13

85 3 0
                                    

   "Selepas dari penderitaan lo, pasti ada makna yang bisa lo ambil dan pelajari dari sana. Never give up."

~Angga M. Syaidani

¤¤¤

   Matahari nampaknya sudah lelah untuk bersembunyi dibalik perbukitan, ia menampakkan dirinya diikuti dengan sinarnya yang terang. Seterang hati seorang gadis yang sedang terduduk atas bangkar miliknya. Via.

   Sudah 5 hari usia kaki kanannya dibalut perban. Dan, tepat dihari ini Via diperbolehkan pulang. Via senang sekali. Namun, jangan kalian tannyakan gimana keadaan Via sekarang. Kata bang Eza sudah seperti mumi berjalan. Padahal hanya kaki kanan Via yang diperban dan itupun cuma setengah kakinya.

   Dan Via cukup beruntung karna kaki kanannya tidak sampai diamputasi. Dan, kalian harus mempertannyakan kondisi hati Via saat ini. Iya. Hatinya. Bukan fisiknya. Bahkan selama 5 hari Via dirawat inap orang tua Via tak menjenguknya sama sekali. Sama sekali. Itu yang Via ketahui. Namun, apakah Via tau dari sudut pandang lain? Tidak.

   "Hai, Via. Gimana keadaan kakimu?" Ucap dokter Rian.
   "Hai juga, dok. Alhamdulillah udah mendingan dok."
   "Baiklah. Via, kamu hari ini sudah boleh pulang, seneng gak? Kamukan mulai awal nggak betah dirumah sakit kan? Dan kayaknya kita tidak bisa bertemu lagi ya?" Ucap dokter Rian sambil mengusap puncak kepala Via.
   "Seneng dong, dok. Eh iya ya dok, yah gak ketemu lagi. Tapi, kapan-kapan aku pasti kesini lagi kok dok." Ucap Via dengan sumringah.
   "Yasudah, dokter tunggu. Tapi, kamu kesininya dengan keadaan sehat ya Via. Jangan babak belur atau nggak salah satu anggota badan kamu yang geser atau patah."
   "Ehehehe, siap dokter."

KLEKK..

   "Hai, adek gue. Udah siap pulang?"
  
   Via hanya menganggukkan kepala dengan senyum yang disertai kekhawatiran. Takut masalah itu akan terjadi kembali. Tapi, Via menepis semua pikiran negative itu.

   Perlahan tapi pasti Via dan bang Eza keluar dari ruang itu dan meninggalkan ruang inap itu yang menjadi saksi bisu bagaimana keadaan kondisi Via dan meninggalkan rumah sakit itu.

   Saat didalam mobil itu Via tampak gusar. Tak dapat dipungkiri saat dilihat dari mimik wajahnya dan sorotan matanya.

   "Gak usah gelisah gitu kali dek. Gak apa-apa. Gak usah takut. Abang ada buat lo dan selalu ada disaat lo butuh."
  "Hm.. tapi, gue takut kejadian itu keulang lagi, bang."
   "Percaya sama gue. Gak bakal."
  "Hmm.."

   Terlihat mobil itu memasuki rumah yang didominasi cat berwarna putih. Via keluar dengan dua buat tongkat penyangga. Dan bang Eza keluar dengan membawa tas ransel milik Via. Perlahan Via mulai mendekati pintu utama rumah itu. Ia memegang gagang pintu dan mendorongnya perlahan.

   Munculnya seseorang wanita tua yang mulai kecil merawatnya saat kedua orang tuanya sibuk bekerja. Bi Ina.

   "Alhamdulillah, non Via teh udah pulang." Ucap bi Ina sambil memeluk Via.
   "Iya, bi."
   "Yasudah. Non Via pasti mau istirahat kan?"
   Via menjawab dengan anggukan pelan.
   "Mau bibi buatin sesuatu, non?"
   Via menggeleng kembali.
   "Via mau iatirahat aja, bi."
   "Yasudah. Bibi mau kembali kedapur dulu ya, non"
   Via kembali mengangguk.

   Bahkan disaat gue kembali kedalam rumah ini mana yang namanya orang tua gue? Bahkan mereka udah gak peduli lagi ama gue. Batin kecil Via bersuara.

   Via mulai melangkahkan kakinya masuk kedalam kamarnya. Agak perih waktu Via menaiki anak tangga satu persatu. Mungkin agak kesulitan untuk Via sampai dengan cepat ke lantai dua dengan keadaan kaki yang begini.

   Akhirnya, Via sampai juga diatas. Butuh perjuangan memang, tapi tak apa. Via langsung masuk dan merebahkan dirinya diatas kasung big sizenya. Dan terlelap saat itu juga hingga matahari akan terbenam kembali.

Keesokan harinya..

   Via turun dari kamarnya sudah dengan keadaan rapi. Mungkin bisa dibilang nggak terlalu rapi. Seragam dikeluarkan, memakai sepatu berwarna abu-abu, tas yang disampirkan dibahu kanan, dan rambut yang diikat satu dengan rapi. Masih bisa dikatakan rapi teman-teman? Maybe.

   Dengan alur yang sama dan mungkin akan selamanya sama. Ia sarapan hanya berdua dengan abangnya dan dalam keadaan tak tau keberadaan kedua orang tua mereka. Mungkin hanya Via yang tak tau. Dan setelah itu pergi berangkat dan sampai disekolah, tepatnya dilorong sebelah sekolah. Agar rencana yang disusun Via terlaksana. Dan berjalan menelusuri koridor. Tak arang cacian dan makian dari teman sebayanya, bahkan adik kelasnya atau kakak kelasnya.

   "Wah, ini anak baru muncul setelah masalah yang dia buat. Berani banget dia."
   "Dari mana aja lo, dasar jalang."
   "Kayaknya dia bakal diDO deh sama pak Adam."
   "Dasar watados, lo."
   "Masih berani nampakin mukannya disini ternyata."
   "Gila. Gak tau malu banget. Setelah buat masalah dia balik."

   Banyak tatapan tajam yang dilayangkan untuknya. Namun, ia tak menggubris sama sekali. Via terus jalan tanpa melihat sekeliling bahkan tak mendengarkan cacian mereka. Toh sudah hal lumrah bagi Via.

   Via sampai didepan kelasnya. Terlihat ada beberapa tatapan yang iba kepadanya dan juga ada tatapan yang tak enak untuk dipandang. Namun, tak ia hiraukan. Ia langsung duduk dibangkunya. Disebelah bangku Angga.

   "Hai, Via. Gimana keadaan kaki lo?" Ucap Nadia bersuara.
   "Lumayan."
   "Via, banyak pr loh waktu lo gak masuk." Sekarang gantian Raka yang berbicara.
   "Apa aja?"
   "Banyak, b.indo disuruh buat puisi, kimia yang disuruh buat rangkuman mulai bab 1-3, fisika yang disuruh penelitian sama kelompok. Dan kelompoknya itu anggotanya 5 orang." Ucap Raka panjang lebar.
   "Makasih."
   "Iya, sama-sama. Eh Via. Ehmm.. gue mau tanya boleh gak?"
   "Hmm.."
   "Kalau boleh tau lo ada masalah apa sampai bikin lo kena poin dan bikin kaki lo patah?" Ucap Raka.
   "Hush.. lo ini, itu privasi Via." Ucap Nadia sambil menginjak kaki Raka.
  
   Belum sempat Via menjawab Angga masuk kelas dengan teriak-teriak.

   "Hallo semuanya, pangeran kalian udah dateng loh."
   "Berisik lo, Ga." Ucap Arul.
   "Biarin, orang ganteng mah bebas."
  
   Angga berjalan mendekati Via dengan senyum yang lebar.

   "Eh Via udah balik. Gimana keadaan lo?"
   "Baik."
   "Ehm.. Vi. Kalau boleh tau lo ada masalah apa? Lo boleh cerita ke gue kalau lo ada masalah."
   Via menggeleng pelan.
   "Oh, yaudah kalo lo belum siap cerita juga gak papa."

   Via langsung bangkit dari tempat duduknya dan melenggang pergi. Ia butuh tempat untuk menyendiri. Ia akan menenengkan pikirannya disuatu tempat. Rofftop.

   Kalo gue cerita ke mereka, mereka bakal bongkar semuanya apa gak ya? Jangan Via. Cukup Rangga aja yang tau. Batin kecil Via mulai bersuara.

¤¤¤
Yolloo..
Jangan lupa vote yaa..
Makasih..🙈

Do You Miss Me? [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang