16. Jeda,

2.3K 108 8
                                    

Happy reading
[Editing, 2022]

Eza memberhentikan mobilnya tepat di depan pintu masuk gerbang perumahan elit di jalan Pramajaya, "Lo yakin kita turunin disini aja?" tanya Davi memastikan

"Kita antar lo sampe depan rumah gimana?" Kinara menatap ke sumber suara, "Tapi aturan disini selain pemilik unit di perumahan ini kendaraan apapun dilarang masuk" Eza dan Davi mengangguk,

"Dih, emang pemilik unit disini kerjanya jadi intel apa gimana sih sampe aturannya gitu banget" gerutu Dara membuat Eza menyenggol lengannya pelan

Mereka berdua saling bertatapan, "Nyinyir banget dah" ucap Eza membuat Dara mendengus sebal

"Yaudah ya aku turun disini, makasih udah anterin aku"

Dari dalam mobil, Eza dan Dara masih  fokus memperhatikan Kinara yang kini sudah berjalan jauh menuju salah satu rumah besar yang letaknya sangat dekat dari gerbang masuk perumahan tersebut .

Begitu kagetnya Dara ketika dia melihat laki-laki yang menghampiri Kinara

"Itu Zian bukan sih?" ucap Dara membuat Eza bertanya "Mana?"

"Itu yang nyamperin Kinara di depan gerbang rumah besi  warna hitam "

"Lo aja cuma lihat punggungnya, gimana bisa lo yakin kalau itu Zian"

Eza lantas melajukan mobilnya

"Ih tapi gue yakin Eza, laki-laki yang gue lihat itu Zian" ucap Dara meyakinkan Eza

Davi yang sedari tadi menyimak pembicaraan kedua orang di hadapannya lantas bersuara, "Terus kalau emang itu Zian masalahnya apa?" Eza mengangguk setuju

"Gaada kan?" lanjut Eza

Dara diam, "Ya secara kita udah tau kan reputasi Zian dan Gria kayak apa? dan lo denger kan tadi si cewek yang belagak sok manis itu kenal deket sama Gria, terus-"

Eza menempelkan telapak tangan kirinya kemulut Dara, bermaskud untuk menghentikan ucapan Dara. "Udah ya Azkia Dara. Lo itu kenapa sih mikirnyaa jauh banget"  Dara nampak kesal dengan perlakuan sahabatnya itu

Lantas dengan segera Dara menampis kasar tangan Eza, "Tangan lo bau anjinggg" Eza tertawa dengan ucapan sarkas Dara begitupun Davi yang duduk di kursi belakang

Kini Eza semakin berniat mengusili Dara "Nih cium tuh tangan gue," Ucapnya sembari menempelkan tangannya ke wajah Dara

Davi yang melihat pemandangan dihadapannya hanya menyaksikan tanpa berkomentar

                                                                                   *****

Fiora bergegas jalan menuju pintu rumahnya setelah Gria memutuskan untuk mengantarnya pulang, namun gadis itu sedikit kesulitan karena ternyata pintu rumahnya itu terkunci dari dalam.

"Budeee" teriaknya memanggil ART di rumahnya

Beberapa kali tak ada jawaban dari dalam rumah, gadis itu berniat menelfon Astra. Namun ketika gadis itu sedang mencari kontak abangnya suara kunci pintu dibuka terdengar,

"Maaf aku tadi mandi. Bude lagi keluar belanja jadi biar aman aku kunci" laki-laki itu tersenyum lembut

Fiora mendengus pelan, "Apaan si senyum segala, jijik!!"

Pradipta, yang mendengar balasan Fiora hanya tertawa pelan sembari menutup pintu rumah. Laki-laki itu memperhatikan Fiora yang tengah berjalan ke arah dapur, Ia memutuskan untuk mengikutinya. Sesampainya di dapur Fiora langsung mengambil gelas dan menadahkan ke arah dispenser, rupanya gadis itu menekan tombol hangat untuk mengisi gelas kosong tersebut.

Kening Pradipta berlipat, Fiora tak terbiasa minum-minuman hangat ketika dia baru masuk ke dalam rumah. Sepengetahuannya, sejak kecil Fiora akan memilih minuman dingin apapun cuacanya, kalaupun gadis itu minum air hangat itu artinya dia sedang merasakan pening hebat. 

"Pusing banget ya?"

Fiora melirik Pradipta dari ujung mata.

Lantas ia menaruh gelasnya kembali diatas meja, "Mau aku ambilkan obat? tadi siang aku baru beli stok P3K"

Fiora kembali melirik ke arah Pradipta, "Gak" jawabnya ketus

Pradipta menggeser kursi di hadapan Fiora, lantas ia duduk dan menaruh kedua lengannya diatas meja lalu melipatnya. "Kamu sekarang kalau pulang sekolah selalu telat ya, kalau aku perhatiin?"

Fiora membenarkan posisi duduknya, "Lo mending pergi deh dari hadapan gue, gak mood gue ngobrol sama lo!" kini Fiora meletakkan tas ransel miliknya diatas meja. Lalu mengambil ponselnya

Pradipta terus menatap ke arah Fiora, "Setauku Fiora itu paling gak suka kalau di meja makan ada yang main hp" sindir Pradipta tanpa dibalas Fiora

"Apalagi kalau diajak ngobrol,"

Fiora kali ini bersuara, "Itu dulu!" Pradipta tersenyum "Bedanya apa?" tanyanya lembut.

Semakin Pradipta bersikap lembut padanya, semakin merasa jijik gadis itu dengannya.

Fiora bergegas meninggalkan Pradipta di dapur, tak sengaja ia menjatuhkan kantong obat yang diresepkan dokter Sekala tadi siang

Fiora segera menaiki anak tangga menuju kamar tidurnya, "Kamu sakit?" tanya Pradipta yang ternyata mengikuti langkah Fiora dibelakang

Fiora bergegas membuka pintu kamarnya, namun dengan cepat Pradipta menarik lengannya

"Ini obat apa?" kali ini Pradipta bertanya dengan nada suara yang khawatir

Fiora mengambil paksa kantong obat di tangan Pradipta, "Obat biar gue gak makin gila!" Tegasnya lalu membanting pintu kamarnya dengan keras

Pradipta nampak lelah dengan segala repon dari Fiora, "Fi, lama-lama aku capek. Ayo kita ngobrol. Kamu kasih tahu apa kesalahanku sama kamu"

"Kita ini udah jadi keluarga juga loh, kenapa kamu ngasih jarak ke aku" ucap Pradipta bersimpuh di depan pintu kamar Fiora

Fiora yang masih berdiri di belakang pintu lantas melempar benda keras ke pintu kamarnya, "Lo menjijikan anjing!!!"

Gina yang baru saja masuk ke dalam rumah bersamaan dengan Astra nampak kaget mendengar suara yang diciptakan dari kamar Fiora, spontan Gina mendongak ke lantai dua yang mana ia hanya melihat anak sambungnya tengah bersimpuh di depan pintu kamar anak gadisnya

"Dipta?!" panggil Gina membuat sang empunya nama menoleh

Astra menaiki anak tangga bermaksud menjemput Pradipta, "Kenapa lagi?" tanyanya membuat Pradipta berdiri

Pradipta menghela nafas, "Gue cuma mau minta maaf sama Fiora," Astra yang mendengar itu pun hanya menggeleng

"Anak itu batu. Gabisa diajak ngomong baik-baik. Apalagi buat minta maaf atas hal yang gak pernah terbukti salah!"

"Kita turun, ikut makan sama gue. Mamah bawa makanan!" ucap Astra

Fiora yang masih terduduk dilantai kamarnya hanya menitihkan air mata, "Semua orang di rumah ini gapernah tahu sakitnya gue" ucapnya pelan hanya dapat di dengar oleh dirinya sendiri























02.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang