[8] Megania Raya Anderwich

122 15 9
                                    

"Kak Dareen mau sampai kapan di sini?" tanya Juli, Juliana Aprilia Anderwich, adik Mega satu-satunya yang berumur lima belas tahun.

Mereka, yaitu, Dareen, Alvaro, Mega, dan Juli, sedang berada di ruang makan di kediaman Mega sambil menikmati pie apel buatan kedua kakak-beradik itu. Mereka makan dengan tenang sampai Juli bertanya demikian. Mau tak mau Dareen menghentikan kegiatan makannya terlebih dahulu untuk menjawab pertanyaan Juli.

"Kakak sih pengennya lama. Tapi sayang, kakak minta izinnya cuma lima sampai enam hari. Lagi pula di sekolah, kakak sibuk banget," ucap Dareen sambil menyunggingkan senyuman. "Ya 'kan, Ro?" Dareen meminta pembelaan dari Alvaro, tapi dia hanya mendapat tatapan kosong yang Alvaro tujukan kepada Juli.

"Ssstt!" Dareen menyikut lengan Alvaro, berharap bisa membangunkan Alvaro dari tidur tanpa menutup matanya itu. "Varo!"

Alvaro tersadar. "Eh, apaan, Reen? Apaan? Iya, iya. Bagus," ucapnya ngawur membuat Mega dan Juli tertawa kecil.

"Liatin apa sih lo, nyet?" bisik Dareen pelan, takut Mega dan Juli mendengarnya karena meja makan ini hanya berukuran satu kali dua meter.

Alvaro ikut berbisik. "Lo mah gak pernah ngomong kalo Mega secantik ini! Apa lagi adeknya! Bidadari surga, bre!"

Megania Raya Anderwich, putri pertama dari dua bersaudara. Dia dan Juli memang bukan asli orang Indonesia. Ayah mereka, Tn. Anderwich, berkebangsaan Inggris, sementara Ibu mereka, Ny. Jennifer, adalah orang pribumi. Keluarga kecil ini dulu bertempat tinggal di Bali. Dan di Bali pula tempat pertemuan Mega dan Dareen untuk yang pertama kalinya.

Saat itu, Dareen yang berumur empat belas tahun sedang berlibur bersama sekolahnya ketika dia melihat seorang anak perempuan seumuran dengannya tengah bermain pasir di bibir pantai dengan ceria. Dareen dapat melihat Mega kecil tak ada henti-hentinya diteriaki oleh Mama gadis itu dari kejauhan.

Dengan modal baju setelan berwarna hitam, Dareen mendekati Mega. Dia menanyakan banyak hal kepada Mega. Mulai dari hal umum sampai hal pribadi seperti pacar, Dareen tanyakan. Dan betapa senangnya Dareen saat Mega berkata bahwa dia belum memiliki tambatan hati. Bahkan gadis itu tidak memiliki teman di sana selain adiknya karena rumahnya yang terlalu masuk ke dalam hutan.

Selama satu minggu penuh masa liburannya, Dareen tak pernah absen untuk tidak berkunjung ke kediaman Mega. Dalam kegiatannya berkunjung, Dareen tidak sendiri, dia bersama dengan Ivan. Bahkan Mega sama sekali tidak keberatan dengan kehadiran Ivan. Mereka makan pie apel bersama, memanjat pohon kelapa bersama, dan membangun sebuah rumah pohon bersama.

Selalu bersama.

Hingga, sebuah insiden yang mengakibatkan Mama Mega meninggal, Mega menjadi pribadi yang tertutup. Tidak seceria Mega yang pertama kali Dareen kenal. Mega terus seperti itu sampai Dareen, Ivan, dan murid-murid di sekolahnya kembali ke Jakarta.

Tidak ada salam perpisahan, pelukan hangat atau bahkan tatapan mata. Dareen meninggalkan kota Bali dengan perasaan kacau. Namun, setibanya di Jakarta, Dareen sadar bahwa tidak seharusnya dia diam tak berbuat apa-apa seperti sekarang ini. Mulai detik itu, setiap harinya Dareen mengirim banyak surat untuk Mega. Dan tak ada satu suratpun yang Mega balas. Tetapi sekali lagi, Dareen tak ingin menyerah.

Dareen terus melakukan hal sia-sia itu sampai suatu ketika Mega membalasnya. Hanya jawaban singkat namun mampu membuat hati Dareen kembali berbunga-bunga. Dan mulai sejak itu, hubungan Dareen dan Mega semakin membaik. Mereka jadi sering berbalas surat setiap seminggu sekali. Isi suratnya hanya menanyakan kabar antar satu sama lain, tidak lebih.

Tetapi suatu ketika, Dareen mencoba menanyakan hal yang lebih menyangkut kepada masalah mereka berdua. "Can I let you to be Queen of my heart?" itu adalah isi surat Dareen yang berminggu-minggu tidak dibalas oleh Mega. Dareen tak bisa berbuat apapun. Dia hanya manusia biasa, memiliki batas kesabaran. Dareen bernazar jika sampai minggu ketujuh Mega tak kunjung membalas pesannya, maka Dareen akan melupakan Mega. Walau dia tahu dia tak sanggup, tapi dia akan mencoba untuk melupakan orang yang pernah mengisi hatinya itu semaksimal mungkin.

Minggu keenam telah berlalu, dan minggu ketujuh sedang berlangsung. Dareen bangun pagi-pagi untuk melihat isi kotak surat di rumahnya. Kotak surat itu tidak kosong. Ada satu surat di sana. Dan surat itu dari Mega. Dareen berhambur ke kamarnya dengan perasaan senang bukan kepayang. Dia duduk di kursi belajarnya sambil membaca surat tersebut.

Satu menit membaca, Dareen menutup surat itu. Pandangan matanya tak bisa diartikan. Isi surat yang Mega tulis itu adalah permintaan maaf Mega karena dia baru membukanya satu minggu lalu, permintaan maaf karena Mega tak bisa membalas perasaan Dareen, dan permintaan maaf karena Mega sudah tidak tinggal di Bali lagi.

Hati Dareen hancur berkeping-keping. Terlebih lagi seminggu setelah kejadian itu, dia mengalami insiden di sekolah yang mengakibatkan kepalanya bocor. Ya, seolah tidak ada harapan hidup untuk dirinya lagi.

Dan semenjak kejadian itu, Dareen mulai benar-benar melupakan Mega.

Satu tahun berlalu, Dareen sudah menginjak kelas satu SMA. Saat itu Dareen baru diperbolehkan untuk memegang ponsel oleh orang tuanya. Suatu malam yang dingin, hanya dalam konteks iseng, Dareen men-search nama Mega di pencarian Instagram-nya. Dan sebuah akun ber-user name meganiarayaanderw terpampang paling atas di hasil pencariannya.

Dengan Alvaro yang ada di sampingnya, Dareen memberanikan diri untuk mengklik dan men-stalk seseorang yang namanya mirip dengan Mega-nya itu.

Benar saja. Itu memang akun milik Mega yang Dareen kenal. Perempuan itu semakin bertambah cantik dengan hidung mancungnya, mata sayu yang teduh, rambut hitam khas seorang Mega, dan senyuman lebar yang tak pernah berubah. Foto tersebut diambil dengan angle yang pas. Angle di mana Mega sedang ingin melahap makan siang kesukaannya. Dareen bisa menebak bahwa pengambil gambar se-menakjubkan itu adalah Juli, adik Mega sendiri.

Lagi, Dareen meneguhkan hatinya. Yakin bahwa Mega memang jodohnya. Dan Dareen akan terus berjuang demi jodohnya itu. Buktinya, Dareen mau jauh-jauh menempuh perjalanan Jakarta-London dengan orang se-menyebalkan macam Alvaro sampai dipandang gila oleh beberapa warga London seperti sekarang ini.

Memangnya semua hal yang dilakukannya itu untuk siapa?

Hanya untuk perempuan itu.

Mega.

Megania Raya Anderwich.

"Dareen, mikirin apa?"

Suara Mega memenuhi gendang telinga Dareen. Lelaki itu terkesiap dari lamunan kilas baliknya. "Eh, iya? Kenapa, Mega?"

"Ye, bangsul! Gantian elo yang ngelamun!" timpal Alvaro. Kemudian dia menatap Juli dengan tatapan yang sukar diartikan. Antara tatapan mesum dan tatapan mupeng. "Juli, kamu bisa ajak aku keliling-keliling sini gak? Sekalian poto-poto sama cecan gitu..."

"Cecan?" tanya Juli.

Alvaro mengangguk cepat. "Cecan. Cewek cantik. Kayak kamu."

Reaksi yang diperlihatkan orang-orang di meja makan itu berbeda-beda. Juli, pipinya bersemu. Mega, perempuan itu tertawa lebar. Dan Dareen yang memang sudah mengetahui akal bulus Alvaro, memasang pose ingin muntah.

Juli tersenyum malu-malu sebelum mulai mengambil mantel berbulu di samping sekat yang memisahkan antara dapur dengan ruang makan. "Ayo, Kak."

Alvaro berbisik pada Dareen. "Duluan, bro. Doain gue biar berhasil."

Oh, Dareen tahu apa yang ada di pikiran Alvaro.

Teman Dareen yang satu itu berencana akan menembak Juli.

Seolah-olah menyatakan cinta semudah membeli kuaci di warung.

LemonadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang