Lantunan lagu Never be Alone milik Shawn mendes mengalun dengan merdu di earphone milik seorang gadis cantik bermata bulat, hidung tak terlalu mancung dan bibir tipis yang menawan. Ini lah dia Niki Agustin Wiratama, sang gadis cantik yang akrab disapa Niki atau Kiki. Ia hanya seorang murid biasa dari SMU Harapan Bangsa yang kebetulan menduduki kelas 11 ipa 2 yang notabene adalah kelas unggulan setelah ipa 1.
Polusi yang berasal dari kepulan asap hitam hasil sisa-sisa pembakaran kendaraan seolah menyambut kedatangan Kiki di halte bis ini. Menurutnya ini sudah biasa. Karena jika suasana pagi ditengah kota tanpa adanya polusi itu justru lebih terlihat.... Menyeramkan?
Ia mengeratkan buku agenda rapat osis yang ia bawa dipelukannya dengan dua tangan, sambil sesekali menyenandungkan musik yang ia dengar di earpohone. Kiki memang menggeluti organisasi ini. Setelah terpilihnya ia menjadi anggota osis ia sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan tekun mengikuti ekskul ini. Bagaimanapun juga sulit untuk menjadi orang terpercaya yang bisa masuk eksul ini.
Tak terasa kini Kiki sudah sampai di lingkungan sekolah. Ia bahkan sempat menyapa sang satpam sekolah waktu melewati di gerbang. Langkah kakinya masih terus berjalan menuju koridor kelas yang mulai ramai, tujuannya kini adalah depan ruang tata usaha agar bisa menempelkan ibu jari kirinya untuk melakukan finger print.
"Kiki!!"
Sontak sang empunya nama menoleh ke sumber suara untuk memastikan siapa yang barusan memanggil namanya? Sosok itu menghampiri Kiki sambil berlari kala ia sudah melakukan finger print seperti yang Kiki lakukan beberapa menit yang lalu.
"pantes gak ketemu di bis, kamu berangkat lebih pagi ya?" tanya sosok itu sambil menarik sebelah earphone yang dipakai oleh Kiki
"hehe iya. Mendadak aku pengen berangkat lebih pagi" jawab Kiki sambil mengeluarkan cengiran tanpa dosanya.
Siapakah itu? Siapa yang memanggil Kiki? Kenapa menggunakan panggilan aku-kamu? Jika kalian penasaran siapa dia. Dia adalah Abyan sahabat Kiki dari kecil sejak umur 6 tahun mungkin. Hanya sahabat. Tak lebih. Tak kurang-Setidaknya itu menurut Abyan.
"lain kali kalo mau berangkat lebih pagi bilang donk. Kan aku juga bisa bangun lebih pagi juga trus tetep bareng kamu" kata Abyan sambil merangkul Kiki sayang.
Tiba-tiba wajah Kiki bersemu merah mendapat perlakuan seperti ini. Apakah Abyan tidak tahu betapa malunya Kiki saat ini? Apa Abyan tidak tahu tiap kali ia memperlakukannya seperti ini maka wajah Kiki akan memerah, semerah saus tomat kesukaannya? Apa Abyan tidak tahu jika jantung Kiki pun harus bekerja dua kali lebih cepat jika bersentuhan dengan Abyan? Apa Abyan benar-benar tidak tahu jika....
Jika jika Kiki diam-diam memendam rasa lebih padanya? Lebih dari sahabat. Lebih dari perasaan sayang antara adik dan kaka.
Mungkin benar. Abyan tidak tahu. Dan mungkin selamanya tidak akan tahu tentang perasaan Kiki padanya. Karena dia hanya menganggap Kiki sebagai sahabat.
Kiki tahu, mungkin selamanya ia akan terjebak dalam situasi seperti ini. Status friendzone memang menyedihkan, tapi apalah daya. Mana mungkin ia berani mengungkapkan perasaannya pada Abyan?
Ia tidak ingin memikirkan kemungkinan terburuk bahwa ia akan memiliki jarak yang jauh dengan Abyan. Kiki benar-benar... takut.
Mereka berdua kini berjalan menuju kelas sambil tetap dengan posisi Abyan yang merangkul Kiki. Abyan memang terlihat santai, berbeda dengan Kiki yang berusaha mati-matian menahan malu.
Anak-anak satu sekolahpun sudah tahu hubungan mereka yang memiliki status 'sahabat dari kecil'. Jadi mereka hanya biasa saja kala pasangan? itu lewat.
"Be" panggil Kiki pelan -Be adalah panggilan Kiki untuk Abyan yang sering dipanggil Abi, dan Kiki dengan pandainya mengambil dua huruf terakhir untuk panggilannya, 'Be' yang bisa berarti juga 'Baby'.
"kenapa Ki?"
"kayaknya aku harus ke toilet dulu deh"
"mau di temenin gak?" tanya Abyan sambil menaik-turunkan alisnya genit.
"apaan sih" jawab Kiki sambil melepaskan rangkulan Abyan. "udah ah aku duluan, bye" tambahnya sambil berlari dan melambaikan tangan.
Dan saat itulah nafas Kiki yang sedari tadi sesak bisa juga bernafas lega.
Setibanya Kiki, ia langsung menempati bilik ke 2 kamar mandi yang menjadi langganannya setiap pagi.
Buku agenda yang sedari tadi di pelukannya kini berpaling ke kepahanya ketika ia sudah duduk di closet duduk, tentu dengan penutup closetnya yang sudah di tutup ya.
Kiki segera mengeluarkan semuanya. 4 botol plastik kecil dengan warna yang berbeda, berisikan benda-benda bulat yang berdiameter sekitar 0.7 cm dan benda berbentuk oval yang memiliki panjang sekitar 1 cm.
Benda-benda itulah yang harus diminumnya 3x sehari secara teratur agar ia bisa menghirup udara lebih lama. Agar ia bisa menjejakan kaki dibumi lebih lama. Agar ia bisa bertemu dan tersenyum dengan orang yang ia sayangi lebih lama.... Ayah, teman-temannya juga.... Abyan.
Setelah meminum semua benda itu dengan bantuan air putih kini Kiki berjalan keluar untuk menuju kelasnya. Jam tangannya sudah menunjukan pukul 07.20 yang berarti bel sudah dibunyikan tanda masuk kelas sekitar 5 menit yang lalu.
Untuk mempersingkat waktu ia memilih jalan belakang sekolah, satu-satunya daerah yang sepi, tanpa pengawasan cctv dan tak pernah dikunjungi oleh siswa atau guru. Bahkan guru BP juga tak pernah memeriksa, sebab tembok yang menjulang tinggi dirasa cukup menjadi alasannya.
Langkah Kiki terhenti kala melihat sosok pemuda di sana. Di atas tembok menjulang setinggi 4 meter yang di jadikan pagar pembatas sekolah. Ia sepertinya terpaksa untuk masuk lingkungan sekolah lewat sana, karena suatu alasan. Seperti 'telat' mungkin.
"-brukk"
"Akhh" Kiki memekik kaget sambil menutup mulutnya dengan satu tangan, merutuki dirinya sendiri atas kecerobohannya untuk keceplosan sedikit berteriak.
Kiki benar-benar syok akan pemandangan yang ia lihat beberapa waklu lalu. Matanya yang bulat makin melotot seolah ingin keluar dari tempatnya.
Bayangkan saja seorang pemuda terjun bebas dari ketinggian 4 meter! Sekali lagi 4 meter! Bisakah kalian bayangkan?
Dan sang pemuda akhirnya menyadari kehadiran Niki akbiat pekikannya. Ia meneliti Niki dari ujung kaki hingga ujung kepala. Seolah mencari sesuatu. Hingga akhirnya ia menemukannya, ekspressi kaget dan muka sedikit pucat milik Kiki membuatnya sedikit tertarik untuk memberikan efek lengkungan bulan sabit pada bibirnya.
Tapi ekspresi yang di keluarkan sang pemuda bukanlah sedikit senyuman atau kekehan melainkan.
"Apa? " tanya pemuda itu sedikit ketus tapi cenderung santai, sambil berlalu pergi sambil memakai tas sekenanya meninggalkan Niki dengan ekspresi yang masih sama. []
KAMU SEDANG MEMBACA
One Life [Completed]
Teen FictionTakdir? Ialah hal tak terelakan yang datang dari sang pencipta. Hidup? Tak selalu manis Seperti kopi, kadang yang sedikit pahit itu lebih terasa mantap. Waktu? Yang kutau hanya ada hari kemarin yang tak bisa di ubah. Esok yang tak bisa diduga. D...