Chapter 19

2.6K 215 8
                                    

"Apa kau ingat padaku?" tanya Luhan. Laki-laki itu berhenti berbicara dan menatap lekat kearahnya, sesaat gadis itu merasa lega karena tatapan itu seakan meyakinkannya bahwa Sehun mengenalinya.

Kedua sudut bibir gadis itu tertarik dan membentuk sebuah senyuman. Tiba-tiba Sehun tertawa, nadanya terasa seperti mengejek, dan itu membuat Luhan heran.

"Kenapa kau tertawa?"

"Ah, mian. Apa kau sedang memikirkan sesuatu yang lain? Atau kau sedang melamun?"

"Apa... maksudmu?"

"Aniyo, hanya saja, kita baru bertemu hari ini, dan kau bertanya apakah aku mengingatmu. Sepertinya sekarang aku akan selalu mengingatmu," ucapnya sembari terkekeh.

Ucapan laki-laki itu bagaikan luka yang sangat dalam di hati Luhan, seketika pikirannya dipenuhi oleh amarah, ia tidak yakin apa yang ia rasakan, apakah sedih? Kecewa? Marah? Entahlah, seakan otaknya tidak bekerja sama dengan dirinya.

"Ya, Oh Sehun. Apa kau pura-pura tidak mengenaliku?" kata-kata itu terucap begitu saja dari mulutnya, dan beberapa detik kemudian ia sadar bahwa ia telah membuat kesalahan besar.

Sehun terkejut, tawa dari wajahnya telah hilang dan ia memandang kearah Luhan dengan curiga, lebih tepatnya ada sedikit ekspresi kesal dari wajahnya.

"Permisi, nona Xi. Aku mengerti mungkin kau sedang ada masalah atau apapun itu. Namun kita baru saja bertemu dan bisa dikatakan ini pertemuan yang cukup berpengaruh bagi kedua perusahaan kita.

"Jujur, aku sangat mengutamakan kesopanan. Dan kau baru saja berbicara menggunakan bahasa informal kepadaku. Itu membuatku tidak nyaman, terutama kau terdengar sedikit kesal padaku. Sebenarnya siapa kau? Apa aku pernah mengenalmu?"

Perkataan itu semakin membuat Luhan ingin segera pergi dari tempat itu, tapi ia tidak dapat menggerakkan anggota tubuhnya seperti yang ia inginkan.

"Hm? Kenapa kau tidak menjawab? Apa kau mengenalku?"

Ne, kau adalah laki-laki brengsek yang membuat kehidupanku hancur. Aku menyingkirkan segalanya demi kau, tapi apa yang kau lakukan? Kau membuangku seakan aku hanyalah sampah di kehidupanmu. Aku membencimu, Oh Sehun.

"A... aku...," hanya itu yang dapat Luhan katakan, seluruh ungkapan di dalam pikirannya seakan tak dapat ia ucapnya, lidahnya seakan mati rasa.

"Apa yang coba kau katakan?"

Kau tau kenapa aku sangat menantikan pertemuan denganmu? Itu karena aku ingin memakimu, membentakmu, dan membalas semua kelakuan burukmu padaku. Tapi apa ini? Kau bahkan tidak mengingatku? Kenapa kau harus muncul seperti ini?

Luhan membuka mulutnya untuk mengatakan semua hal yang telah ia pikirkan, namun tak satupun dari kata-kata itu berhasil ia ucapkan.

"Mian," kata Luhan. Sehun terdiam sejenak dan menatap kearah gadis di hadapannya.

"Kenapa kau meminta maaf?"

"Aku... aku harus pergi, bisakah kita membicarakan transaksi itu lain kali? Aku ada urusan mendadak, mian," Luhan bergegas merapihkan seluruh barangnya kemudian beranjak dari tempat duduk.

Gadis itu melangkahkan kakinya dengan cepat, saat ia melirik kearah tempat duduknya tadi, ia melihat Sehun hanya berdiam disitu.

Sudah kuduga. Pikirnya.

Udara dingin bertiup cukup kencang saat ia membuka pintu cafe, sayangnya ia lupa untuk membawa mantel miliknya dan blouse yang ia kenakan cukup tipis.

Gumpalan asap putih terlihat di sekitar wajahnya saat ia menghembuskan nafas. Suhu udara akan semakin menurun, ia akan terserang flu jika ia tidak segera pulang.

"Aish, paboya, kenapa aku tidak membawa mantel di musim dingin seperti ini," ia berdecak kesal.

Luhan mencoba mencari taksi diantara puluhan kendaraan yang melintas, namun sejak tadi tak ada satupun yang lewat. Gadis itu berpikir untuk kembali ke hotelnya dengan berjalan kaki, namun itu akan memakan waktu beberapa jam dan saat itu mungkin ia sudah membeku di tengah jalan.

Ia pun duduk di sebuah kursi yang ada di pinggir jalan, ia seharusnya mencari taksi, namun rasa lelah kembali menyelimutinya dan ia pun tertidur.

Sehun menghabiskan espresso miliknya kemudian keluar dari cafe. Ia berjalan menuju mobilnya yang diparkir di pinggir jalan. Laki-laki itu memasang safety belt, sebelum ia melaju, sebuah pantulan di kaca spion miliknya membuat ia terdiam.

Gadis tadi sedang duduk di sebuah kursi yang letaknya tak jauh dari mobilnya.

"Apa dia tertidur? Di udara sedingin ini?" gumamnya. Sehun hendak melaju dengan mobilnya, namun ia tidak bisa mengabaikan Luhan.

Akhirnya ia pun keluar dari mobilnya dan menghampiri gadis itu. Sehun sedikit terkejut saat melihat wajah gadis itu yang sangat pucat. Tanpa berpikir dua kali, ia langsung menghampirinya dan berlutut di hadapan gadis itu.

"Luhan-ssi, apa kau bisa mendengarku? Luhan-ssi, tolong buka matamu," ucapnya sembari mengguncangkan bahu Luhan perlahan.

Kedua tangan gadis itu terasa sangat dingin dan kaku, Sehun segera menggenggamnya dan mencoba untuk menghangatkannya. Ia meletakkan jari telunjuknya di dekat hidung Luhan, namun ia tidak merasakan ada udara yang berhembus.

Ia mengecek denyut nadi pada pergelangan Luhan, ia dapat merasakan denyut yang sangat lemah dibalik kulitnya yang membeku.

Sehun pun menggendong gadis itu dan membawanya ke dalam mobil. Dengan cepat ia menyalakan kendaraan itu dan melesat menuju ke rumah sakit.

Perjalanan kembali ke rumah sakit sebenarnya tidak terlalu jauh, mungkin hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Sehun menaikkan kecepatan mobilnya agar ia dapat segera sampai di rumah sakit.

Namun tidak seperti yang ia harapkan, terjadi kemacetan parah di jalan yang akan ia lalui, ada sebuah bus yang mengalami kecelakaan. Laki-laki itu berusaha untuk tetap tenang, ia memutar balik mobilnya lalu kembali ke cafe tadi.

Untung saja saat ia memarkirkan mobilnya di dekat cafe, ia melihat seseorang yang ia kenal, Sehun segera turun dari mobil dengan Luhan di gendongannya dan menghampiri laki-laki yang berada di pintu masuk cafe.

"Ya! Kim Jongin!" teriaknya. Laki-laki itu menoleh, ia terkejut saat melihat Sehun, namun yang membuatnya lebih terkejut adalah gadis yang digendong laki-laki itu.

Tak butuh waktu lama bagi Jongin untuk mengenali gadis itu, banyak pertanyaan yang terlintas di pikirannya, namun ia menepis semua itu dan langsung menghampiri Sehun.

"Apa yang terjadi?"

"Apa ruang karyawan kosong? Aku membutuhkannya."

"Sepertinya begitu, ayo masuk," ucapnya.

Sehun segera membaringkan gadis itu di salah satu tempat tidur yang ada di ruang karyawan, setelah itu ia keluar dari ruangan dan menuju ke mobilnya.

Ia kembali dengan membawa beberapa peralatan, ia memasangkan alat pendeteksi denyut jantung pada Luhan kemudian mengecek kondisinya.

Laki-laki itu menyadari sesuatu yang aneh pada gadis itu, Sehun pun mengeluarkan sebuah senter dan mengecek ulang kondisi Luhan.

"Ini reaksi alergi."

"Mwo? Apa dia alergi pada sesuatu? Kalau begitu kau harus segera membawanya ke rumah sakit," ucap Jongin.

Tanpa menjawab perkataan Jongin, Sehun langsung bergerak ke samping Luhan, ia menyentuh hidung dan ujung dagu gadis itu dengan lembut lalu mulai memberikan nafas buatan pada gadis itu.

.

.

.

TBC!!

Asik double update wkwk. Hope u like it !=))

Next? Seperti biasaaa, vote, comment, and share!^^

love is not for us ; hunhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang