"Fandy?! Ngapain lo disini?"
Felly hampir menjerit kencang tatkala melihat wajah suaminya itu. Matanya bengkak, dengan kantung mata yang menggantung disana. Ia membawa dua kantong putih di kedua tangannya.
"Ya Tuhan.. kok lo bisa kayak gini sih?"
Fandy tak menjawab bahkan sampai lift terbuka. Melihat respon itu Felly memilih diam. Ia akan menanyakannya saat di dalam apartemen nanti.
Sesampainya mereka di dalam apartemen,
"Gila lo! Diajakin ngomong dari tadi nggak nyahut. Sakit pak?"
Tidak ada respon.
Dengan sangat terpaksa Felly lalu menarik tangan Fandy dan mendudukkannya di sofa. Fandy yang lunglai hanya bisa menurut saja. Entah apa yang terjadi dengannya.
"Lo kenapa sih? Sakit?"
Felly menatap suaminya penuh rasa penasaran. Sementara Fandy hanya menjawab dengan gelengan.
"Terus kenapa sekarang lo beda? Lo kesurupan? Kemasukan setan? iya?"
Lagi-lagi Fandy menggeleng. Sungguh membuat Felly geram, "Terus lo kenapa, Fan?"
"Gue nggak papa. Gue cuma laper."
Singkat, padat dan jelas. Tapi jawaban itu membuat Felly mengerutkan kening heran. Bagaimana bisa hal sepele itu membuat suaminya kelihatan beda?
"Cuma laper?"
"Iya."
"Tapi kok lo beda banget sih?"
"Beda gimana?"
"Tampilan lo nakutin. Horor tau gak.."
"Horor?"
"Iya, liat aja tuh muka lo." Felly mengikis sedikit jarak dirinya dengan Fandy, "Mata lo merah. Ada kantungnya lagi di bawah. Ih.. serem batt parah.."
"Gue kalo kecapean emang kayak gini."
"Kecapean?"
Fandy menegapkan badannya. Ia terlihat memaksa, "Tadi malem pas lo tidur, jam dua pagi gue bangun ngerjain tugas. Terus tadi pas di sekolah gue ada ulangan tapi gue lupa belajar. Nah, disitu otak gue lelah banget buat mikir. Pas pulang gue ngerjain lagi tugas dari osis, sore tadi lo gue telponin kalo gue laper lo cuek aja. Padahal gue belom makan dari tadi pagi. Alhasil, gue beli ini."
Felly lantas merebut kantong belanjaan Fandy, lalu menengok ke dalamnya.
"Mie instan?"
"Gue hampir tiap hari makan itu." Sahut Fandy.
"Tapi ini kan gak sehat."
"Udah.." Fandy merebut lagi kantong itu dari Felly, "Udah gak papa. Intinya sekarang lo gak boleh makan mie instan kayak gini. Gak baik buat kesehatan lo. Lo kalo mau makan beli aja ayam goreng, atau pecel lele diluar sana. Yang begini biar jadi bagian gue."
Fandy beranjak dari sofa hendak memasak mie instan yang ia beli, tapi..
"Sejak kapan lo makan makanan kayak gitu?" Langkah Fandy terhenti.
Ia menoleh singkat, "Sejak kita nikah."
Jawaban itu seakan monohok hati Felly. Sejak menikah? Apa ini juga gara-gara Felly?
"Lo sadar gak sih, kalo makanan itu gak baik buat lo? Apa lagi kalo makannya keseringan."
"Ya mau gimana lagi yak,"
"Fan, kita udah nikah setengah tahun. Dan selama enam bulan lamanya lo cuma makan mie instan?" Felly lantas beranjak dari kursi menghampiri Fandy, "Lo mau bunuh diri pelan-pelan?
Fandy tersenyum manis seraya mengacak rambut istrinya, "Gak papa. Gue udah biasa ngurus diri sendiri, Fel. Sejak papa meninggal dan mama sibuk kerja, gue juga udah berusaha mandiri. Gue pernah coba masak. Tapi yang enak cuma ini. Ya udah deh.."
"Istri macem apa sih gue." Felly memejamkan mata erat, dadanya sesak. Merasa gagal menjadi seorang istri yang baik.
"Maksud lo?" Tanya Fandi tak mengerti.
"Kata-kata lo tadi itu seakan-akan gue bukan istri yang baik tau. Meskipun faktanya emang kayak gitu." Felly menunduk. Nampak wajah bersalah disana.
Fandy menghela nafas kasar. Ia mengerti sekarang. Disatu sisi ia senang karna Felly sudah bisa membedakan mana istri yang baik dan tidak. Tapi di sisi lain ia juga maklum karna umur mereka yang masih muda dan sudah berumah tangga membuat pikiran istrinya kurang dewasa karna memang belum pantas.
"Udahlah, udah kejadian juga." Kata Fandy akhirnya. Ia mengusap lembut rambut Felly yang masih diam seraya berkata, "Kalo mau jadi istri yang baik, mending bantuin aku masak mie ini sekarang."
Felly tersenyum manis. Ia mengangguk mantap dan berisyarat bahwa hari ini adalah hari bahagia mereka berdua.
*****
Felly tersenyum melihat wajah suaminya yang tengah lelap di alam mimpi. Rasanya damai sekali ketika Fandy terlelap seperti itu."Manis.." Felly tersenyum. Namun beberapa saat kemudian ia dikagetkan dengan bunyi ponselnya.
Tuut.. tut.. tut..
"Rihan!" Mata Felly hampir saja loncat ketika melihat siapa yang memanggil. Ia menggaruk kepalanya kasar. Kalau diangkat, ia takut Fandy akan marah tapi kalau tidak rasa penasaran akan tujuan Rihan menelponnya akan terus menghantui.
"Duh, gue harus gimana nih?"
"Angkat gak yah?"
Felly kemudian menoleh sejenak ke arah Fandy.
"Pulas.." Gumamnya, "Yaudah, gue angkat aja."
Felly berlari kecil keluar kamar, takut panggilannya akan mati jika tidak segera diangkat. Namun setelah di luar Felly kembali kaku. Nafasnya tercekat saat memencet layar hijau pada hp touchscreen-nya.
"Halo.." Suara itu berasal dari seberang.
Lagi-lagi membuat Felly tak bisa berkutik. Masa pahit bersama Rihan terus menghantui pikirannya.
"Fel, aku tau kamu udah angkat teleponnya. Aku juga tau kalo kamu masih marah dan belum mau ngomong sama aku." Suara Rihan berat, tercekat, dan sangat memaksa.
Dan Felly masih belum bisa membuka suara.
"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Kalau kamu mau kita bisa ketemuan besok di Coffe Lovely jam 3 sore. Aku bakal nunggu sampe kamu dateng. Meskipun aku tau kalau kamu gak bakalan dateng." Terdengar helaan nafas berat sebelum sambungan terputus. Sejujurnya, terbesit rasa kasihan dihati Felly. Tapi banyak hal yang mesti dia pikirkan sebelum bertemu Rihan.
"Gue harus gimana nih? Kalo ketemu Rihan, nanti Fandy marah lagi... Tapi kalo enggak.."
Semuanya masih biasa sampai terdengar, "Ketemu ya ketemu aja."
Mata Felly lantas membulat. Rupanya ada orang lain yang menguntitnya.
"Lo gak usah takut gue marah. Gue bahkan gak ada hak larang-larang lo apalagi sampe marah."
******
Tbc.
Minal aidin walfaizin, mohon maaf lahir dan bathin.
Kalo keluarga bisa kasih THR, aku cuma bisa kasih part ini. Itung2 sebagai hadiah lebaran.
So, kalian bisa kasi aku THR berupa vomment gak? wkwkwk
Sabtu, 24 Juni 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of My Marriage [COMPLETED]
Novela Juvenil(SEBAGIAN PART DI PRIVATE YAH, FOLLOW DULU SEBELUM BACA. THANKS) HEH! PLAGIATOR JAUH-JAUH LU! Suatu kekecewaan besar ketika Felly harus pergi meninggalkan Bandung, kota tempatnya dibesarkan. Dimana ia harus melepas moment-moment indah bersama para s...