24

13.7K 1K 63
                                    

Afif Ahwal Said

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Afif Ahwal Said

"Saya terima nikah dan kawinnya, Zayba Shadha Rumaisa binti Omar Al Ansyari dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang 286 Dirham, dibayar tunai."

Kataku dengan suara lantang. Para saksi berteriak 'sah', kemudian sang penghulu memimpin do'a untuk keberkahan rumah tangga kami. Tepat setelah selesai memanjatkan do'a, Zayba turun dari lantai dua rumahnya. Dia diapit dua sahabatnya, yang membantunya berjalan dengan gaun yang sedikit besar. Wajahnya tertutup niqab, tapi matanya memancarkan kebahagian di dalam sana.

Zayba duduk di sampingku. Sebelum mencium puggung tanganku, aku membuka niqab nya terlebih dahulu. Dan setelahnya, aku sukses menganga di buatnya. Kemana istriku? Kenapa sosok Yumna yang duduk di depanku? Kemana Zayba.

Mataku liar nencari-cari keberadaan Zayba. Aku semakin dilanda rasa takut, tatkala aku tak menemukan sosoknya. Kemudian, sosok Ibu menahan pergerakanku yang akan berlari keluar untuk mencarinya. "Ibu senang banget liat kamu akhirnya menikah dengan Yumna. Semoga sakinah, yah nak?" raut bahagia dari wajah Ibu sangat kentara. Tatapannya seolah berbicara, mengatakan kalau inilah kebahagiaannya.

Lalu, bagaimana dengan Zayba? Apa akhirnya Zayba menikah dengan Nazril? Semakin aku memikirkannya, membuat air mataku keluar begitu saja. Aku menangis sesenggukan di hadapan Ibu. Tak ku pedulikan bisik-bisik dari para tamu yang melihat laki-laki sepertiku menangis sesenggukan di tengah-tengah kerumunan. Yang ada dalam pikiranku hanya Zayba. Ya Allah, kemana engkau menyembunyikan pilihanku?

"Ahwal?"

Seseorang menepuk pipiku, wajahnya tak dapat kulihat dengan jelas. Tapi aku yakin kalau dia adalah perempuan. Apa dia Zayba? Aku menggosok mataku, menghapus jejak air mata yang masih belum kering. Mataku sukses terbuka, dan aku hanya melihat suasana remang-remang. Kemana perginya semua para tamu? Dan, mengapa suasana rumah Zayba mirip dengan suasana kamarku?

"Ahwal? Kamu sudah sadar nak? Kamu mimpi apa sampai nangis sesenggukan kayak tadi? Suara kamu sampai terdengar ke bawah," aku menatap refleksi wajah Ibu. Tidak ada polesan make up, tidak ada baju kebaya yang tadi beliau pakai. Apa aku hanya mimpi?

Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah, aku meludah tiga kali ke sisi kiri. Entah aku harus menyebutkan mimpi tadi dengan mimpi indah, atau malah mimpi buruk. Satu sisi aku merasa indah karena hanya mimpi, satu sisi aku merasa buruk karena bisa saja mimpi tadi adalah jawaban dari istikharah ku selama seminggu belakangan ini.

"Siapa Zayba?" suara Ibu berhasil memutar kepalaku, menghadap kearahnya. Apa tadi aku menyebut nama Zayba? Aku hanya bisa menunduk, menyembunyikan rasa takut yang tiba-tiba menyerangku.

"Apa jangan-jangan, dia gadis yang kamu maksud itu?" Ibu menepuk bahuku. Aku mengangkat kepala, dan mata kami sukses bersirobok. "Siapapun gadis yang kamu bawah kehadapan Ibu, selama itu bukan Yumna, Ibu tidak akan memberi kamu restu."

Aishtaqat Lak | [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang