8

5.1K 1K 105
                                    

"Woy kampungan! Lo baru ketemu vending machine apa gimana, dah?"

Di dunia ini, ada dua jenis manusia yang benar-benar nggak bisa gue toleransi. Pertama, orang yang munafik. Kedua, orang yang selalu ikut campur urusan orang lain tanpa sebab.

Sepertinya si aktris benar-benar salah satu penggemar fanatik gue yang suka mengikuti ke mana gue pergi.

"Gue lagi nggak ada urusan sama lo," balas gue dingin. Berusaha mengabaikan dia yang berdiri di belakang. Gue kembali menggarukkan kuku-kuku jari ke kaca mesin minuman sambil meratapi anak-anak gue di dalam sana. Sebagai orangtua, gue merasa gagal mengeluarkan mereka dari penjara. Kasihan mereka kedinginan.

"Idih! Lo nggak malu apa?" protes si aktris mengusik ratapan gue.

"Diem!"

"Macem orang gila lo."

"Bodo!"

Dia maunya apa, sih? Ceriwis banget, telinga gue jadi panas.

Merasa kalau dia nggak akan diam dan terus mengoceh untuk beberapa waktu ke depan, gue spontan berbalik dan mendongakkan kepala. Gue sadar diri kalau kaki gue kurang panjang.

"Lo maunya apa, sih? Capek gue ketemu lo mulu."

Gue lagi nggak mood berantem karena gagal minum Ultra Milk.

"Engggㅡ"

"Apa? Lo mau confess ke gue? Maaf, gue demen cowok. Kalau pun demen sama cewek, yang bentukan lo sudah pasti bukan incaran gue," elak gue mawas diri. Gue sedikit was-was melihat si aktris yang memasang gelagat malu-malu keong di depan gue.

Karena belum kunjung dijawab, gue pun berjalan menuruni tangga hendak pulang. Nggak mau lama-lama berdiri di dekat cewek itu. Seenggaknya di apartemen, gue sudah menyetok Ultra Milk stroberi dua dus.

"YERIANA MAAFIN GUE!!"

Gue praktis memutar badan dan mendongak ke atas melihat si aktris. Dia menatap gue dengan tangan ditumpukan pada besi penyangga teras, masih berdiri di depan mesin minuman Campus Center.

"HA? APAAN? NGGAK DENGER!"

Gue sengaja pura-pura nggak mendengar teriakan dia. Kapan lagi gue mendapati seorang aktris meminta maaf ke gue? Meski ini bukan ajang minta maaf seorang aktris yang biasa ada di infotainment dengan dihiasi bumbu drama.

Well, sebenarnya masalah gue dan si aktris ini pun termasuk drama. Salah dia sendiri yang setiap bertemu gue, selalu mencari masalah.

"Lo nggak tahu apa gue udah nahan malu minta maaf ke lo kayak gini?"

Lah, orang gue nggak minta dia teriak seperti itu, kok.

"PUNYA MALU, YA?" Gue berteriak balik. Kalau dia punya malu, seharusnya dari saat OSPEK dulu sudah meminta maaf. Atau jangan berulah sama sekali kalau nggak mau merasa malu. Heran sama anak zaman sekarang. Kalau masalah sudah melebar, baru sadar butuh memaafkan dan dimaafkan.

"Ah, tahu dah!"

Si aktris malah geram ke gue. Dia berlari menuruni tangga dan menghampiri gue dengan wajah kesal. Segera gue mengeratkan genggaman pada tali ransel. Jaga-jaga, mana tahu kali ini gue akan mendapatkan sesuatu yang lebih dari sekadar sinisan dan tamparan dari mulut tajam dia.

Apa yang bakal gue dapat, ya? Tamparan tangan? Caci maki? Jambakan? Siap nggak siap, gue ayo aja kalau memang mau jambak-jambakan.

I WILL LADENIN YOU!

[1] STUNNING [New Version] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang