[12] Hang Out

67 6 10
                                    

Shahnaz: Guys, guess what.
Shahnaz: Seorang Shahnaz Faristha diajak nge-date sama targetnya.
Shahnaz: Dan sekarang sedang dalam perjalanan menuju tempat antah-berantah yang cuma diketahui doi sendiri.
Shahnaz: Well, siap-siap buat rencana pertama, Girls!

Hanya butuh sekali kedipan mata, dentingan notifikasi beruntun seketika memenuhi ponsel Shahnaz setelah cewek itu mengirim pesan ke grup chat-nya bersama ketiga sahabatnya.

Charissa: Seriously?

Keana: Target lo si Dareen, si cowok nyebelin plus rese plus tukang ngadu itu?!

Cinta: NGAJAK LO NGE-DATE?!?!?!?!?!?!

Oke, anggap mereka semua lebay. Ralat, hanya Keana dan Cinta yang memberi respons berlebihan, Charissa? Oh, Shahnaz bahkan bisa membayangkan sahabatnya yang satu itu sedang duduk manis menikmati secangkir cokelat hangat di balkon kamarnya tanpa perlu repot-repot tersedak mendengar berita menghebohkan itu.

Tapi, demi Tuhan, Shahnaz ingin tertawa se-ngakak mungkin andai Dareen tak ada di sebelahnya, menyetir mobil dengan gaya tenang yang membuat kadar ketampanannya semakin meningkat di mata Shahnaz.

Eh?

Dareen ganteng?

Shahnaz sepertinya kehilangan akal sehat karena belum sempat sarapan tadi pagi.

Cinta: Post a picture dulu, dong!

Bak perintah dari seorang ratu, Shahnaz menuruti kemauan Cinta. Segera ia mengarahkan kamera ponsel ke arah cowok yang sedang menyetir dalam diam itu. Tak butuh waktu lama karena kini Shahnaz telah mengembalikan posisi ponselnya dan mengirimkan foto Dareen ke grup chat-nya.

Cinta: Cogan, jir! Lemes gue, duh...

Keana: Keliatannya sih lebih laki daripada Difan-nya gue.

Cinta: Difan lo mah nggak usah ditanya, Ke. Diduain sama Play Station aja mewek tujuh hari tujuh malem.
Cinta: Ups! Sorry kelepasan.

Charissa: Cinta suka bener.

Keana: -_-

Shahnaz: Pengen ngakak tapi tidak bisa... Ngakak tidak, ya... Ngakak tidak, ya...

Charissa: And the plan?

Shahnaz: Nanti gue chat lagi buat ngasih tau alamatnya.
Shahnaz: Good job, Gorgeous!

"Ehem!"

Deheman makhluk hidup lain di dalam mobil itu, membuat Shahnaz cepat-cepat menoleh. Didapatinya Dareen, tengah menatapnya malas beberapa jengkal dari tempat Shahnaz terkikik geli sedari tadi.

Shahnaz menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sembari melihat ke luar jendela. "Eh, udah sampe, ya?" Dan pertanyaan bodoh keluar begitu saja dari mulutnya.

"M–Maksud gue, ayo turun," koreksinya cepat begitu melihat tatapan malas Dareen yang semakin menjadi-jadi ke arahnya.

Dan, ya. Shahnaz tak sabar melihat tatapan malas itu berubah menjadi tatapan terkejut saat Shahnaz menunjukkan rencana briliannya nanti.

•••

Shahnaz: Ternyata si doi mainnya nggak jauh-jauh, Guys.
Shahnaz: Restoran deket Starbucks. Meja nomor 5.
Shahnaz: Hope we'll blessed!

"Dari tadi sibuk sama handphone mulu," cibir seseorang, yang jelas adalah Dareen.

Shahnaz mengerlingkan mata, lalu ikut mencibir, "Iri lo sama gue gara-gara nggak ada yang nge-chat?"

"Gue? Iri sama lo? NAJIS! Tunggu biawak beranak dulu sana, baru gue bakal iri sama lo." Dareen menghardik.

Sialan, gue dinajisin, batin Shahnaz. Liat aja nanti, Kakak Kelas. Habis ini gue pastiin lo nggak bakal ngehina gue lagi.

Tanpa sadar, Shahnaz tertawa jahat sendiri, membuat Dareen menaikkan sebelah alis dan menatap Shahnaz seolah di kepala cewek itu tumbuh sehelai tunas toge.

"Habis main handphone, ketawa-tawa nggak jelas. Kayaknya perlu dipertanyakan, hal apa yang lo omongin sama temen chat lo itu." Dareen berkata. Mata elangnya semakin menatap Shahnaz seolah sehelai tunas toge di kepala cewek itu kian detik semakin bertambah banyak. "Ngomongin hal yang nggak-nggak tentang gue ya, lo?!"

Shahnaz melotot. "Gue? Ngomongin lo? NAJIS! Tunggu monyet bertelur dulu sana, baru gue bakal ngomongin lo," hardik cewek itu, mengikuti gaya bahasa Dareen tadi.

Beruntung bagi Shahnaz karena dia tidak menampakkan wajah terkejutnya. Karena bila itu terjadi, Shahnaz yakin Dareen akan membatalkan acara–oh, Shahnaz ragu menyebutkannya–hang out hari ini bersamanya.

Untung, untung, Shahnaz membatin.

"Ya udah, mau mesen apa?" tanya Dareen kemudian, malas berdebat lebih sengit lagi dengan remaja labil di hadapannya.

"Samain aja," jawab Shahnaz, kalem. Kini, dia sudah tidak menggenggam ponsel lagi karena para sahabatnya sudah mengirim chat kalau mereka sedang on the way ke sini. Jadi, Shahnaz tinggal menunggu mereka tiba dan langsung melaksanakan rencana sesuai dengan situasi yang tercipta nanti.

"Oke. Mbak!" Dareen mengangkat tangan dan berseru, lalu tak berapa lama kemudian, seorang pegawai tiba di meja mereka sambil membawa buku note kecil, sebuah pulpen, dan daftar menu.

"Ini daftar menunya, Mas," kata pegawai itu sambil menyerahkan daftar menu kepada Dareen.

Dareen melihat-lihat makanan apa saja yang tersaji di restoran ini. "Eum... Ayam Kentaki-nya deh dua, sama minumnya–"

"Jangan ayam, berminyak," sela Shahnaz, lagi-lagi melotot ke arah Dareen.

"Lah? Tadi katanya samain aja, gimana, sih?" Dareen protes sambil mengerutkan kening karena tak terima dipelototi seperti itu oleh Shahnaz.

"Pokoknya jangan ayam!" Shahnaz tetap ngotot, alhasil Dareen menghembuskan napasnya dengan sabar.

"Ya udah, iya." Kembali, Dareen memperhatikan daftar menu itu dengan tak kalah sabar. "Ikan bakar a–"

"Amis!"

Sabar, Reen, sabar... Anak orang ini, batin Dareen sambil mengelus dada, berharap elusannya itu mampu membuat dadanya bolong sehingga Shahnaz akan berlari ketakutan dan Dareen dapat 'terlepas' sebentar dari belenggu yang dibuat mantan temannya sendiri, Iyul, si Ketua OSIS Biadab itu.

"Gimana kalo nasi gor–"

"Nasi goreng 'kan berminy–hmmph..." Shahnaz terkejut ketika Dareen tiba-tiba membungkam mulutnya dengan tangan kanan cowok itu.

"Nanti gorengnya pake margarin, terus–"

Shahnaz berhasil menyelamatkan mulutnya dari genggaman Dareen. "'Kan amis ada telur–hmmph..." Lagi, Dareen membungkam mulut cerewet Shahnaz.

"Nggak pake telur, woy!"

"Hmmph–lepas, ih!"

Kontan, Dareen melepas genggamannya pada bibir Shahnaz. Napas dan degup jantung keduanya sama-sama tidak beraturan dikarenakan tenaga ekstra yang dibutuhkan untuk memenangkan perdebatan makanan apa yang akan dipesan.

Menghabiskan waktu yang cukup lama untuk Shahnaz menetralkan degup jantungnya kembali, melirik pegawai perempuan di samping kiri yang menatapnya mau pun Dareen dengan kikuk, kemudian berkata, "Nggak mau nasi goreng, bikin gendut."

"Terus lo mau makan apa?" tanya Dareen dengan tabah. Sudah cukup Shahnaz saja yang ngeyel, dirinya jangan sampai. Jika itu terjadi, maka akan meletuslah Perang Dunia III di restoran ini.

"Au, ah. Terserah."

Dan jawaban Shahnaz sukses membuat Dareen dan pegawai itu menepuk kening dengan serempak.

LemonadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang