Perlahan demi perlahan aku juga akan tahu semua tentang kamu.
***
"Ada pr gak?" tanya Ariska pada Merly sambil menaruh tasnya diatas kursi.Merly memutarkan bola matanya malas. "Bosen gue denger lo nanya itu terus setiap hari" gerutunya.
Ariska menatap Merly, "Gue males ngerjain pr, lebih tepatnya gak mood." sanggah gadis itu.
"Lo emang gak pernah ada mood."
"Udah apa belum?" Ariska menautkan alisnya karena kesal dengan Merly.
Merly yang juga kesal dengan Ariska yang setiap hari selalu bertanya tentang pr pun hendak pergi. "Udah"
"Liat," cegah Ariska.
"Males."
Ariska hanya menunjukkan jari tengahnya tepat didepan mata Merly.
Hal apa lagi yang akan Ariska lakukan sekarang kecuali menghampiri Khanza. Tapi sialnya Khanza juga tidak mau memberi tahu jawabanya pada Ariska. Dia bilang Ariska harus mandiri, usaha, belajar mengerjakan pr sendiri. Bukankah Ariska sudah usaha? Usaha mencari contekan itu tidak gampang. Mungkin lebih tepatnya bukan contekan, 'kan Ariska bilang terlebih dahulu kepada pemiliknya.
Setelah hampir semua siswa dikelasnya Ariska hampiri akhirnya Ariska mendapatkan jawaban. Jangan heran, siapa yang ingin mencari jawaban dan membaca soal disisa waktu 20 menit lagi bel masuk berbunyi? Ariska memang cewek pemalas yang disuruh mengerjakan pr. Tapi kalau ada tugas disekolah, Ariska juaranya. Tergantung juga sih sama mata pelajarannya.
"Makasih Cris," ucap Ariska pada Cristy, dia yang memberikan Ariska jawaban.
"Iya, sama-sama."
Lalu Ariska kembali duduk dan mengeluarkan sebuah novel remaja. Bel belum berbunyi, masih ada 10 menit untuk membaca novel yang belum Ariska baca sampai selesai. Kalau sedang ada pr Ariska datang lebih pagi, agar bisa sedikit nyantai mengerjakannya.
"Earphone gue mana ya?" Ariska mencari benda itu di dalam tasnya.
"Astaga belibet gini." gerutu Ariska sambil merapikan earphone miliknya.
Earphone Ariska memang sangat acak-acakan akibat tadi malam ia pakai untuk mencoba sebagai gelang kaki, gelang tangan, dan yang lebih parah jadi kucir rambut. Ariska lupa melepasnya sampai terbawa tidur dan sampai matahari terbit.
"Bodo ah," ucap Ariska lalu memasukkan headsetnya ke dalam tas juga dengan novelnya.
Ariska melihat ada diarynya. Dia mengangkat diary itu dari dalam tas. Membuka selembar demi selembar kertas itu.
Ariska tersenyum kecut.
Pada bagian belakang masih ada gambaran Rycki. Seorang cewek dan cowok sedang memakan kembang gula.
"Lo apa kabar ya?" Ariska masih menatap gambaran itu.Disisi lain Merly berjalan ingin menghampiri Ariska dan tidak sengaja melihat gambaran itu. "BUSET DAH, TULISAN SAMA GAMBARAN LO GAK BEDA JAUH YA!" suara Merly memenuhi ruangan ini.
Ariska dengan cepat menutup diarynya dan memasukkan kedalam tas, ia menempelkan jari telunjuknya ke bibirnya.
"Berisik banget lo!"
Ariska merasa seperti ketahuan sedang jalan dengan suami orang lain dan ketahuan oleh istrinya.
Ariska menatap Merly was-was, "Se-sejak kapan lo disitu?" ucap Ariska.
Merly mengabaikan pertanyaan Ariska. "Hobi lo gambar ya? Kalau gitu sama, tapi gambaran lo gak bisa dibandingin sama gambaran gue." Merly terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faded Expectations
Teen FictionAriska mengusap air mata yang masih tersisa diwajahnya. "Ryck," panggil Ariska. Rycki menoleh, mencoba menutupi rasa khawatir kepada gadis itu. "Ke-kenapa Anrez," Ariska menyeka air matanya yang hendak keluar lagi. "gak s-su-ka sama g-gue?" Suaranya...