"Maksud lo apa, masalah Gwenny?" Felly terlihat bingung dengan kerutan didahinya.
"Lo gak denger tadi mama gue ngomong apa? Dia tau kalo kita diskors itu dari Gwenny."
"Oh iyayah.."
"Iya. Dan gue rasa, gue harus ngomong ke dia. Supaya nggak ikut campur sama masalah gue."
"Udahlah, Fan. Gak usah diperpanjang gitu."
"Bukan gitu, Fel. Kalo gue biarin aja, pasti nih anak tambah ngelunjak karna ngeliat gue gak bereaksi atau gak bertindak apa-apa. Dan akhirnya dia bisa ngelakuin sesuatu yang lebih nekad daripada ini."
"Bener juga sih, lo." Felly manggut-manggut.
"Terus nanti rencananya lo mau ngomong apa ke dia?""Belum tau juga sih mulainya mau kayak gimana. Intinya nanti gue bakal nyuruh dia jauh-jauh dari kehidupan gue, dan gak ikut campur lagi sama masalah hidup gue."
Hening sejenak menghiasi keberadaan mereka berdua. Yang terdengar hanya deruh nafas mereka disertai suara cicak yang sepertinya sedang memangsa serangga.
"Segitu niatnya yah, dia sama lo?"
Kata-kata itu sentak membuat Fandy sedikit terkejut. Belalakan dimatanya menjadi bukti.
"Maksud lo?"
"Ya, dia niat sama lo. Dia serius, dan semestinya lo ngehargain itu."
"Tapi secara gak langsung lo udah nyuruh gue untuk khianatin istri gue sendiri." Fandy terkekeh pelan, "Jangan ngomong kayak gitu, nanti istri gue marah loh.."
Mata Fandy mengerling manja. Sangat terlihat jika ia ingin lagi menggoda istinya lalu membuatnya kesal.
"Emang kalo dia marah kenapa? Masalah buat gue?" Felly berkata dengan nada rendah, namun ada sesuatu yang tertahan didalamnya.
Tawa Fandy hampir meledak, "Istri gue itu orangnya galak loh, kalo marah kayak emaknya macan lagi mangsa mantan gebetannya sendiri."
Detik selanjutnya, hanya tinggal seperempat langkah lagi Fandy sampai ke kamarnya. Berkali-kali ia menghindar dari lemparan-lemparan bantal dari Felly.
"Ampun, Fel! Ampun!"
"Arrgghhh, FANDY!!"
***
Ternyata memang sulit menghadapi gadis remaja, apalagi yang modelnya seperti Felly. Dengan kapasitas ambekkan yang tinggi, Fandy sangat kewalahan dibuatnya.
"Fel, ini tuh udah kedua kalinya lo buat gue kewalahan ngebujuk lo tau gak."
"Udah dong ngambeknya.."
Hampir tiga jam Felly terdiam menatap layar hitam televisi. Sedikitpun tak memperdulikan beribu kata yang keluar dari mulut Fandy. Tepatnya gengsi.
Karna salah satu prinsip dalam hidup Felly adalah 'Gue bakal terus ngambek sampe kapanpun gue mau.'"Oke, Fine!"
Felly sedikit kaget. Ia menoleh kearah Fandy. Namun itu hanya sekilas, demi menjaga image-nya didepan Fandy.
"Gue minta maaf sama lo. Ya, meskipun gue gak salah apa-apa."
"What? Sialan, lo gak ikhlas banget minta maafnya." Felly menggerutu.
"Lah, emang bener kan? Gue emang gak salah apa-apa. Tapi gue tetep minta maaf sama lo, karna gue masih ngehargain lo."
"Udah ah, gue capek berdebat sama lo."
Felly ingin beranjak pergi. Namun saat ia belum sempurna bangkit dari duduknya, tangannya kembali ditarik oleh Fandy.
"Mau kemana sih?" Kurang dari satu detik, Fandy langsung memeluk Felly dari samping, posisi kepalanya berada dipundak Felly.
"Fel, kita tuh udah gede. Meskipun umur kita masih muda, tapi kita harus nyadar kalo kita udah nikah. Gak boleh seenaknya bersikap semau kita sama pasangan."
Felly terbelalak, bukan karna perkataan Fandy barusan. Tapi karna ia tau bahwa sekarang Fandy tengah meresapi aroma tubuhnya dalam-dalam.
"Lo.. nga-ngapain?" Felly terbata dengan suara bergetar.
"Lagi meluk istri." Fandy mengangkat kepalanya. Menatap istrinya yang lagi-lagi terbelalak. Tak hanya itu, sekarang bibirnya pucat, suhu tubuhnya dingin dan pipinya merah.
Fandy terkekeh, lalu melepas pelukannya agar Felly sedikit merasa lega. Dan ternyata benar, helaan nafas yang tertahan itu bisa ia hembuskan saat pelukan Fandy lepas.
"Kamu kenapa sih? Aku kan cuma meluk doang? Lagian kan kita udah pernah pelukan. Iya kan? Ngapain gugup?"
Felly hanya menundukkan kepala. Tak berniat membalas perkataan Fandy apalagi menatap matanya. Mereka memang sudah pernah berpelukan sebelumnya. Tapi, mungkin karna mereka sudah saling mengetahui perasaan masing-masing, sudah mengetahui bahwa baik Fandy maupun Felly menyimpan banyak rasa cinta dalam hatinya. Maka kesimpulannya, rasa cinta itulah yang membuatnya gugup ketika berdekatan.
"Fel, kok diem?"
Fandy mengangkat pelan dagu Felly menggunakan telunjuknya, menahannya disana. Dan sekarang, pandangan mereka saling bertemu. Rasa gugup pun akhirnya tergantikan dengan rasa bahagia.
"Lo gak papa kan, kalo gue ketemu sama Gwenny?"
Felly mengangguk.
"Gak marah?"
Felly menggeleng.
"Gak cemburu?"
Felly kembali menggeleng.
"Bener?"
Felly lagi-lagi menggeleng.
Fandy melepaskan telunjuknya pada dagu Felly, "Ck, masa gak cemburu sih? Gue kan maunya lo cemburu."
"Gu-gue cemburu kok!" Serentak Felly mengatakan, setelah itu menutup mulutnya rapat menggunakan tangan kanannya.
Fandy terkekeh, sepertinya Felly sudah termakan rayuan gombal itu. Tapi, sebenarnya rayuan itu bukanlah rayuan biasa. Itu benar-benar dari hatinya,
"Gue tau kok kalo lo cemburu. Gue tau banget."
"Yaudah, besok gue bakal nemuin Gwenny. Tapi sekarang, kita tidur dulu. Sekalian kita nikmatin malam kita ini, besok kan gak sekolah."
Fandy pun berlalu, meninggalkan Felly yang mematung ditempatnya,
Nikmatin malam kita? Maksudnya apa?
******
Tbc.
Ya, meskipun updatenya malam benget, tapi semoga kalian gak kecewa yah sama part ini..
Danke
Selasa, 18 April 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of My Marriage [COMPLETED]
Fiksi Remaja(SEBAGIAN PART DI PRIVATE YAH, FOLLOW DULU SEBELUM BACA. THANKS) HEH! PLAGIATOR JAUH-JAUH LU! Suatu kekecewaan besar ketika Felly harus pergi meninggalkan Bandung, kota tempatnya dibesarkan. Dimana ia harus melepas moment-moment indah bersama para s...