Part 20

12K 768 7
                                    

Embusan angin malam terasa sedikit dingin menerpa kami berdua. Ini sudah hampir tengah malam, tapi kami berdua masih di tempat ini. Tempat dimana tragedi besar enam belas tahun silam terjadi. Kami terdiam sangat lama setelah Dave menyelesaikan kisah kelamnya. Pria itu terlihat sangat rapuh saat ini.

Dave terus mengucapkan kata maaf berkali-kali, bahkan untuk pertama kalinya aku melihatnya menangis malam ini. Dia terlihat sangat terbebani dengan dosanya, kesalahan besar yang pernah dilakukannya.

Mata kelabu itu kini terpejam. Wajahnya tampak sangat lelah. Saat ini Dave sudah tertidur di pangkuanku. Malam ini, Dave menunjukkan sisi terlemahnya dan juga kerapuhannya. Segala hal yang tak pernah aku tahu. Dengan hati-hati aku mengusap rambut hitamnya perlahan, menyisirnya dengan jari-jariku. Aku sedikit terkejut saat tiba-tiba Dave menangkap tanganku yang bertengger dikepalanya.

"Emm .... Sia ..." gumamnya masih terpejam sambil bergerak tidak nyaman.

"Aku ada disini," bisikku pelan dan kulihat matanya perlahan mulai bergerak sebelum akhirnya terbuka. Manik kelabu itu mengerjap beberapa kali sebelum menatap manik mataku dengan intens. Bibirnya mengulas senyum yang sangat manis. Astaga, bahkan aku tak bisa mengalihkan tatapanku dari wajah manisnya.
Perubahannya sedikit membuatku terkejut. Tapi aku juga merasa senang. Setidaknya aku bisa melihat senyum Dave sekarang. Dave mulai menyulurkan tangannya untuk meraih wajahku. Jari jari besarnya perlahan mengusap pipiku, membuatnya sedikit bersemu merah.

Sentuhannya benar benar sangat lembut. Perlahan tangannya turun ke tengkuku, menariknya perlahan membuatku sedikit menunduk. Tatapannya mulai turun dan fokus pada bibirku. Dan aku mulai mengerti apa yang diinginkannya.

Kepala Dave sedikit demi sedikit terangkat, membuat jarak diantara wajah kami semakin menghilang. Aku bisa merasakan embusan napasnya dari jarak yang sedekat ini. Wajahnya semakin dekat dan aku sama sekali tidak berusaha menolaknya. Perlahan bibirnya menyentuh bibirku dengan lembut. Mengantarkan rasa hangat disertai percikan percikan menyenangkan dalam diriku.
Dave kembali meletakkan kepalanya di atas pangkuanku setelah melepaskan ciumannya. Senyumnya semakin lebar dan mau tak mau aku juga ikut tertular senyumannya.

"Terimakasih," bisiknya pelan dan aku langsung menggeleng cepat.

"Tidak, terimakasih," ucapku dan kami berdua tertawa setelahnya. Kami sudah sama sama saling menyadari bahwa kami sama sama membutuhkan satu sama lain. Kami saling menginginkan dan kami juga saling melengkapi.

"Maaf, aku tertidur begitu saja sebelum menjelaskan semuanya," ucapnya menatapku dengan penyesalan.

"Tidak apa, aku tidak menuntutmu untuk menceritakan segalanya secara bersamaan. Jadi jangan memaksakan diri."

"Tidak, aku hanya ingin kau segera mengetahui semua kebenarannya," ucapnya dan akhirnya aku hanya bisa mengangguk pasrah. Kurasa Dave sangat ingin aku tau semuanya sekarang. Aku hanya tidak ingin dia memaksakan diri seperti sebelumnya. Dave mulai bangkit, memposisikan tubuhnya berhadapan denganku.

"Mengenai Eros ... malam itu aku benar-benar tidak bisa mengendalikan serigalaku. Jadi ..." Dave terhenti, menatap mataku lekat-lekat. Seketika wajahku memucat dan napasku tercekat. Tentu saja aku sudah tahu apa yang terjadi. Tapi mendengar sendiri dari Dave ....

"Kau membunuhnya?" tanyaku dengan suara yang tercekat. Dan kulihat Dave mengangguk lemah.

"Maafkan aku, aku tau itu sangat keterlaluan. Tapi malam itu aku merasa benar-benar sangat marah. Dan aku juga tidak bisa menahan serigalaku untuk tetap dalam batasannya," ucapnya dengan nada menyesal. Dadaku terasa sedikit sesak mendengar pengakuan Dave. Ya, Eros memang sudah memperlakukanku dengan buruk. Mungkin kematian memanglah pantas untuk pria brengsek sepertinya. Tapi, bukankah itu tidak adil baginya. Akulah yang sudah membunuh matenya, dan sekarang dia yang harus meregang nyawa karena aku.

MATE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang