6

6.1K 1.1K 139
                                    

Akhirnya hari pertama kuliah pun tiba setelah satu minggu ini gue sibuk daftar ulang, tes Bahasa Inggris, OSPEK sampai akhirnya dapat istirahat sehari. Lumayan bisa maraton drama ditemani kentang goreng dan cheese burger. Enak banget hidup gue selama seminggu ini. Tinggal sendirinya berasa, nggak ada yang melarang gue makan ini dan itu. Jadi, sekarang perut gue sedikit mengembung.

Gue harus olahraga. Nanti nggak lucu kalau gue ke kampus pakai baju gemes, perutnya mblendung dengan sangat kentara.

Kata Mentor di kelompok OSPEK gue kemarin, minggu-minggu awal kuliah itu harus pakai baju berkerah. Harus sopan, bersepatu, celana atau rok panjang. Padahal gue rencananya hari pertama kuliah mau memakai wedges, lalu nggak lupa baju jaring-jaring ala Mbak Awkeren. Biar bisa OOTD dan dikirim ke Bule Topoki.

Nggak, lah.

Gue memilih memakai kemeja bunga-bunga, jeans hitam, dan sneakers. Euforia ke kampus pakai baju bebas. Soalnya selama SMA, 'kan, gue memakai seragam sekolah. Cantiknya nggak totalitas.

Rambut gue kuncir satu, terus pakai ransel. Kalau Mama melihat gue sekarang, pasti sudah bilang, "Adek cantik banget hari ini."

Seketika gue merindukan keluarga.

Setelah makan roti tawar apa adanya, gue mengambil satu kotak Ultra Milk stroberi, kemudian memasukkannya ke dalam tas. Gue melihat jam, masih setengah tujuh. Kelas dimulai jam tujuh pagi.

Kata Kakak Mentor OSPEK gue lagi, setahun pertama di kampus ini kelasnya jam tujuh pagi mulu. Padahal gue sudah biasa sekolah pagi selama SMA. Tapi tetap aja efek libur lama membuat jam bangun tidur bergeser ke jam sembilan.

HOLIDAY PLEASE COME BACK TO ME!!

Setelah gue memeriksa angkot apa yang harus gue ambil (peta rute angkot buatan Papa bermanfaat juga ternyata), gue bergegas keluar apartemen dan berjalan ke simpang.

Gue menaiki angkot yang kata Papa tarifnya 2000 rupiah. Jadi, gue mengeluarkan uang pas dari dompet. Untunglah Mama sudah siaga menyediakan uang pecahan 2000 banyak banget. Bahkan Abang memberikan hadiah celengan babi yang penuh dengan uang 500 dan 1000-an koin. Biar bisa dipakai untuk membayar angkot, katanya.

Emang ya, Abang Vi itu berada di sekat tipis antara idiot dan jenius.

Angkot yang gue naiki benar-benar penuh. Gue tebak mereka adalah maba seperti gue. Barang-barangnya masih kinclong.

Ada yang tas baru.

Sepatu baru.

Kemeja baru.

Celana baru.

Bahkan ada yang terlihat membawa buku tebal berjudul PURCELL. Gila, dia kuat baca buku setebal itu? Kalau itu gue, mungkin bakal gue jadikan bantal tidur di kelas nanti.

Sampai di simpang kampus, gue berhenti dan lekas membayar angkot. Ya iya lah bayar, entar kalau nggak bayar, gue bisa disuruh ikut narik angkot sama si mamang.

Kalapa - Dago! Kalapa - Dago!

Udah cocok.

Berbekal denah dan nomor ruangan yang dibagikan di grup fakultas, gue memasuki area kampus. Seperti ini, ya, rasanya jadi mahasiswa? Gue benar-benar merasa seperti sudah dewasa.

Sejuk-sejuk adem, parah! Gue menemukan alasan kedua yang membuat gue nggak menyesal kuliah di Bandung.

Udara dan suasana paginya.

Selama gue berjalan melintasi area kampus menuju barisan gedung-gedung kuliah, ada aja mahasiswa yang melirik. Gue tahu kalau Yeriana Kim itu luar biasa. Indo-Korea. Manis dan menggemaskan. Serta yang terpenting serta paling highlight adalah; mahasiswa baru yang sudah menciptakan dua masalah besar.

[1] STUNNING [New Version] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang