Part 16

14.4K 819 15
                                    

Aku langsung menoleh ke arah pintu saat mendengar suara pintu kamar yang dibuka. Bibirku langsung tertarik keatas saat melihat siapa yang datang. Alena berdiri disana dengan wajah yang terlihat agak pucat dan mata yang bengkak. Gadis itu langsung menghambur ke arahku dan langsung memeluk tubuhku erat. Aku sempat terkejut saat mendengar suara isak tangis pelan gadis itu. Tubuhnya sedikit bergetar dan pelukan tangannya semakin erat.

"Aku baik-baik saja," bisikku pelan mengelus punggung Alena, berpikir itu bisa menghentikan tangisannya. Tapi tangisannya justru semakin menjadi setelah itu.

"Hei, sudahlah aku tidak apa-apa," ucapku lebih keras dari sebelumnya. Alena mulai melepaskan pelukannya dan aku bisa lihat wajahnya yang sangat berantakan.

"Berhentilah menangis. Kau terlihat sangat buruk saat ini, kau tau?" ucapku sambil mengelap pipinya yang basah.

"Buruk? Bercerminlah dulu, nona. Kau bahkan terlihat lebih buruk dibandingkan aku!" balas Alena bersungut-sungut dan aku justru tertawa melihatnya. Alena terlihat kesal, namun akhirnya dia juga ikut tertawa.

"Kau masih bisa mentertawakanku ... padahal keadaanmu sendiri jauh lebih buruk dariku? Kau tau, kau sudah membuatku ketakutan setengah mati kemarin," omel Alena setelah berhenti tertawa. Matanya kembali berair dan sekali lagi gadis itu menangis. Oh astaga, kenapa hari ini gadis ini cengeng sekali? Ya, sekali lagi, aku melihat sisi lain dari sosok Alena yang terlihat tegas namun kenyataannya hatinya begitu lembut dan mudah tersentuh.

"Benarkah?" tanyaku menatap usil padanya. Alena melotot kesal padaku dan aku terkekeh pelan melihatnya. Dengan cepat gadis itu mengelap air mata yang berjatuhan dari matanya kemudian berbalik memunggungiku.

"Kau menyebalkan!"

"Kau marah? Ayolah aku hanya bercanda,"bujukku mengelus lengan Alena pelan. Kudengar hembusan napas dari Alena, akhirnya dia mau berbalik dan menghadapku meski raut wajah kesal masih terlihat jelas di wajahnya.

"Maaf," ucapku pelan dan dia mau tersenyum setelahnya.

"Kau tau ... aku tidak bisa marah lama-lama pada siapapun. Aku hanya kesal karena kau bisa bersikap menyebalkan setelah apa yang sudah kau alami. Tapi, kurasa aku lebih menyukai kau yang seperti ini. Aku tau sejak awal kau memang gadis yang kuat. Tapi Levia yang kulihat sekarang jauh lebih kuat dari yang kulihat sebelumnya."

"Maaf, selama ini aku sering membuat kalian semua khawatir." Akhirnya kami kembali berpelukan dan bisa kudengar Alena yang kembali terisak.

"Sudahlah. Matamu akan semakin membengkak jika kau terus saja menangis," ucapku gemas tapi suara tangisnya justru semakin terdengar jelas setelah aku mengatakannya.

"Aku tau ... tapi ini sangat sulit untuk dihentikan." Alena melepas pelukannya, berusaha mengusap air mata yang terus saja turun dari matanya. Aku terkekeh pelan mendengar ucapannya. Kini aku sudah tidak lagi memprotes tangisannya.

Untuk sesaat hanya isakkan Alena yang terdengar dalam ruangan ini. Belum ada diantara kami yang kembali membuka suaranya setelah itu. Alena masih sibuk menghentikan isakkannya, sedangkan aku sibuk dengan pikiranku sendiri.

"Apa yang mengganggu pikiranmu, huh?" Aku sedikit terkejut saat Alena menyentuh bahuku pelan. Gadis itu menatapku mataku secara intens seakan mencari sesuatu di sana.

"Tidak. Aku tidak apa-apa," ucapku bohong. Aku sadar aku sudah cukup membuatnya cemas dan aku tak ingin membuat gadis itu lebih khawatir lagi karena aku.

"Jangan berbohong, Levi. Kau sama sekali tak pandai berbohong. Sekarang, katakan apa yang mengganggu pikiranmu?" tanya Alena tegas, menatapku dengan wajah yang serius. Aku terdiam sebentar, menghembuskan napasku perlahan sebelum kembali bersuara. Kurasa sekarang dia sudah kembali menjadi Alena yang tegas.

MATE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang