"Aku mau pergi dulu, mungkin sebulan, bisa jadi nambah, tetapi enggak mungkin kurang," katamu, perempuan berkaus abu-abu dengan celana bahan hitam. Kamu bicara kepada lelaki keriting itu, bukan pada saya. Saya hanya seonggok lelaki asing yang bukannya mencari tempat duduk, malah berdiri dan mendengarkanmu bicara, menikmati punggungmu yang terbalut warna langit saat dirundung duka.
"Aku akan kembali, tenang saja," ulangmu, suaramu mengandung senyuman, saya tidak tahu pasti, hanya mengira-ngira.
Kemudian waktu yang seakan terhenti sejenak menjadi berlari secepat kilat. Saya masih mematung dengan gelas kopi dan memandang meja tempat kalian berbincang ketika melihat kamu berdiri dan berbalik, saya merasa kamu sejenak menata mata saya. Sayangnya, saya merasa kamu ingin berkata, "Aku mau pergi dulu, aku pasti kembali, tetapi bukan buat kamu."
"Maaf, Mas. Mejanya masih ada yang kosong. Silakan duduk," suara perempuan berkemeja putih dengan rok coklat terdengar. saya mengangguk, bergerak mendekati meja sedangkan kamu sudah bergerak menjauhi saya, dan entah pergi ke mana.
11.1.17
KAMU SEDANG MEMBACA
The Escapist
PuisiAku lari dari dunia yang kian fana lewat kata-kata. Kata-kata, sesungguhnya hanya kata-kata yang tak bermakna apa-apa, kadangkala. Tetapi jika bersama kata-kata aku bisa menggila dan bersuka ria, mengapa tak meracau saja? Jangan pe...
