4

188 9 0
                                    

   "Karna gue tau itu bukan diri lo yang sebenarnya."

~Rangga Muhammad Syaidani

¤¤¤

   Dari sekian banyak tempat disekolah ini, hanya ada satu tempat favoritnya sejak dulu. Hanya tempat itu yang bisa membuat dirinya tenang dan nyaman. Lepas dari semua masalahnya.

Rooftop

   Satu tahun yang lalu, saat abangnya kelas 2 SMA, Via selalu merengek saat abangnya sekolah. Meski dia tau jika mungkin usia dan kelakuannya tak sesuai sama sekali. Namun, dia tetap selalu mengikuti kemanapun abangnya pergi, karna tak ada orang yang peduli padanya selain abangnya, Eza dan sahabatnya Radit.

Radit.

   Dilihatnya jalanan macet dan ramai dari atas. Via sangat suka pemandangan itu, lama kelamaan Via bosan, Via mengeluarkan benda berbentuk persegi panjang, dan mengambil salah satu bagian mereka, dan menyulutnya dengan korek api. Sekumpulan asap kembali melambung meninggalkan tempat yang sudah terbakar api. Asap itu mulai mengepul. Mulut yang awalnya diam kembali terbuka mengepulkan asap.

   Via merokok sudah sejak kelas 1 SMA dia melakukan hal itu, hingga suatu hari yang sial dia kepergok olah momynya.

>>Flashback on

   Suasana malam hari menyejukkan kota Bandung, tak tanggung-tanggung ia menyulutkan sebatang rokok dan melihat keramaian kota Bandung dari roftop apartemennya.

BRAKK..

   Terdengar suara keras dari arah pintu roftop, seseorang telah membanting pintunya, seseorang dengan dress selutut berwarna putih itu tampak kumal. Dan juga raut wajah yang menunjukkan ekspreksi letih dan lesu, ya. Dia kelelahan mencari Via dimanapun, dan ia mengamati wajah perempuan itu dari kejauhan.

   Mommy. Batin Via.

   "Via, kamu ngapain disini? Momy udah muter-muter nyariin kamu dimana-mana taunya kamu dis--" dengan berteriak momy berjalan kearah Via ucapan momy terhenti saat melihat anak perempuannya merokok "Via, sejak kapan kamu merokok, ayo pulang, momy udah capek nyariin kamu, jangan nyari masalah lagi, Via"

   Mendengar ocehan momynya Via hanya bisa mendengus kesal dan menghembuskan nafas dengan kasar. Dan tak lupa ia membuang putung rokok yang baru saja ia sulut. Dengan segera momy menarik kasar Via agar segera masuk kedalam mobilnya.

   Dengan kecepatan penuh momy mengegas mobil menuju rumah. Bahkan Via merasa dia sedang berada didalam arena balap mobil. Hingga lampu lalu lintas yang mereka lewati sejak tadi tak dihiraukan oleh momy. Yang ada difikirannya hanya satu.

   Via harus cepat pulang kerumah. Agar Via tak kembali kabur.

S
K
I
P

   Pintu rumah terbuka lebar kala mereka berdua masuk kedalam rumah. Terlihat didalam ada dady dan juga bang Eza yang menunggu kehadiran mereka diruang tamu. Dady meluncurkan tatapan tajam kearah Via, seperti tatapan membunuh.

   Permainan dimulai. Batin Via.

   Sambil tersenyum sinis Via masuk kedalam rumah megah dan mewah itu. Berjalan dengan gontai. Itu prinsip Via. Berjalan dengan santai seperti tidak terjadi apa-apa. Hadapi semua dengan rilex tanpa adanya beban.

   "Via, kamu kemana  aja?" Suara besar dady meruak keseluruh penjuru rumah.
   "Diapartement." Jawab Via singkat, padat, jelas.
   "Via, kalau orang tua ngomong itu dilihat wajahnya. Dan ketika orang laim berbicara kamu melihat kearah orang yang berbicara jangan melihat kearah lain. Terutama orang tua kamu. Via dengar kamu?" Bentak dady dengan tegas mendapati anaknya yang bandel.
   "Hmm."
   "Via, dady udah cukup sabar ya ngadepin sifat kamu yang bandel, sering pulang malem, sering ngerokok, kamu hampir didrop out. Kamu maunya apa sih, Via?" Bentak dedy sekali lagi.

   Memang disaat dady murka dengan kemarahnnya tak ada yang bisa menatap matanya. Malah siapa saja yang menatap mata dady akan kelagapan jika mendapat pertanyaan darinya. Tapi, itu tak diperuntukkan untuk, Via. Anaknya sendiri.

   Bi Ina yang mendengarkan dari dapur hanya bisa mengisakkan tangisannya mendengar majikannya membentak anaknya, karna selama bang Eza dan Via kecil dady tidak pernah sama sekali mebentak mereka. Tetapi, tidak hari ini. Dady murka.

   Via memandang dadynya sambil tersenyum miring, mneyepelekan. Hanya Via mungkin yang berani menatap mata dadynya ketika dadynya sedang marah besar. Bahkan kemungkinan besar hanya Via yang pernah dibentak oleh dady.
  
   "Oh.. kalian masih nganggep Via anak kalian? Hahaha.. setan mana yang nempel? Kalian sadar gak sih, ha? Via ini orang bukan boneka yang bisa disayang terus dirusak dan dibentak." Via menekan suara pada kata dibentak.
  
   Momy, bang Eza kaget apalagi dady yang diajak Via berbicara dari tadi. Dady hanya bisa memicingkan matanya dan membuang nafas kasar melihat tingkah laku anaknya yang bandel. Dan susah diatur.

   Bahkan sampai bandelnya Via sering pindah sekolah karna alasan yang sama. Drop Out. Sudah mendarah daging didarah Via. Tak ada yang bisa membuat hatinya lunak kecuali seseorang yang ia sayangi, bi Ina.

   Karna lama menunggu jawaban dadynya, akhirnya Via melangkahkan kakinya menuju anak tangga. Namun, saat telapak kaki kirinya akan menyentuh anak tangga dady kembali memperingati.

   "Via, ingat ya kamu. Ini adalah perbuatan kamu yang terakhir. Jika kamu mengulanginya. Dady akan tega buat panggil suruhannya dady buat jaga kamu setian hari. Bodygard dady." Ucap dady menahan kesal.

   Via tak menjawab, bahkan menoleh sedikitpun tidak. Via tersenyum miring disana. Tak ada yang melihatnya.

   Liat aja dady, Via bakal buktiin kalau dalam kali ini Via yang akan menang. Batin Via.

<< Flashback off

   Jarum jam kembali berdetak sama halnya dengan denyut nadi Via yang berdetak cepat ketika mengingat hal itu. Bayangan dimana dady pertama kali membentaknya. Sangat keras.

   Namun, jangan pernah ditanya. Sekarang makin banyak cacian dan makian dari tetangga, teman bahkan saudara mereka sendiri. Itupun sudah hal yang sangat lumrah bagi seorang Natasya Olivia Vanangel Alvaro.

   Sahabat? Ia sudah tak percaya dengan namnya sahabat. Ia sering dimanfaatkan karna berasal dari keluarga berada dan sangat terkenal dikalangan perbisnisan. Siapa lagi kalau bukan dadynya. Via sangat membenci hal itu. Dihormati karna dari kalangan atas bukan karna jasa atau prestasinya. Uang. Semua karna uang.

BRAKK...

   Lamunan Via terbuyar saat seseorang membanting pintu rooftop sangat keras.

   Via yang awalnya termenung kebawa ruang imajinasinya namun setelah suara keras itu membawanya kembali kealam sadarnya. Ia masih kaget, namun ia harus sadar kembali dan membuat wajahnya terlihat sedatar mungkin, seperti biasanya.

  Pintu rooftop kembali terbuka lebar. Ada seorang laki-laki dengan wajah datar disana. Memandang kearah Via dengan tatapan kebencian.

   Via menoleh kebelakang sekilas. Dan tersenyum miring. Kemudian, kembali memalingkan wajahnya kearah depan kembali. Dan menyaksikan ramainya jalann ibu kota Jakarta.

   Permainan dimulai kembali. Batin Via.

¤¤¤
Assalamualaikum..
Tinggalkan jejak ya..
Vote dan coment..
Makasih..

Do You Miss Me? [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang