambil meminum kopi pagi-nya. “Kalau memang mau belajar debat, kenapa nggak belajar ke coach itu? Siapa namanya?”
“Galang.” Sahutku singkat.
“Nah, kenapa nggak belajar sama dia saja? Sudah gratis, difasilitasi, kamu tidak perlu melakukan apapun.” Komentar Papa membuatku makin mencebikan bibir.
“Ya Papa gatau sih gimana nyebelinnya diaaaa…” Aku menjawab dengan ketus.
“Yang Papa lihat, dia bukannya menyebalkan. Dia hanya memacu semangatmu, agar mau berusaha.” Komentar Papa, “Galang bisa mengimbangi sikap kamu, cocok buat dijadikan suami tuh.”
“PAPA!!”
“Hush, nggak baik anak perawan teriak-teriak.” Komentar Papa ringan, “Berangkat sana! Awas ya kalau nilai kamu turun gara-gara ini.” Papa berdiri dan memakai jas-nya, aku sendiri menyalami-nya dan berjalan ke mobil dengan ogah-ogahan. Ternyata cerita sama Papa nggak ada untungnya! Bukannya dicariin solusi, malah pake bicara tentang suami-suami.
Sampai disekolah, aku langsung mengirim sms ke sahabat-sahabatku. Dan ternyata mereka semua sudah berangkat, aku langsung mengarahkan langkahku menuju kelas 12 IPA 4. Tapi saat aku melewati kelas 12 IPA 3, Tate langsung menghentikan langkahku. Aku menatapnya kaget.
“Apaan sih lo?” tanyaku ketus.
Dia menaikan alisnya, “Sopan ya babu ngomong gitu ke majikan?” tanyanya dingin. Ha? Sekian detik aku agak melongo dengan kata-katanya, kenapa kesannya aku beneran jadi babu-nya sih? Uhhh, sabar Hani.. Sabar!!
“Maaf,” Gumamku akhirnya, sambil menahan bibirku untuk cemberut. Tate tersenyum dingin, kemudian menyingkir dari hadapanku.
“Babu pintar,” katanya sebelum masuk lagi ke kelas. Apaan banget deh tuh cowok! Rese! Nyebelin!
Aku melanjutkan perjalanan ke kelas, dan melihat semua sahabatku sudah berkumpul dan mengobrol dengan asik. Aku langsung berjalan ke arah mereka, dan menaruh tasku. “Hai, guys”
Aya yang pertama menyadari keberadaanku, “Tumben telat, Ha’?” tanyanya heran.
“Tadi ngobrol dulu ama Bokap,” Jawabku santai, “Ada apa nih?” aku bertanya kepo, tadi ketika aku datang, sepertinya mereka sedang ngerumpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love 2 : Love Debate?
Teen FictionCopyright © 2014 by luthfia_AF Cover by kimberlyaurelia WARNING : CERITA BELUM DIREVISI SAMA SEKALI, KESALAHAN DALAM PENULISAN DAN INFORMASI YANG TERMUAT DI DALAMNYA DIBIARKAN APA ADANYA. TERIMAKASIH UNTUK PENGERTIANNYA. Jangan dibaca kalo lo nggak...