21

11.3K 1K 54
                                    

Zayba Shadha Rumaisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zayba Shadha Rumaisa

Tatapan kami saling mengunci satu sama lain. Entah siapa yang memulai permainan ini, hingga aku sendiri lupa bagaimana caranya berkedip. Napasku memburu, seiring dengan degupan jantungku yang semakin berdetak kencang. Mengapa harus sekarang?

Mengapa ia harus kembali sekarang? Disaat aku sudah memantapkan hati untuk menjalin sebuah komitmen dengan seseorang yang serius, mengapa ia harus kembali menyapa? Setelah hampir dua belas tahun dia menghilang, meninggalkan aku dengan sebuah ketidakpastian. Mengapa selalu aku yang menunggu?

Kelopaknya berkedip lambat, menarik diameter senyumnya hingga menampakkan kesan kharismatik dari wajahnya yang tak pernah lekang oleh waktu. Bahkan, senyumnya masih sama sejak terakhir kali kami bertemu. "Apa kabar Zayba?"

Susah paya aku menormalkan detak jantungku, tatkala suranya yang telah berubah berat menyapaku. Ada apa ini? Apa rasa itu masih untuknya? Lalu, harus kuapakan perasaanku pada laki-laki yang telah mengkhitbah ku kemarin? Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Rasa ini salah! Benar-benar salah. Ya Allah, tunjukilah hamba jalan yang lurus.

"Aku dengar, kamu akan menikah. Benarkah itu?"

Kepalaku terangkat. Menatap bola mata cokelat khas Indonesia-nya yang selalu hampir menghipnotisku kala itu--mungkin sampai sekarang juga. "Iyah," jawabku sedikit ragu.

Tapi, kenapa aku harus ragu? Bukankah sudah tidak ada yang aku ragukan sekarang? Fabiayyi alā irobbikumatukadziban.

Laki-laki itu mengikis jarak antara dirinya dengan meja bundar yang menjadi sekat antara aku dan dirinya. "Sama siapa?" Suaranya terdengar pelan. Seperti berbisik. Tapi aku yakin, dia benar-benar tidak sedang mencoba untuk melakukannya.

Lidahku keluh untuk menjawab pertanyaan sederhana dari laki-laki yang sempat menghuni hatiku saat masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama. Mataku terus mengunci pada pergerakannya, yang kini kembali mengukir jarak antara dirinya dan meja.

Tangannya ia lipat diatas perut, sembari memasang wajah angkuhnya yang sedari dulu menjadi andalannya untuk menaklukan siapapun yang melawan kuasanya. "Aku tau, kamu pasti melakukannya dengan terpaksa, bukan?" Alisnya ia angkat seiringan dengan bibirnya yang menukik menyebalkan.

Kepalaku menggeleng sebagai penolakan. Benar bukan, aku melakukannya bukan karena terpaksa atau karena sedang dijodohkan? Aku melakukannya karena memang itulah yang membuatku menunggu selama hampir tujuh tahun.

"Aku mencintainya karena Allah," jawabku mantap.

Mataku melotot tak percaya mendengar responnya berupa tawa keras darinya. Apanya yang lucu? "Kamu mencintainya?" matanya mentapku serius. "Aku tidak percaya," lanjutnya, kembali menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. "Ingat Zayba, kamu tidak akan pernah bisa move on dari aku. Aku yakin, saat ini kamu pasti gugup. Iya 'kan?"

Astagfirullah, apa perasaanku baru saja dilecehkan? Bisa-bisanya dia mengatakan hal seperti itu dengan sangat gamblang? Walau aku sendiri membenarkan apa yang ia katakan, tapi tetap saja aku tidak terima dengan semua ini. Dia pikir dia siapa? Dia hanya cinta monyetku yang sangat tidak beruntungnya, masih menyisakan debaran di jantungku tiap kali megingatnya.

"Woah, sekarang kamu sudah banyak berubah yah? Terakhir kali aku melihatmu, kamu sedang berdiri di depan club. Dan lihat pakaianmu sekarang," matanya menscan penampilanku dari atas sampai perut. Bagian bawah pakaianku terhalangi oleh meja. "Ckckck, benar-benar berbeda dengan waktu itu," dan sekarang, aku merasa benar-benar telah dilecehkan oleh seorang Afif Awal Sidq. Prince charming yang sangat diidolakan kala itu, yang berhasil mengambil semuanya dariku. Termasuk harga diri.

Laki-laki itu menyesap minumannya kemudian berdiri dari duduknya, ia mengedipkan sebelah matanya padaku sebelum ia berlalu meninggalkan aku yang masih merenungkan hal-halyang telah kulakukan bersamanya dua belas tahun yang lalu.

-

Assalamualaikum Zayba, bagaimana pekerjaanmu hari ini?
21:30

Secercah harapan muncul dipermukaan hatiku saat membaca pesan singkat dari Ahwal. Meski hanya sebuah perhatian kecil, aku tetap merasa bahagia. Setidaknya aku memiliki orang-orang yang peduli denganku.

Waalaikumsalam, alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Bagaimana di kampus?
21:31

Kami sudah selayaknya pasangan LDR yang terpisah jarak ribuan mil. Padahal, kami bisa saja bertemu kapan saja dan dimana saja, asalkan tempat pertemuannya wajar.

Setelah Ahwal mengkhitbahku, Aba memberi kami waktu untuk ta'aruf. Tapi, dengan semena-menanya, Ahwal menolak dan menyarankan agar langsung ke acara lamaran dengan membawa serta keluarganya. Ia bahkan menyarankan agar kami menikah bulan depan, bersamaan dengan pernikahan kak Maryam.

Aku bukannya menolak niat baiknya. Hanya saja, aku hanya ingin memastikan kalau kami benar-benar cocok untuk disandingkan di pelaminan dengan sumpah ijab dan qabul dihadapan waliku, malaikat, dan tentunya Rabb-ku. Dan aku butuh waktu untuk semua itu. Setidaknya aku masih ada waktu satu tahun untuk menunggu giliranku. Lagipun, aku merasa kalau sikapku ini masih kekanak-kanakan dan belum mampu mengurus rumah tangga dengan segala konsekuensinya.

Menjadi istri itu, tidak hanya harus memikirkan soal melayani dan mempersiapkan semua keperluan suami. Tetapi, mereka juga harus punya pendirian agar tidak mudah goyah bila diterpa angin. Dan aku sama sekali belum bisa mengontrol emosiku yang sering kali meledak-ledak. Aku rasa, emosiku masih selabil anak selolahan. Padahal ajalku semakin dekat.

Allahu akbar. Kututup mulutku saat rasa kantuk mulai menyerangku. Padahal masih setengah sepuluh. Tidak biasanya aku tidur cepat, mungkin karena hati dan pikiranku sinkron melelahkan tubuhku.

Setelah mengambil wudhu dan membaca do'a sebelum tidur, aku mulai mendendangkan dzikir sebagai nyanyian pengantar tidurku. Berharap esok aku terbangun dengan perasaan yang jauh lebih baik. Subhanallah, walhamdulillah, walaāilahaā illallah, wallahu akbar.

🌈🌈🌈

Syukron sudah membaca dan meninggalkan jejak💕

Baca juga cerita ku yang lain😊

18.April.2017®BlueAinn
→ Cerita ini tidak di revisi setelah ditulis, jangan heran kalau banyak typo dan membingungkan.

Aishtaqat Lak | [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang