23

11.5K 1K 71
                                    

Zayba Shadha Rumaisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zayba Shadha Rumaisa

"Assalamu'alaikum, ini siapa?"

"Zay, ini kakak. Tolong ambilkan handphone kakak di rumah kak Aisyah. Tadi kakak lupa bawa. Kalau tidak salah, ketinggalan di sofa ruang tamu."

Tut..tut..tut..

Mataku mengerjap pelan, memandang smartphone ku yang sambungannya telah terputus. Kakak siapa? Aku ada tiga kakak, yang sama-sama nginap dirumah kak Aisyah semalam. Tadi itu siapa? Dan, harus ku bawa kemana handphone nya?

Dengan keengganan, aku memutar balik mobil kak Aisyah kembali ke dalam komplek. Tadinya aku berniat untuk menjenguk anaknya Nadila di rumah sakit. Semoga saja yang menelpon tadi, adalah kakak Maryam. Kan, aku tidak harus berkutat dengan macet dua kali.

Aku menepikan jazz kak Aisyah di depan gerbang. Baru akan membuka pintu gerbang tersebut, kak Zea menghampiriku sembari menepis keringatnya dengan lengan gamisnya yang panjang. Kasihan, karena kehamilannya yang lemah, ia harus banyak istirahat dan tidak boleh banyak gerak. Ditambah dengan pekerjaan suaminya yang mengharuskannya rela ditinggal selama beberapa hari untuk dinas diluar kota.

"Kamu mau ke rumah sakit kan? Kakak ikut yah? Mau kontrol bulanan,"

Aku mengangguk. Membantu kak Zea masuk ke mobil terlebih dahalu, kemudian aku berlari menuju ruang tamu kak Aisyah. Memgambil barang yang syukurnya milik kak Maryam.

"Kenapa balik lagi? Kakak pikir tadi kamu sudah jauh,"

Aku memutar kunci, menaikkan porsneling, dan mulai berkendara dengan pelan. "Tadi ada kecelakaan di depan gerbang komplek, trus kak Maryam nelpon suruh bawa hp nya yang ketinggalan,"

Kurang dari dua puluh menit, aku sudah memarkirkan mobil kak Aisyah di parkiran rumah sakit. Mataku langsung tertuju pada vario putih yang terparkir di belakang parkiran mobil, sejajar dengan mobil yang barusan kukendarai. Sepertinya aku tidak asing dengan motor itu.

"Zay?" aku tergagap menyadari kak Zea sudah menggenggam tanganku. Astagfirullah, aku sampai lupa dengan kak Zea.

Kami berjalan bersisian memasuki rumah sakit yang cukup besar di kawasan Jakarta pusat ini. Sesekali aku berbalik, memperhatikan motor matic yang aku yakin pernah melihatnya sebelumnya. Oh ayolah Zayba, motor seperti itu bukannya hanya ada satu di Jakarta.

Setelah mengantar kak Zea ke ruang praktek dokter kandungan yang biasa ia kunjungi setiap bualannya, aku memutar arah. Berjalan menaiki tangga untuk sampai di lantai dua, ruangan kak Maryam. Berbelok di koridor, dan bertemu kak Maryam di dekat apotek.

"Kak, sepuluh menit dari sekarang, temui kak Zea di bawah yah? Dia lagi periksa sama dokter Novi," kataku lalu menyerahkan benda yang tadi beliau minta.

Aku melangkah menuju ruangan VIP tempat anaknya Nadila di rawat. Tadi pagi, kami sempat chattingan. Aku mengintip di balik pintu kaca yang sedikit buram. Aku tidak bisa melihat apa-apa. Pelan-pelan, aku membuka pintu kaca tersebut, dan tak menemukan siapapun disana. Apa aku salah ruangan? Tapi, rekam medis yang tertempel di tembok, dekat pintu mengatakan kalau ini benar ruangan Abid Raqilla. Aku juga melihat nama suami Nadila disana.

Aishtaqat Lak | [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang