"Gwenny?" Fandy terkejut. Apa yang di lakukan Gwenny disini? Apakah ia sudah mengamati Fandy sejak tadi?
Bisa mati dia kalau sampai Gwenny melihat Fandy menangis. Lebih parahnya lagi, jika Gwenny menyaksikan dan mendengar semua lanturan kata-kata Fandy di tengah isakannya. Tidak. Itu tidak boleh terjadi.
"Kamu ngapain disini? Sendirian?" Gwenny langsung beranjak duduk disamping Fandy.
"I-iya, gue sendiri." Jawab Fandy dengan gugup sembari memalingkan wajahnya. Takut kalau Gwenny melihat matanya yang sudah membengkak karna menangis.
Gwenny mengernyitkan keningnya bingung melihat reaksi Fandy yang begitu aneh sejak Gwenny duduk di sampingnya.
"Kamu kenapa sih,--eh, tunggu-tunggu! Kok, mata kamu bengkak?"
Damn! Ternyata Gwenny lebih teliti dari yang Fandy bayangkan.
"Gu--gue.. nggak papa kok. Ini tuh cuma kelilipan aja. Gak usah dipikirin.." Fandy setengah cengngesan mengatakannya.
Gwenny tersenyum.
"Gak usah bohongin aku, Fandy.. aku tau kok, pasti kamu lagi ada problem.. iya kan?"
"Aku juga tau kalo itu bukan kelilipan. Tapi kamu emang habis nangis tadi."
Oh god, apa yang harus Fandy katakan sekarang? Tidak mungkin ia jujur mengatakan bahwa ia menangis karna istrinya selingkuh kan?
"Hmm.. eh, lo sendirian? Gak ada temen?" Dan Fandy memilih mengalihkan pembicaraan.
Gwenny mendengus kasar dan mengagetkan Fandy karna ia dengan tiba-tiba bersandar dibahunya.
"Fan.. gak usah alihin pembicaraan gitu dong. Mending sekarang kamu jujur sama aku.. kamu kenapa sih?"
Fandy tersentak kaget, juga kesal dengan tingkah Gwenny yang terlalu kepo dan genit. Ia pun langsung bergerak menjauh hingga Gwenny hampir tersungkur di kursi.
"Awsss.." Gwenny meringis.
"Jangan sentuh gue!" Pintah Fandy dengan nada yang begitu dingin.
"Tapi kenapa?"
Fandy terdiam.
"Kenapa kamu gak jawab, Fan?"
"Fan, jangan diem aja. Jawab! Kenapa kamu gak mau di sentuh sama aku?"
Fandy tetap diam.
Gwenny tersenyum sinis.
"Oh, aku tau. Pasti gara-gara cewek murahan itu kan?"
"Pasti gara-gara cewek murahan itu yang bikin kamu berubah sama aku, iya kan?"
"Siapa yang lo sebut cewek murahan, hah!" Sontak Fandy lamgsung menghadap Gwenny, menatapnya dengan tajam dan geram.
"Aku gak tau nama dia siapa. Yang pasti aku pernah liat dia diruang osis. Dia makan berdua sama kamu. Ternyata, kamu nyuruh aku belajar di kelas itu karna kamu mau berdua-duaan sama dia kan? Keren banget rencana kamu, Fan."
"Jangan pernah sebut dia cewek murahan! Atau gue gak akan segan-segan nyakitin lo." Geram Fandy.
"Emang dia siapa sih? Sebegitu berartinya dia buat kamu? Emang dasar tuh cewek. Kamu tau? Seberarti apapun dia buat kamu, buat aku dia tetep sama. MURAHAN!"
Brukkk!!!
"Awwss.." Ringis Gwenny ketika Fandy mendorongnya kasar hingga ia mau tak mau menghantam tanah dengan keras.
"SEKALI LAGI LO SEBUT DIA MURAHAN, LO BAKAL GUE TENGGELAMIN KE TUH DANAU DAN GAK AKAN PERNAH GUE BALIKIN KE DARATAN." Ujar Fandy dengan nada meninggi kemudian meninggalkan Gwenny dengan wajah yang melongo dan menahan sakit.
***
Tepat jam dua belas malam, Fandy berjalan lunglai ke arah apartemennya. Sebenarnya sekarang ia masih ragu untuk pulang. Mengingat kejadian tadi siang membuat dirinya semakin lelah dengan keadaan. Namun, ia khawatir jika terjadi sesuatu dengan istrinya, ya.. meskipun Fandy tengah marah pada Felly, tapi ia tak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi padanya. Dan satu-satunya alasan karna Fandy sudah mulai menyayangi Felly.
Perlahan Fandy membuka pintu apartemen. Kemudian ia masuk dan berjalan mengendap mencari sosok yang sudah membuatnya kalut hari ini. Bukan bawang merah, bukan bawang putih, Melainkan Felly.
Fandy melihat disekeliling apartemen. Namun ia tak melihat ada tanda-tanda Felly disana. Kemudian ia beranjak menelusuri tiap sudut apartemen lebih teliti lagi. Beberapa saat kemudian, Fandy melihat sosok wanita tengah tertidur dan bersandar lemah disisi kanan kursi di depan ruang tv. Sekilas Fandy melirik, ia merasa bahwa itu adalah hantu yang sedang kelelahan. Melihat posisinya yang saat ini duduk dengan kepala tertunduk, kaki diselonjorkan, rambutnya yang acak-acakan serta mata yang bengkak. Bahkan saat dilihat dari jarak jauh saja, matanya sudah sangat bengkak.
Fandy mendekat dengan ragu. Takut kalau itu benar-benar adalah hantu yang hanya bisa dilihat oleh paranormal dan orang-orang tertentu saja.
1 langkah...
2 langkah...
3 langkah...
Tunggu.
"Felly?!" Jerit Fandy.
Ternyata wanita itu benar-benar Felly. Dan, oh.. sungguh Fandy sangat prihatin melihat keadaan Felly sekarang. Bahkan ia belum mengganti seragam sekolahnya. Padahal ini sudah jam dua belas malam.
Perlahan ia menyentuh kening istrinya, dan yang ia rasakan adalah panas.
"Ya ampun, Fel. Kamu demam." Lirih Fandy.
Tak terasa hatinya tersayat-sayat kembali. Pasti salah satu penyebab ia demam karna terlalu memikirkan masalahnya dengan Fandy.
Tanpa berkata-kata lagi, Fandy langsung membawa Felly pelukannya dan menggendongnya ke kamar guna mengobatinya agar ia merasa lebih baik.
******
Tbc.
Maaf kalo pendek banget..
Mungkin Kalian ngerasa cerita ini alurnya udah kayak gak terarah. But, tunggu aja.. Part berikutnya kita masuk klimaks.
Jumat, 27 Januari 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of My Marriage [COMPLETED]
Teen Fiction(SEBAGIAN PART DI PRIVATE YAH, FOLLOW DULU SEBELUM BACA. THANKS) HEH! PLAGIATOR JAUH-JAUH LU! Suatu kekecewaan besar ketika Felly harus pergi meninggalkan Bandung, kota tempatnya dibesarkan. Dimana ia harus melepas moment-moment indah bersama para s...