Aku terbangun merasakan rasa sakit di sekujur tubuhku. Mataku melebar menatap sekelilingku. Ingatanku terputar kembali pada kejadian beberapa saat yang lalu. Aku berusaha bangkit dan aku langsung sadar tubuh polosku tak tertutup oleh apapun. Segera kutarik selimut yang ada ranjang milik Kelly dan langsung kubungkus tubuhku dengan selimut itu.
Bau anyir memenuhi indra penciumanku. Darah yang masih sangat segar berceceran di lantai bahkan menempel di tubuhku. Air mataku sudah mengalir deras dan hanya suara isak tangisku yang bisa kudengar di ruangan ini. Sulit bagiku mempercayai semua kenyataan ini. Kenyataan bahwa aku sudah membunuh mereka semua dengan kedua tanganku sendiri. Kueratkan pelukanku pada selimut yang membungkus tubuhku dan aku hanya bisa meringkuk di sudut ruangan, di dalam bayang-bayang.
"Sia! ... Sia! ... Dimana kau?!" Bisa kudengar dengan jelas suara yang begitu familiar untukku, diikuti suara langkah kaki yang semakin mendekat ke tempatku. Tak salah lagi, Dave datang untuk menyelamatkanku. Aku bisa mencium baunya yang kian mendekat ke arahku.
"Pergi!" teriakku dengan histeris saat kulihat bayang-bayangnya sudah berada diambang pintu. Tidak! aku tidak ingin Dave melihatku dalam keadaan yang seperti ini.
"Sia? Ini aku Dave. Dimana kau?" tanyanya begitu masuk ke dalam kamar Kelly. Aku bisa melihat raut wajahnya begitu terkejut melihat seluruh isi ruangan ini.
"Sia ..." pangilnya begitu dia menemukan keberadaanku. Suara langkah kakinya bergerak begitu cepat menuju ke arahku.
"Jangan! jangan mendekat! ... ja ... jangan ... jangan sentuh aku!" teriakku di tengah isakkanku. Aku menundukkan kepalaku dalam, tak sanggup menatap matanya untuk sekarang. Kupeluk selimutku dengan erat dan sesaat kemudian kurasakan tengan besar yang mengusap kepalaku dengan penuh kasih sayang. Air mataku semakin mengucur lebih deras, hingga aku tak sadar sejak kapan aku sudah berada dalam pelukannya.
"Tak apa-apa .... Kau sudah aman sekarang. Kau tidak perlu takut. Aku akan selalu ada di sisimu, oke?" ucapnya dengan lembut berusaha menenangkanku. Dia langsung mengangkat tubuhku yang masih terbungkus selimut tebal milik Kelly dan membawaku pergi dari tempat ini.
Aku membuka mataku perlahan dan mendapati diriku sudah berada di kamarku, lebih tepatnya kamarku dan Dave. Selimut tebal yang kugunakan tadi sudah berganti dengan sebuah sweater besar milik Dave. Aku yakin jika Alena yang sudah menggantikannya, seperti yang dulu pernah dia lakukan padaku. Aku menatap kedua telapak tanganku yang terlihat sedikit pucat dan bergetar. Apa aku hanya bermimpi? Aku... sudah membunuh Kelly dan keluarganya. Air mataku kembali turun dengan deras dan aku kembali terisak. Masih kuingat bagaiamana aku mencabut jantung Jessy dengan kedua tanganku sendiri.
"Kau sudah sadar, Levi?" Aku segera mendongak dan langsung melihat Alena yang sudah berdiri di ambang pintu sambil membawa obat-obatan di tangannya. Ia berjalan mendekat ke arahku dan aku segera memeluk tubuhku dengan erat.
"Berhenti! Jangan ... jangan mendekat!" teriakku membuatnya berhenti dan menatapku dengan tatapan bertanya. Bisa kurasakan tubuhku yang bergetar hebat dan keringat dingin mulai membasahi keningku.
"Jangan ... jangan mendekat ... jangan mendekat," racauku terus mengulang-ulang kata-kataku. Suaraku terdengar sangat parau dan air mataku tak dapat kuhentikan.
"Levi?" Panggil Alena yang berusaha kembali melangkah mendekatiku.
"Pergi!" teriakku dengan keras dan aku bisa dengar langkah kakinya yang mulai menjauh dari kamarku. Aku memegangi kepalaku dan meremas rambutku dengan kasar. Ingatan saat aku membunuh mereka terus berputar. Membuat kepalaku terasa ingin pecah saja. Aku takut ... aku sangat ketakutan. Aku terus berteriak dan membenamkan wajahku diantara kedua lututku. Aku tidak ingin siapapun mendekatiku. Aku takut jika aku akan menyakiti mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
MATE [END]
WerewolfPART TIDAK LENGKAP! Malam pembantaian yang sudah merenggut seluruh nyawa anggota keluarga dan seluruh anggota packnya tak akan pernah hilang dari ingatan gadis itu. Levia Fransia, gadis 15 tahun yang ditinggalkan seorang diri dengan kenangan terburu...