17. meet

427 72 16
                                    

Megan

________

Kakiku melangkah dengan getir memasuki rumah sakit St. Joseph di pusat kota Ontario, Kanada. Jason lah yang membawaku ke tempat Justin di rawat selama berbulan-bulan ini.

"Ayo meg" kubiarkan Jason menuntunku keruangan Justin. Setelah menaiki lift dan pergi ke lantai 4, akhirnya diruangan bernomer 194 ini lah Justin tertidur pulas bersama beberapa alat medis yang menempel ditubuhnya.

Kuhentikan langkahku saat Jason menarikku untuk masuk kedalam, aku takut. Aku tidak bisa melihat Justin dalam kesakitan seperti ini. Diantara bulir-bulir air mata yang menghalangi pandanganku, dapat dengan jelas kulihat tubuh Justin terkulai lemah disana, wajahnya pucat, lingkaran hitam dimatanya dan dia terlihat lebih kurus dari sebelumnya.

Kuberanikan diriku untuk menyentuh tubuhnya yang aku rindukan selama ini. Aku menyentuh lengannya selembut yang aku bisa. Tapi tetap saja tubuh Justin terlonjak bangun karena terkejut.

"Me-me-meg-" panggilnya terbata. Kedua mata hazel indahnya membulat sempurna saat melihatku berada disampingnya. Aku tebak dia ingin berteriak dan menyuruhku untuk pergi, tapi sebelum semua itu terjadi langsung kupeluk tubuhnya. Lalu kubenamkan wajahku dilekukan lehernya. Aku terisak disana dan begitu juga dengan Justin.

"Kenapa kau tidak bilang padaku?" Tanyaku yang nyaris tidak terdengar.

Alhasil Justin pun juga tidak menjawabnya, dia hanya menangis dipundakku sambil mengelus-elus rambut hitam ku yang terurai. Dapat kurasakan sesekali Justin mengendusnya.

Tubuhku bergetar dipelukannya. Begitu nyaman dan hangat. Setelah menangisinya selama berbulan-bulan akhirnya kini dia dalam dekapanku.

"Kenapa kamu gak bilang sama aku, Just?" Tanyaku setelah melepaskan pelukan dari tubuhnya dengan terpaksa. Tapi Justin hanya terdiam, sama seperti sikap Jason saat aku bertanya dengan keadaan Justin beberapa jam yang lalu.

"Maafkan aku" desisnya. Dia menunduk, enggan untuk melihatku langsung ke mata.

Setelah itu hanya diamlah yang menjadi temanku selama beberapa menit kedepan. Aku sudah terbiasa dengan diam, tapi lebih tepatnya aku muak didiamkan seperti ini. Aku butuh jawaban dari Justin.

"Just? Kenapa? Kamu sakit apa?"

Kuraih tangan yang terinfus itu dan sedikit menggenggamnya dengan kuat.

"Bisakah kita membahasnya besok pagi saja?"

Tapi kini ganti aku yang menjadi pendiam. Aku tidak bisa memaksa seseorang yang sakit untuk menceritakan penyakit apa yang sedang dideritanya. Meskipun aku sudah tahu penyakit milik Justin dari Jason, tapi rasanya tidak lega jika bukan dia sendiri yang bercerita. Mungkin yang aku inginkan hanyalah Justin untuk berbagi bebannya dengan bercerita. Karena kini Justin memilikiku lagi disampingnya.

"Mau kah kau tidur disampingku?" Tanyanya yang malah membuatku canggung setengah mati didepannya.

"Just? Kau sakit, aku tidak ingin mengganggumu. Aku akan pulang kalo kamu mau istirahat" dalihku.

"Tidak," Justin menggeser tubuhnya sehingga tersisa ruang untukku tidur diatas ranjang pasien bersamanya. "Aku ingin kau tidur bersamaku malam ini"

Aku menatapinya, melihat permohonan dikedua mata hazelnya yang aku suka.

"Emang gak apa-apa?" Tanyaku ragu.

"Gak apa lah, biar orang-orang pada cemburu ngelihat betapa so sweet nya kita"

Sebuah senyum merekah diwajah kita berdua. Justin selalu saja bisa membuatku tersenyum disaat aku tidak menginginkannya.

"Kemarilah" Justin menarik tanganku dan aku pun mengikuti arahannya untuk tidur disampingnya.

Kuletakkan kepalaku dilengan Justin, memiringkan tubuhku sehingga Justin bisa mendekap pundakku dari belakang dengan mudah. Aku rasa aku menemukan sebagian tubuhku dan jiwaku malam ini.

"Goodnight sayang"







masih belum end kok guys ;-)

Jgn lupa baca ROSES AND THORNS ya say ;-)) bagus deh

Stalker 2 ft. bieberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang