14

72 2 0
                                    

  "Sebenarnya lo itu orang bukan sih? Kenapa sifat lo selalu berubah-ubah kayak bunglon?"

~Natasya Olivia V. A.

¤¤¤

   Terlihat siluet seorang perempuan yang sedang duduk terpojok disebuah sudut yang berada diatas rofftop sekolah. Terlihat ia menaruh tongkat penyangganya disembarang tempat dan ia sedang dalam posisi kedua kakinya yang ditekuk, sementara wajahnya ditenggelamkan ditekukan kakiny itu. Ia menangis dalam diam. Tanpa ada yang mengetahui. Kecuali anak laki-laki itu. Iya dia.

   Terdengar suara derap langkah kaki mendekat kearah Via. Via yang menangis mulai mendongakkan wajahnya dan mulai melihat sepatu orang yang didepannya. Abu-abu dan hitam. Ia kenal dengan seseorang yang memakai sepatu itu. Rangga.

   Rangga langsung ikut terduduk disamping Via yang masih sesenggukan. Sambil memejamkam matanya, Rangga mendongakkan wajahnya keatas.

   "Lanjutin." Ucapnya.
   "Apanya?"
   "Nangisnya."
   "Siapa yang nangis. Ngaco lo."
   "Gue."
   "Oh lo habis nangis."
   "Masih?"
   "Apanya?"
   "Sakit."
   "Oh, mendingan."
  
   Canggung. Suasananya canggung. Via berharap Rangga segera pergi setelah ini, agar ia bisa menangis. Tapi, malah Rangga mau menungguinya sampai perasaannya benar-benar lega.

TEETT..

   Saat Via mau bersuara untuk bertanya sesuatu kepada Rangga. Namun, sepertinya memang belum saatnya ia bertanya mengenai hal itu. Kedekatan mereka. Rangga dan bang Eza.

   Mereka berdiri bersamaan. Rangga langsung melengos pergi dan sementara Via tangannya masih sibuk mengambil tongkat penyangganya yang jaraknya cukup jauh dari jangkauannya.

   Namun, saat hampir beberapa langkah lagi Via bisa mengambil tongkat itu. Ia malah kehilangan keseimbangan. Dan otomatis badannya mau ambruk. Namun, saat mau jatuh tiba-tiba..

   Kok gak sakit ya. Katanya jatuh itu sakit. Mana. Ucap batin Via.

   Sedangkan orang yang menangkap tubuh Via hanya bisa tersenyum geli melihat tingkah laku Via yang kelewat polos. Dan Via belum berani membuka mata sampai suara besar menginstrupsi.

   "Mau sampai kapan lo disni?"
   "E--e--eh.. yaampun. Untung ada lo, Ga. Kalo gak gue masuk rumah sakit lagi kali ini dan dengan alasan yang konyol."
   "Hmm.."

   Tak sengaja sorot mata mereka bertabrakan. Mereka saling memandang satu sama lain. Rangga yang kagum melihat warna mata Via. Caramel. Dan Via yang ikut terhanyut dengan warna hitam pekat iris mata Rangga.

   "E--e--eh.. Ga. Lo bisa lepasin gue?"
   "Hmm.."

GUBRAK..

   "Ya allah, Rangga. Lo jahat banget sih sama gue. Ngomong dulu kek jan langsung ngelepasin kan jatoh jadinya."
   "Siapa?"
   "Apanya yang siapa sih?
   "Yang nyuruh."
   "Iya.. gue sih, tapi kan maksud gue gak gitu."

   Hampir 5 menit Via mencoba untuk bangkit tanpa tongkatnya karna mungkin tongkatnya agak menjauh darinya. Via sedari tadi menahan kesal. Bagaimana tidak ada seseorang yang bisa dikatakan normal tapi tidak membantunya. Via menyumpah serapahi Rangga dalam hati. Namun, ia tak tau bahwa ada orang yang mendengarnya. Orang itu tersenyum kecil.

   "Woy, sumpah ya Ga. Gue dari tadi berusaha buat bangun, eh elunya malah diem aja nggak bantuin. Peka dikit kek jadi orang."
   "Say the password."
   "Ha?"
   "Help."
   "Astagfirullah. Gue punya temen gini amat yak. Gitu kenapa abang gue sabar ama sifat lo ya, Ga."
   "Hmm."
   "Yaudah. Sekarang jan bahas itu. Tolongin gue Rangga Muhammad Syaidani."
   "Hmm.."

   Rangga langsung mengambil tongkat penyangga milik Via. Lalu, ia mengangkat Via dan menuntun Via untuk kembali kekelas.

   Yap. Mereka telat masuk kelas. Dan sekarang adalah waktunya wali kelas mereka. Bu Eka. Wali kelas sekaligus guru bahasa indonesia dikelas ini.

TOK.. TOK.. TOK..

   "Masuk."
   "Maaf, bu. Kami telat masuk kelas." Ucap Via.
   "Kenapa kalian bisa telat masuk kelas?"
   "Habis nganter Via ke UKS, bu." Ucap Rangga.
   "Hmm.. baiklah. Kali ini ibu maafkan. Tapi, jika kalian mengulangi lagi tidak ada kata ampun. Terutama kamu, Via. Kamu sudah ada point di buku hitam kami."
   "Iya, bu." Ucap Via lesu.

   Segera mereka duduk ditempat duduk mereka. Via dengan Angga, dan Rangga dibelakang mereka.

   "Baiklah, anak-anak, pr yang ibu berikan kematin lusa tidak jadi dibuat pr. Sekarang kalian bisa kerjakan disini. Dan harus selesai hari ini. Ibu akan ada rapat diruang guru. Nanti kalian kumpulkan dikantor, dimeja ibu. Arul, bisa kamu kondisikan kelasnya saat tidak ada ibu dikelas?"
   "Insyaallah bisa, bu."
   "Baiklah. Jangan lupa dikerjakan ya. Wassalamualaikum.."
   "Waalaikumsalam.."

   Sepertinya, Arul kewalahan dengan tingkah laku anak kelas XI IPA. Mereka bandel. Meski dikenal sebagai anak yang pandai dalam bidang akademik.

   "Aduh.. bu Eka tega banget. Gue kan gak bisa buat puisi. Kan itu seharusnya pr. Hueee..." ucap Angga.
   "Apaan sih lo, Ga? Orang cuma disuruh buat puisi gak disuruh bunuh orang aja ribet bet lu." Ucap Raka.
   "Biarin. Orang ganteng mah bebas. Lagian emang gue nggak bisa buat puisi kan."
   "Ya gini ya. Sekarang lo milih deh. Lo mau dapet nilai baik ato reputasi lo turun?"
   "Reputasi? Apa hubungannya ama reputasi."
   "Dasar oon. Ya kalo lo gak ngerjain tugas. Terus nilai lo jeblok dan itu juga berpengaruh besar terhadap reputasi lo."
   Yang diajak berbicara hanya bisa membulatkan mulutnya dan ber-oh ria saja.

   "Tulis aja apa yang ada dipikiran lo." Ucap Via.
   "Maksudnya?"
   "Lo sekarang lagi mikirin apa. Dan itu jadi pokok dasar lo buat bikin puisi."
   "Ha?"
   "Ck. Misalnya lo mikirin nasi jadi lo buat kata-kata yang indah untuk dirangkai buat mendeskripsikan nasi itu."
   "Oalah. Ok."

   Kalo gue mikirin lo, berarti lo jadi pokok dasarnya ya, Vi? Batin Angga.

   Angga tak tau bahwa ada seseorang yang berada disekitarnya yang mendengar kata hati kecil miliknya. Sedangkan orang itu hanya bisa mendengus pelan dan juga tersenyum pahit saat mendengar Angga melantunkan kalimat itu. Dan kalimat itu seperti terngiang-ngiang dikepalanya dan berputar setiap saat seperti radio yang sedang rusak.

   Gue buat puisi tentang apaan ya? Gimana kalo tentang anak itu. Ehm.. jangan deh. Dia kan orangnya pekaan gak kayak sodara kembarnya yang judesnya minta ampun. Udah gitu gak peka lagi. Dasar si BuGans. Eh ngapain gue bahas tuh anak. Nanti di ke geeran lagi. Dih. Batin Via.

   Seseorang disekitarnya ikut membatin saat mendengar kata hati Via.

   BuGans? Apaan tuh? Batin seseorang itu.

¤¤¤
   Yoloo..
Makasih udah mau baca..
Tinggalkan jejak👑

Do You Miss Me? [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang