13

12K 1.1K 21
                                    

Zayba Shadha Rumaisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zayba Shadha Rumaisa

Pandangan ku tidak lepas pada sosok yang ada di dalam cermin. Wajahnya nampak tidak terawat. Matanya sembab, hidungnya merah, rambutnya acak-acakan. Dan jangan lupakan kantung mata berlapis-lapis yang menghitam, menjadi pelengkap kalau dirinya benar-benar kacau.

Apa sesakit ini rasanya dicampakkan oleh seseorang yang pernah kita anggap biasa saja?

Dua hari yang lalu, tepat setelah pertemuan tak terduga kami, aku tidak pernah keluar kamar. Aku mengunci diriku dalam kamar tanpa makan dan minum. Aku bahkan sudah mirip zombie akibat topan yang memporak-porandakan hatiku.

Aku tau kalau yang ku lakukan ini sangat lebay dan kekanak-kanakan. Tapi aku juga tidak bisa menampik kalau aku begitu kacau, mendengar kabar kalau dia yang selama ini aku tunggu akan menikah dengan orang lain. Rasanya begitu sakit dan juga, pedih(?)

Aba dan keempat kakak'ku sepertinya tengah khawatir memikirkan keadaan ku, yang tak biasanya bertindak sejauh ini jika sedang dalam keadaan hati yang tidak baik. Aku tau kalau tindakan ku ini tidak wajar untuk seorang yang telah mengerti dan belajar banyak tentang agama, tapi hati siapa yang tidak sakit jika dicampakkan seperti aku?

Bayangkan saja, kalian jatuh cinta pada seseorang yang awalnya kalian anggap biasa. Namun karena perhatian kecil yang ia berikan, entah kenapa hati kalian menjadi luluh. Dan, tepat setelah kalian menyadari akan keberadaan cinta yang perlahan mekar di hati, dia pergi dan membawa hati itu pada belahan bumi yang lain. Lalu, setelah lama menunggu, yang kudapat adalah kenyataan jika dia yang kutunggu akan segera menjadi milik yang lain. Tidak adakah yang jauh lebih buruk dari ini?

"Zayba, buka pintunya dong. Ayo makan, kamu udah seminggu loh kayak gini. Gak baik bagi seorang perempuan berbuat seperti itu, ayo buka dong sayang," suara lembut kak Naziya mendorong langkah ku untuk membuka pintu yang selama ini aku kunci. Rasanya begitu berat bagiku untuk membuka kayu pembatas ini.

"Asatagfirullah al adzim, masha Allah! Kamu kenapa sih sayang? Kok bisa sekacau ini?" aku menunduk malu, menyembunyikan kekacauan diriku. Dengan penuh kasih sayang, kakak ku ini membawaku ke dalam pelukannya. Ya Allah, rasanya begitu hangat. Sungguh, aku merindukan pelukan seorang Umi.

Tanpa sadar, aku menangis dalam pelukan kak Naziya. Gerakan abstrak di pundakku, perlahan membuat produksi air mataku berhenti mengalir. Aku mendongak saat tak mendengar suara lembut kak Naziya yang sepertinya memang sengaja membiarkan aku berhenti dengan sendirinya.

"Kak, aku sakit. Hatiku sakit dikhianati seperti ini sama dia," akhirnya, apa yang selama ini ku pendam bisa lolos dari kerongkonganku.

Kak Naziya mengangguk, merapikan anak rambutku yang berantakan. "Kakak sudah pernah mengatakan sama kamu sebelumnya kan, berhenti menunggu sesuatu yang tidak pasti. Karena sejatinya akan menyakiti diri kamu sendiri, jika yang kamu tunggu tidak pulang pada rumah yang tepat,"

Benar yang dikatakan kak Naziya. Sedari awal kak Naziya tahu perasaan ku pada Ahwal, kak Naziya tak henti-hentinya menasihati ku agar berhenti menunggu. Beliau selalu mengatakan, jika aku berharap selain dari Allah, maka aku akan merasakan penghianatan. Dan sekarang, aku menyesal.

Seharusnya dari dulu aku hiraukan saja surat dari Ahwal. Kini, aku bahkan ragu jika surat itu benar dari dia, atau bukan.

"Kak, maafkan aku. Seharusnya aku mendengarkan nasihat kakak sejak awal," jemari lembut kak Naziya kembali menghapus jejak air mataku.

Dengan seulas senyum, kak Naziya berkata, "Kamu tidak perlu merasa menyesal. Yang kamu lakukan sudah benar, menghindari pacaran demi seseorang yang meninggalkan janji padamu untuk hidup dalam ikatan suci. Kakak yakin, kamu pasti bakal dapat yang lebih dari sekedar mengumbar janji tersurat," jeda. Kak Naziya mengeluarkan karbondioksida dengan pelan, dan kembali mengirup oksigen seperlunya. "Nah, yang harus kamu lakukan sekarang adalah, berhenti memikirkan laki-laki itu. Waktumu untuk menangisinya sudah cukup. Sekarang, kamu berhak bahagia. Terbitkan senyummu, orang-orang dirumah merindukan senyumanmu,"

Mendengar kalimat terakhir kak Naziya, perlahan-lahan menerbitkan senyumku yang beberapa hari ini tertutup awan mendung. Bismillah, mulai hari ini aku akan memulainya dari awal. Lupakan soal menunggu, karena tak ada yang aku tunggu selain jodoh dan ajalku. Entah yang mana yang akan menjemputku terlebih dahulu.

🌈🌈🌈

Syukron sudah membaca dan meninggalkan jejak💕

Baca juga cerita ku yang lain😊

21.Februari.2017®BlueAinn
→ Cerita ini tidak di revisi setelah ditulis, jangan heran kalau banyak typo dan membingungkan.

Aishtaqat Lak | [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang