[14] Gagal

58 4 5
                                    

Cinta: Pantat gue udah lumutan gara-gara duduk terus dari tadi, lho, Naz. Lo nggak ada niatan buat cepet-cepet selesaiin rencana ini, gitu?

Chat dari Cinta sudah berpuluh-puluh kali Shahnaz baca tanpa ada minat untuk dibalas. Berpuluh-puluh kali pula dia beradu pandang dengan tiga cewek yang berada di ujung sana, lalu akan diakhiri oleh Shahnaz yang terlebih dulu memutuskan koneksi dengan mengalihkan tatapan kepada piring-piring kotor yang teronggok mengenaskan di atas meja.

Shahnaz dapat melihat jelas letih dan malas yang tersirat di mata kedua sahabatnya. Sementara sahabatnya yang lain, Charissa, Shahnaz tahu cewek pemerhati suasana itu sangat cukup baik dalam memahami situasi yang sedang terjadi kali ini.

Seolah membenarkan pemikiran cewek itu, Charissa kini tengah memperlihatkan tatapan prihatinnya kepada Shahnaz.

Shit, gue kenapa malah jadi ABG labil yang najisin gini, coba?! Shahnaz berteriak dalam hati. Merutuki segala kelabilan yang berasal dari relung hatinya siang ini.

Hell, apa susahnya sih, mengetikkan pesan kepada Cinta CS untuk segera berpura-pura menjadi pengunjung asing dengan segelas minuman dingin di tangan mereka dan berakting tersandung saat sedang melewati meja nomor 5 ini sehingga segelas minuman itu tumpah secara tidak sengaja ke baju yang sekarang Dareen kenakan, kemudian berlanjut ke kesialan-kesialan yang akan cowok itu terima selanjutnya?

Susah sih, nggak. Tapi, masalah tega apa nggaknya itu yang bikin bimbang...

Oh, tentu saja.

Shahnaz menggigit bibir bawahnya dengan gemas. Kedua matanya sedari tadi tak pernah berhenti untuk tidak mengerling barang sedetik saja. Seolah dengan beredarnya mata cokelat itu ke seluruh penjuru arah, kebimbangan sang empunya akan sirna. Padahal jika boleh jujur, hal itu sama sekali tidak merubah keadaan.

Keadaan yang terjadi di sini, tetaplah sama. Tetap Shahnaz yang berdebat dengan segala pemikiran yang berkecamuk di otaknya, dan Dareen yang tetap khusyuk menggulir feeds demi feeds Instagram di ponsel cowok itu.

Ah, Dareen bahkan tenang-tenang saja di kursi tempat dia duduk tanpa mengetahui bahwa namanya sedari tadi terus dikumandangkan di benak remaja putri di hadapannya.

LINE!

Dentingan notifikasi LINE terdengar nyaring. Shahnaz melirik sebentar pop up chat yang tertera di ponselnya.

Cinta: Naz, please...

Membacanya, membuat Shahnaz bergerak gelisah di kursi sembari mencuri-curi pandang ke arah meja nomor 3, tempat di mana Cinta CS berada.

"Kasih gue waktu, bentaaarr lagi," kata Shahnaz kepada orang di seberang sana tanpa suara.

Sedangkan Dareen, cowok itu tiba-tiba mengangkat wajah setelah puas mengklik tanda love di akun Instagram miliknya, lalu menatap penuh cewek di depannya. Bermaksud ingin menanyakan apa dia sudah selesai makan atau belum.

Tetapi yang ditangkap retina Dareen adalah Shahnaz yang sedang membuka-tutup bibirnya dari atas ke bawah. Lewat arah pandangannya, kegiatan itu ditujukan oleh seseorang di belakang Dareen.

Praktis Dareen menukikkan alis. "Lo... ngapain?"

Mampus!

Shahnaz spontan berhenti begitu melihat Dareen yang mulai memutar kepalanya ke belakang. Shahnaz cepat-cepat memberi kode kepada Cinta CS untuk segera berkamuflase dengan tangan yang cewek itu kibas-kibaskan seperti mengusir kucing.

Napas dihela saat teman-temannya paham akan kode yang diberi. Ah, benar-benar sahabat pengertian.

Karena tak menemukan hal mencurigakan yang terjadi, selain ada tiga orang ibu-ibu–yang sepertinya berasal dari Arab, mengingat baju yang mereka pakai serba tertutup–sedang mengobrol heboh di belakangnya, Dareen kembali memutar kepala. Didapatinya Shahnaz tengah melemparkan cengiran polos–atau sok polos?–ke arahnya.

"Ngapain cengar-cengir?" Entah itu sebuah pertanyaan atau hardikan, yang jelas itu kalimat Dareen berikan untuk Shahnaz.

Dengan seulas senyum merekah, Shahnaz menjawab. "Nope."

Mata Dareen menyipit curiga. Ini anak mentang-mentang udah ditraktir makan, jadi sok baik gini? "Ya udah kalo gitu. Udah selesai 'kan, makannya? Ayo, balik."

"Boleh."

•••

Shahnaz: Sorry banget, Guys, rencana ditunda dulu. Ada suatu hal yang susah buat gue omongin sama kalian. Next time, maybe. Bye! Xx.

"Apa-apaan?!" Tiga perempuan itu hampir melewati pintu kamar Cinta setelah membaca chat yang baru saja dikirim Shahnaz. Dari ketiganya, Keana-lah yang lebih dulu memberi respons dengan memaki si pengirim pesan.

Mereka telah berhasil melalui pintu berwarna putih gading di hadapan mereka bertiga ketika Cinta–sang pemilik kamar sekaligus orang yang paling akhir masuk–menutup pintu dengan kaki tanpa membalikkan tubuhnya.

Bunyi 'blam' terdengar jelas begitu Keana melepas paksa jilbab dan kacamata hitamnya lalu membuang kedua barang itu dengan kesal ke arah kasur. Charissa yang memang sedang rebah-rebahan mencari kenyamanan di tempat yang sama, mendesis sebal karena jilbab yang Keana buang, tepat mengenai wajahnya.

"Gue bingung sama tuh anak," Keana ingin melanjutkan makiannya, tetapi sebelum itu, jepitan yang cewek itu jepitkan di tali pengikat tasnya, dia raih. "Tadi bilangnya, "Siap-siap buat rencana pertama, Girls!". Giliran udah disamperin, berubah haluan jadi, "Sorry banget, Guys, rencana ditunda dulu..." bla-bla-bla. Tai." Cewek tomboy itu kemudian menyatukan rambut keritingnya jadi satu dan menjepitnya dengan jepitan.

"Whoaaa. Santai, Sist." Cinta menyahut sembari meletakkan ponselnya di atas nakas. "Gue yakin Shahnaz punya alasan yang tepat. Menurut lo gimana, Riss?"

Yang diberi pertanyaan kala itu sedang berada di depan kulkas mini milik Cinta, mengambil minuman segar ber-ion untuk melepas dahaga. Charissa membuka tutup botol sebelum menjawab, "Nggak gimana-gimana."

Dua cewek selain Charissa yang berada di ruangan itu, mendesah maklum perlahan. Mereka melupakan satu fakta,

Charissa yang pelit berbicara.

LemonadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang