Canggung.
Harus Shahnaz akui, situasi yang melibatkannya bersama seorang cowok kali ini sangatlah canggung, tak seperti biasa saat dia diajak makan dengan para mantannya terdahulu.
Mulut Shahnaz bahkan sudah gatal ingin berbicara andai sedari tadi Dareen tak meliriknya diam-diam lalu sesegera mungkin membuang muka ketika Shahnaz menangkap basah kedua pupil hitam legam itu tengah memperhatikannya dari jarak 5 jengkal ini.
Terlebih lagi dengan alunan musik mellow yang tersaji, bikin suasana bertambah canggung saja.
Shahnaz menggaruk hidungnya yang tiba-tiba gatal. "Buat yang tadi, sorry, ya." Karena hampir tenggelam dalam kebisuan yang sangat tidak mengenakkan, Shahnaz akhirnya mengalah untuk membuka topik obrolan.
Dareen yang tadinya ingin menyeruput kopi hitam pesanannya, mendadak berhenti. Dia mengerutkan alis. "Bu–"
"Kalo haus, minum dulu, nggak apa-apa. Ngomongnya nanti aja, gue masih bisa nunggu..." Menyadari dirinya yang terlalu peduli, Shahnaz langsung menunduk malu, rona merah menjalar dari bagian pipi sampai telinga cewek itu, "... kok."
Calm down, please, jangan ngegas. Nanti kalo dia baper, emangnya lo mau tanggung jawab? Shahnaz merutuki perkataannya dalam hati.
Melihat itu, tiba-tiba saja perut Dareen merasa tergelitik. Seperti ada beratus-ratus kupu-kupu sedang menjelajahi usus halusnya, lalu lambung, kemudian berhenti di jantung cowok itu, yang mana membuat detaknya kini semakin tak beraturan.
Dareen tersenyum tipis, namun tak ayal dia mematuhi perintah Shahnaz; meminum kopinya sedikit lalu kembali melanjutkan ucapan. Tapi sebelum itu, dia terlebih dulu berdeham untuk mengembalikan suaranya. "Sorry yang tadi, buat apa?"
"Eh?" Yang diajak berbicara mendongak. Dareen menahan senyuman geli ketika melihat semburat merah muda tadi masih terpatri di wajah cewek itu. "Y-ya, gue minta maaf karena udah nyebelin soal makanan tadi. Nyokap nyuruh gue kontrol beberapa makanan yang nggak terlalu berguna buat tubuh. Lo tau? Semua makanan itu bikin gue–"
"Gendut?" tebak Dareen.
Shahnaz mengangguk pelan dengan tatapan nelangsa.
"Nyokap lo cuma nyuruh lo membatasi jumlahnya, bukan nggak makan makanannya." Dareen tersenyum lembut. Ah, Shahnaz tambah kepincut.
"Jadi?" Shahnaz meminta kesimpulan atas omongan Dareen. Matanya yang bersinar lucu larut dalam pupil menawan seorang Dareen.
"Ya, lo boleh pesen semua makanan tadi, asal..." Dareen menggantungkan ucapannya ketika Shahnaz sudah ingin bersorak-sorai atas kebebasannya itu. "Porsinya sedikit."
"Asiiik! Akhirnya gue nggak tersiksa lagi tiap malem karena mimpiin semua makanan itu!!" Dengan tangan terkepal, Shahnaz meninju udara yang berada di atas kepalanya sambil menyerukan kata "yeay" berulang-ulang. Hal itu sukses membuat pengunjung lain menatap Dareen dan Shahnaz dengan terheran-heran.
Yah, nyesel gue ngomong gitu... Dareen membatin sembari meminta maaf tanpa suara kepada orang-orang yang masih memperhatikan kelakuan Shahnaz.
"Mbak!" Masih dengan sisa kesenangannya, Shahnaz memanggil pegawai yang kebetulan lewat di samping mejanya. Oh, ternyata pegawai yang sama saat Shahnaz dan Dareen berdebat tadi. "Ayam Kentaki, ikan bakar, sama nasi gorengnya, ya! Masing-masing satu porsi. Hehehe..."
Dareen tersenyum maklum, lalu mencolek hidung Shahnaz, yang ditanggapi cewek itu dengan cengiran sampai kedua matanya ikut menutup.
Kini, baik Dareen mau pun Shahnaz, keduanya sama-sama tidak tahu, dendam yang mereka jadikan sebagai jarak, semakin ke sini, kian memudar. Terkikis oleh rasa yang timbul sejak kedua pupil mereka bertubrukan pada suatu garis lurus.
Kring!
Lonceng berbunyi dua kali, menandakan seseorang telah masuk ke dalam restoran. Eum, bukan seseorang, melainkan tiga orang cewek dengan pakaian serba tertutup. Mereka segera menuju meja nomor 3 yang berada tepat di samping pintu restoran.
Shahnaz dapat melihat jelas salah satu di antara mereka mengedipkan sebelah mata kepadanya karena posisi Shahnaz sendiri menghadap langsung pada meja ketiga cewek itu.
Oh, Cinta CS sudah tiba.
Dan entah mengapa, Shahnaz jadi gusar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemonade
Teen Fiction[ON-HOLD] Ini tentang Dareen, Mega, dan sebuah kesepakatan. Oh, jangan lupakan remaja labil berumur 15 bernama Shahnaz-karena ini jelas menyangkut tentang kisahnya. Kini, terdapat tiga orang. Dua hati. Dan, satu cinta. Lalu, apa yang akan terjadi? ...