11

11.6K 1.2K 16
                                    

Zayba Shadha Rumaisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zayba Shadha Rumaisa

Alhamdulillah, akhirnya aku bisa kembali kerja hari ini. Acara lamaran tadi malam, berlangsung khidmat. Aba dan calon mertua kak Maryam sudah menetapkan tanggal pernikahan mereka. Yup, pernikahan mereka akan digelar semingu sebelum memasuki bulan Ramadan. Dan itu artinya, bulan depan mereka sudah akan menikah. Insyaallah.

"Assalamualaikum," aku melangkah masuk kedalam butik dan mendapati mbak Hana sedang melakukan fitting dengan seorang wanita berbalut gamis dan hijab syar'i.

Mbak Hana menoleh dan tersenyum padaku, sementara jemarinya menekan pelan meteran baju di pinggang wanita itu. "Wa'alaikum salam, kenapa kemarin gak masuk Zay?"

Setelah menyimpan tas kecilku di loker belakang, aku menghampiri mbak Hana dan membantunya mengukur tubuh wanita cantik ini, yang ternyata adalah teman SMA ku dulu. "Yumna?"

Yang kupanggil lantas berbalik dan tersenyum padaku, "Zayba Shadha Rumaisa, kan? Assalamualaikum, apa kabar kamu? Wah, kamu banyak berubah yah? Makin cantik saja,"

Aku terkekeh mendengar pertanyaan beruntun wanita yang sempat dekat dengan Ahwal, ini. "Wa'alaikum salam, iya ini aku. Zayba, teman sekelas kamu waktu SMA. Kabar aku baik kok, kamu sendiri?"

"Alhamdulillah, aku selalu baik kok,"

Aku ingin bertanya, tapi aku takut. Aku tidak tau harus mulai bertanya darimana tentang keberadaan Ahwal yang sampai saat ini belum ku ketahui.

"Oh iya. Mbak, bagaimana dengan pengantin pria nya? Bajunya kapan mau di coba?" Pertanyaan dari mbak Hana, membuatku menoleh dan melempar tatapan bertanya pada Yumna.

"Kamu mau menikah? Masya Allah, aku gak nyangka kamu langkahin aku, hehehe" kataku bercanda, sekaligus tidak percaya dengan berita yang kudapat ini. Jika benar Yumna akan menikah dalam waktu dekat ini, berarti dia yang pertama menikah dikelas kami.

"Hehehe, nggak kok. Aku masih lama. Ini permintaan mama aku, katanya aku harus ngukur baju sekarang, supaya kalau Aas sudah datang melamar, kami langsung menikah seminggu kemudian. Konyol, kan ide mama ku?" Yumna mencebikkan bibirnya, dan ia terlihat sangat manis. Oh iya, dulu Yumna ini tipikal cewek yang paling irit bicara, sama kayak kak Aisyah. Setelah tidak bertemu hampir sembilan tahun, rupanya ia banyak berubah ternyata. Seseorang benar-benar dapat berubah seiring berjalannya waktu, sama kayak aku ini. Dulu aku...., yah u know lah.

"Aas?" Kulempar pertanyaan dari penjelasannya tadi, yang sepertinya kurang jelas untuk kutangkap.

"Iya, Aas. Afif Ahwal Said. Mama ku dan ibunya Aas menjodohkan kami," ujar Yumna.

Astagfirullah, berita macam apa ini? Mimpikah? Astaga, jika benar mimpi, aku ingin dibangunkan segera. Rasanya, aku dijatuhkan dari tebing yang tinggi dan tak menemukan dasar. Hatiku benar-benar hancur mendengarnya, seolah ada belati panas yang menghunus jantungku. Ini sakit, dan jantungku terus berdetak tak karuan.

"Maksud kamu, Ahwal teman sekelas kita?" Tanyaku masih tidak percaya dengan kenyataan ini.

Yumna menggangguk antusias, membuatku tidak bisa berpikir jernih. "Ahwal yang gak normal itu, kan?" aku tahu, hal ini akan menyakitkan. Tapi aku perlu benar-benar memastikannya.

"Iya, Zayba. Afif Ahwal Said, teman kelas kita yang kamu juluki laki-laki abnormal. Dia yang akan dijodohkan dengan aku," penjelasan Yumna membuat kepalaku pusing.

"Ka..kapan, dia pulang dari Kairo?" tanyaku sedikit terbata.

"Hm, sekitar tiga bulan yang lalu,"

Ya Allah, dia sudah kembali dari Kairo tiga bulan yang lalu, namun ia sama sekali tidak menemuiku atau sekadar memberiku kabar atas kepulangannya. Astagfirullah, aku masih tidak habis pikir. Lalu, untuk apa penantianku selama ini? Apa ia berniat balas dendam denganku? Kalau memang iya, berarti dia telah sukses membalaskan dendamnya. Karena saat ini, aku merasa hancur.

Dadaku sakit, dan air mataku sudah menggenang, menghalau pandanganku pada sosok laki-laki yang sedang masuk ke dalam butik dan berjalan menghampiri kami--aku dan Yumna, mbak Hana sudah meninggalkan kami sejak tadi--. Buru-buru aku menunduk dan pamit pada Yumna untuk ke belakang.

Aku tau ini bukan tempat yang tepat untuk aku menangis, tapi aku sudah tidak menemukan ruangan se-privaci ini. Di sini, aku mengeluarkan semua air mataku. Aku menggigit bibirku kuat-kuat agar tidak terdengar isakan. Tolong, seseorang bangunkan aku dari mimpi buruk ini. Umi, Zayba gak kuat.

-

Siang ini, aku pulang lebih cepat karena tiba-tiba aku merasa demam setelah menangis kurang lebih sejam didalam toilet. Aku benar-benar masih menyangka kalau semua ini hanya mimpi. Saat ini aku hanya harus tidur, dan kembali terbangun dengan harapan kalau aku sudah bebas dari mimpi buruk ini.

"Zayba, kita mampir di kampus sebentar yah? Aku mau ambil laptop ku," aku mengangguk lemah, dan menurunkan beberapa derajat jok mobil yang akan ku gunakan untuk tidur sejenak selama perjalanan menuju kampus tempat Nazril mengajar.

Aku kembali terbangun saat deru mesin mobil sudah tidak terdengar olehku, apa sudah sampai? Padahal aku merasa baru beberapa menit aku tertidur. Kutegakkan kembali jok yang kududuki ini, sekarang aku butuh duduk rileks sembari memperhatikan suasana kampus.

Aku merabah keningku, sudah tidak panas lagi. Alhamdulillah.. seharusnya aku tidak perlu izin untuk pulang dan meninggalkan pekerjaanku untuk yang kedua kalinya.

Tapi, kenapa Nazril begitu lama? Aku sudah kehausan menunggunya. Apa lebih baik aku turun saja dulu, dan mencari air minum sekaligus menikmati sepoi angin dari beberapa pohon besar yang menghiasi kampus yang lumayan besar ini.

"Ahwal?" Botol air yang baru ku buka penutupnya itu, refleks terjatuh saat aku melihatnya. Yah, aku benar-benar melihatnya. Dia berjalan ke arahku, sambil mengecek smartphone nya.

Jantungku seolah berhenti berdetak saat jarak antara kami, kira-kira tinggal tersisa lima meter.

"Ahwal? Kamu kah?" langkahnya terhenti seiring dengan kepalanya yang ia tegakkan. Pupilnya membesar dan mulutnya sedikit terbuka.

Mataku terasa perih, saat aku tersadar kalau ini bukan mimpi. Dan itu artinya, ada kemungkinan apa yang dikatakan Yumna benar adanya. Mereka akan menikah, dan aku dicampakkan oleh janjinya yang sampai saat ini masih aku percayai.

"Zayba?" Kulihat ia menggumamkan namaku tanpa bersuara.

Tepat setelah itu, kepalaku mendadak pusing, dan penglihatan ku memburan. Lalu kemudian gelap, dan aku merasakan tubuhku ambruk. Dari sisa-sisa kesadaran ku, aku mendengar suara langkah kakinya berlari kearahku. Terakhir, aku mendengar ia memanggil namaku. Suaranya itu, aku sangat merindukannya.

🌈🌈🌈

Syukron udah mau baca dan meninggalkan jejak💕

09.Januari.2017®BlueAinn
→ Cerita ini tidak di revisi setelah ditulis, jangan heran kalau banyak typo dan membingungkan.

Aishtaqat Lak | [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang